Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
antarafoto-sidang-tahunan-mpr-ri-1755245160.jpg
Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 (ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto telah membacakan asumsi dasar makro yang dalam RAPBN 2026 dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-1 masa sidang 2025-2026.

Asumsi dasar makro 2026 dibacakan usai agenda Sidang Tahunan MPR RI  bersama DPR RI dan DPD RI pada Jumat (15/8/2025) kemarin.

Agenda tersebut merupakan acara tahunan yang digelar pemerintah dan MPR/DPR/DPD RI, sebelum perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

Asumsi makro merupakan data yang diperbaharui pemerintah setiap tahunnya. Apa pengertiannya? Dan apa kegunaannya? Simak ulasan berikut.

1. Pengertian asumsi dasar makro

Ilustrasi pasar tradisional. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Asumsi dasar makro atau bisa juga disebut asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) adalah indikator utama ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun berbagai komponen postur APBN.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, Senin (18/8/2025), penyusunan asumsi dasar ekonomi makro mengacu pada sasaran pembangunan dan juga tetap memperhatikan perkembangan perekonomian terkini baik domestik maupun internasional.

Asumsi dasar ekonomi makro terdiri dari pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun, harga minyak, serta lifting minyak dan gas.

2. Mengapa asumsi dasar ekonomi makro penting?

Ilustrasi dolar AS ( ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), masing-masing komponen asumsi dasar ekonomi makro penting untuk penyusunan APBN, khususnya untuk alat perhitungan penerimaan dan belanja negara.

Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi dalam asumsi dasar ekonomi makro karena berpengaruh pada proyeksi penerimaan pajak. Jika pertumbuhan ekonomi diperkirakan tinggi, maka penerimaan pajak juga cenderung meningkat karena adanya aktivitas ekonomi yang lebih besar dan penghasilan yang lebih tinggi dari individu dan perusahaan.

Begitu juga dengan inflasi. Tingkat inflasi yang diasumsikan akan mempengaruhi penerimaan pajak yang diterima pemerintah. Dalam beberapa kasus, inflasi yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan pendapatan pajak karena meningkatnya nominal penghasilan dan harga barang dan jasa.

Sementara itu, untuk nilai tukar, jika dilihat dari sisi belanja APBN, komponen berupa bunga utang luar negeri yang harus dibayarkan tentu menggunakan mata uang asing. Perubahan nilai tukar akan mempengaruhi beban APBN, sehingga peran pajak menetukan daya dukung atas beban tersebut.

Mengapa bunga SBN juga ditentukan? Karena Salah satu sumber pendanaan pembangunan adalah melalui SBN. Negara mendapatkan dana segar dalam jangka pendek dan menegah dengan cara menerbitkan SBN yang selanjutnya akan diberikan imbalan bunga dengan besaran tertentu.

Lalu, dalam penyusunan APBN, harga minyak mentah dihitung berdasarkan estimasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang akan mempengaruhi bagi hasil dalam kegiatan eksploitasi sumber daya alam minyak dan gas bumi.

Adapun target lifting minyak dan gas bumi diperlukan untuk memperkuat APBN, dan bisa memperhitungkan kontribusi penerimaan negara dari angka lifting minyak dan gas bumi.

3. Asumsi dasar makro 2026

Infografis asumsi makro ekonomi APBN 2025/2026 (IDN Times/Aditya Pratama)

Berikut asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN 2026:

  1. Pertumbuhan ekonomi: 5,4 persen

  2. Inflasi: 2,5 persen

  3. Suku bunga SBN 10 tahun: 6,9 persen

  4. Nilai tukar: Rp16.500 per dolar AS

  5. Harga minyak mentah Indonesia (ICP): 70 dolar AS per barel

  6. Lifting minyak mentah: 610 ribu barel per hari

  7. Lifting gas: 984 ribu setara minyak per hari.

Editorial Team