Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengamat Sarankan Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg Ditunda Dulu

Pemilik pangkalan elpiji, Ahmad Abdullah Bayasut, mengaku lebih memprioritaskan warga sekitar. (IDN Times/Erik Alfian)
Intinya sih...
  • Kebijakan larangan penjualan gas LPG tiga kilogram di tingkat pengecer harus ditunda, fokus pada sosialisasi dan mitigasi selama satu bulan
  • Subsidi gas elpiji perlu disusun agar lebih tepat sasaran karena banyak disalahgunakan, impor sudah mencapai 70 juta ton per tahun
  • Pengecer yang ingin melanjutkan penjualan elpiji 3 kg harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina melalui sistem Online Single Submission (OSS)

Jakarta, IDN Times - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengusulkan agar kebijakan larangan gas LPG tiga kilogram dijual oleh pengecer ditunda lebih dulu. Pemerintah sebaiknya fokus untuk menyampaikan informasi tersebut ke masyarakat dan mencari langkah mitigasi yang tepat.

Penundaan implementasi kebijakan tersebut, kata Agus, tidak perlu lama. Satu bulan dianggap sudah cukup. 

"Ditunda sementara oke, tapi langkah mitigasinya harus jelas. Tapi, penundaannya jangan terlalu lama karena biaya untuk subsidinya besar sekali. Pastikan dalam satu bulan, masyarakat paham (soal kebijakan larangan penjualan gas elpiji di tingkat pengecer). Tinggal pakai media sosial, bisa kok," ujar Agus kepada media pada Senin (3/2/2025). 

Ia juga mengusulkan pemerintah dan Pertamina perlu menyampaikan kepada masyarakat di mana saja titik-titik penjualan LPG tiga kilogram. Pemda bisa ikut membantu dengan menulis ada satu titik pengumpulan LPG di satu RW.

"Tapi, harus diatur hingga ke level bawah karena harganya menjadi mahal," tutur dia.  

1. Subsidi LPG 3 kg memang perlu ditata ulang

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Di sisi lain, Agus mengaku setuju dengan kebijakan untuk menata subsidi gas elpiji agar lebih tepat sasaran. Sebab, selama ini subsidi gas elpiji tiga kilogram banyak disalahgunakan oleh berbagai kelompok masyarakat. Ada sejumlah kelompok yang tidak berhak menerima subsidi itu, malah ikut menikmatinya. 

"Impor (elpiji) sudah mencapai 70 juta sekian ton per tahun. Nah, ini (anggarannya) besar sekali dan rantainya panjang sekali. Di kita, sulit sekali untuk mengontrol Harga Eceran Tertinggi (HET)," kata Agus. 

Sedangkan, pedagang eceran bisa menjangkau masyarakat hingga lapis terbawah. Tetapi, harga jual menjadi lebih mahal. 

Agus menilai sejauh ini kebijakan pelarangan pedagang eceran menjual elpiji bermasalah dalam hal komunikasi atau penyampaian pesan ke publik. "Cobalah petakan dari berbagai wilayah di Indonesia, tentukan pusat (penjualan gas elpiji) di mana, bagaimana mekanisme untuk memperolehnya. Apakah digilir ke kecamatan. Itu semua harus secara detail disampaikan," katanya.

2. Terjadi antrean pembelian gas elpiji karena komunikasi yang tidak jelas

Ilustrasi penerima elpiji 3 kilogram. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Kebijakan larangan bagi pengecer menjual gas melon baru diimplementasikan pada Senin kemarin. Sedangkan, sosialisasi dan komunikasi kebijakan tersebut tidak diterima oleh masyarakat. Itu sebabnya menimbulkan kebingungan di masyarakat hingga mereka terpaksa antre untuk membeli gas elpiji. 

"Kan gak betul kebijakan seperti itu. Sampaikan lah (kebijakan tersebut) pada Januari kemarin. Mungkin sudah disampaikan melalui situs resmi Pertamina, tetapi tetap saja informasi tidak merata diketahui. Masyarakat yang jadi konsumen gas elpiji tiga kilo itu tidak tahu," kata Agus. 

"Kan sekarang kalau mau beli pake KTP, tolong diawasi juga. Jangan -jangan yang ngambil (gas elpiji) dengan KTP adalah ART-Nya. Itu juga dilanggar lagi subsidi tadi," katanya. 

3. Pengecer diminta menjadi sub peyalur resmi

ANTARA Foto

Sementara, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mengatakan pengecer yang ingin melanjutkan penjualan elpiji 3 kg harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina. "Jadi, pengecer kami jadikan pangkalan. Mereka harus mendaftarkan nomor induk perusahaan terlebih dulu," kata Yuliot saat ditemui di Jakarta, 31 Januari 2025 lalu. 

Pengecer yang ingin menjadi pangkalan dapat mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).

"Nomor induk perusahaan diterbitkan melalui OSS. Kalau pengecer ingin jadi pangkalan, perseorangan pun boleh daftar," katanya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us