Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/Faiz.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. ANTARA/HO-Humas Kemenkeu/Faiz.

Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah memiliki utang kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) Sebesar Rp109 triliun. Utang tersebut terkait dengan kompensasi penyaluran BBM dan listrik.

Dalam penjelasannya pada konferensi pers APBN Kita pada Senin (28/3/2022), Sri Mulyani menyebut bahwa kompensasi tersebut merupakan kewajiban yang harus dibayar sampai akhir tahun 2021.

“Kalau kita lihat tahun 2020 kita sudah membayarkan kompensasi dalam hal ini, yaitu sebesar Rp47,9 triliun. Rp30 triliun untuk BBM di Pertamina dan Rp17,9 triliun kita bayarkan untuk PLN,” katanya.

“Namun kita lihat sebetulnya untuk Pertamina sebetulnya masih ada Rp15,9 triliun kewajiban kompensasi tahun 2020 yang belum kita lunasi,” tambahnya.

1. Kompensasi akan melonjak

PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) melakukan pengapalan perdana minyak mentah untuk diolah di kilang Pertamina pada Sabtu (14/8/2021). (Dok. Pertamina)

Sri Mulyani juga menegaskan bahwa untuk tahun 2021, berdasarkan audit BPKP, disebutkan bahwa kompensasi akan semakin melonjak. Di mana untuk biaya kompensasi BBM akan melonjak Rp68,5 triliun.

“Ini tagihan pertamina kepada kami, dan untuk listrik Rp24,6 triliun. Jadi masih ada 93,1 triliun. Secara total dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban 109 triliun. Ini hanya sampai akhir 2021,” jelasnya.

2. Penyebab kompensasi

Kantor Pusat PLN (Dok. PLN)

Dalam pemaparannya, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penyebab dari kompensasi tersebut adalah karena pemerintah tidak menaikkan harga BBM dan listrik meski harga komoditas.

“Tahun lalu karena kita belum melakukan perubahan dari sisi harga BBM dan tarif listrik, maka kita harus membayar kompensasi kepada PLN dan Pertamina,” katanya.

Menurut Sri Mulyani, jika dilihat dari segi konsumsi, jumlah penggunaan BBM meningkat cukup signifikan.

“BBM kita dalam hal ini terjadi kenaikan tahun 2022 1.397.000 kilo liter atau 1,3 juta. Padahal tahun lalu, sampai dengan Januari hanya 1,1 juta kilo liter. Jadi ada kenaikan yang cukup signifikan. Ini karena mobilitas masyarakat mulai naik,” katanya.

3. Biaya produksi LPG, listrik dan BBM mengalami kenaikan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (youtube.com/sekretariatpresiden)

Selain BBM, konsumsi LPG 3 kg juga disebutnya mengalami kenaikan volume, yakni dari 603 juta kg ke 632 juta kg.

“Ini dengan harga LPG yang belum pernah dilakukan perubahan, dampak subsidinya akan sangat besar dan untuk listrik kita juga lihat jumlah pelanggan listrik meningkat dari 37,2 juta menjadi 38,2 juta,” jelas Sri Mulyani.

“Lagi, harga listrik belum pernah dilakukan perubahan sementara biaya untuk memproduksi LPG, listrik dan BBM, semuanya mengalami kenaikan yang luar biasa semenjak tahun lalu, dan tahun ini bahkan meningkat sangat tinggi,” tambahnya.

Editorial Team