Ilustrasi dolar AS ( ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), masing-masing komponen asumsi dasar ekonomi makro penting untuk penyusunan APBN, khususnya untuk alat perhitungan penerimaan dan belanja negara.
Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi dalam asumsi dasar ekonomi makro karena berpengaruh pada proyeksi penerimaan pajak. Jika pertumbuhan ekonomi diperkirakan tinggi, maka penerimaan pajak juga cenderung meningkat karena adanya aktivitas ekonomi yang lebih besar dan penghasilan yang lebih tinggi dari individu dan perusahaan.
Begitu juga dengan inflasi. Tingkat inflasi yang diasumsikan akan mempengaruhi penerimaan pajak yang diterima pemerintah. Dalam beberapa kasus, inflasi yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan pendapatan pajak karena meningkatnya nominal penghasilan dan harga barang dan jasa.
Sementara itu, untuk nilai tukar, jika dilihat dari sisi belanja APBN, komponen berupa bunga utang luar negeri yang harus dibayarkan tentu menggunakan mata uang asing. Perubahan nilai tukar akan mempengaruhi beban APBN, sehingga peran pajak menetukan daya dukung atas beban tersebut.
Mengapa bunga SBN juga ditentukan? Karena Salah satu sumber pendanaan pembangunan adalah melalui SBN. Negara mendapatkan dana segar dalam jangka pendek dan menegah dengan cara menerbitkan SBN yang selanjutnya akan diberikan imbalan bunga dengan besaran tertentu.
Lalu, dalam penyusunan APBN, harga minyak mentah dihitung berdasarkan estimasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang akan mempengaruhi bagi hasil dalam kegiatan eksploitasi sumber daya alam minyak dan gas bumi.
Adapun target lifting minyak dan gas bumi diperlukan untuk memperkuat APBN, dan bisa memperhitungkan kontribusi penerimaan negara dari angka lifting minyak dan gas bumi.