Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, mengungkapkan situasi yang tidak baik-baik saja bagi iklim usaha industri hasil tembakau (IHT) legal nasional. Beban yang dihadapi IHT legal, mulai kenaikan CHT yang eksesif, serta padatnya regulasi (heavy regulated).
Pada titik inilah, GAPPRI memberikan 3 catatan penting untuk pemerintah.
Pertama, tidak menaikkan tarif CHT di tahun 2025, mengingat IHT akan terbebani akibat rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 10,7 persen
"IHT legal yang sudah berkontribusi besar untuk penerimaan negara (CHT), menyerap tenaga kerja linting yang mayoritas perempuan (padat karya), selain itu rokok konvensional sebagian besar menggunakan bahan baku dalam negeri (TKDN).
Kedua, GAPPRI berharap pemerintah tidak melakukan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif dan golongan untuk menjaga kinerja IHT dalam rangka tetap mendorong optimalisasi penerimaan cukai dan pajak.
"GAPPRI juga menolak arah kebijakan cukai yang mendekatkan disparitas tarif antar layer," tegas Henry Najoan.
Ketiga, mendorong operasi gempur rokok ilegal agar terus dilakukan secara konsisten dan terukur. Mengingat saat ini dampak meningkatnya tarif cukai rokok yang terlalu tinggi, pasar rokok sudah leluasa beredar rokok ilegal dan strukturnya semakin kuat.