Pengusaha Minta Kenaikan Royalti Minerba Ditunda

Intinya sih...
- Pelaku industri mineral dan batu bara meminta pemerintah menunda kenaikan royalti minerba karena akan menambah biaya operasional yang signifikan.
- Industri minerba sedang berinvestasi besar pada pembangunan smelter sebagai bagian dari hilirisasi, menyedot dana besar dan membuka ribuan lapangan kerja.
Jakarta, IDN Times - Pelaku industri mineral dan batu bara (minerba) yang tergabung dalam Indonesia Mining Association (IMA) meminta pemerintah menunda pemberlakuan kenaikan royalti minerba.
Ketua Umum IMA, Rachmat Makkasau, menilai, kenaikan royalti minerba bakal menambah biaya operasional, dan dampaknya akan signifikan.
“Bagi perusahaan pertambangan mineral, peningkatan tarif royalti akan memberatkan karena biaya operasional tinggi karena kenaikan biaya biosolar yang dapat berdampak siginifikan. Selain itu ada pula kenaikan PPN 12 persen, pengenaan kewajiban data retensi hasil ekspor sebesar 100 persen selama 12 bulan yang meningkatkan utang dan bunga,” kata Rachmat dikutip Jumat, (14/3/2025).
1. Kenaikan royalti minerba bisa ganggu iklim investasi proyek hilirisasi
Selain itu, para pelaku industri minerba juga kini tengah berinvestasi besar pada pembangunan smelter sebagai bagian dari hilirisasi.
IMA menyatakan, investasi itu menyedot dana yang besar dan berdampak pada dibukanya ribuan lapangan kerja. Sebab, proyek smelter tahap awal sendiri baru akan menghasilkan dalam tempo dua atau tiga tahun. Oleh sebab itu, pelaku usaha berharap pemerintah tak membebani dengan kenaikan royalti yang akan memperberat arus kas.
Senada dengan IMA, Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) juga mengusulkan penundaan pemberlakuan kenaikan royalti nikel.
Ketua Umum FINI, Alexander Barus, mengatakan, industri nikel masih menghadapi tantangan berat karena harga jual nikel di pasar internasional jatuh ke titik terendah sejak 2020.
Di sisi lain, ada tantangan berat akibat perang dagang China dan Amerika Serikat (AS). Oleh karena itu, FINI memandang penundaan pemberlakuan kenaikan royalti akan menjadi insentif berharga untuk mendukung tetap eksisnya industri nikel dalam negeri di tengah tantangan global.
"Untuk menjaga iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia di tengah situasi dunia yang tidak menentu, kami mengusulkan agar kenaikan royalti tidak dilakukan pada saat ini," ujar Alexander.
2. Penundaan kenaikan royalti bakal pertahankan iklim investasi
FINI memandang dukungan pemerintah dengan menunda pemberlakuan kenaikan royalti akan menimbulkan multiplier effect yang positif.
Dia menyatakan, selain mempertahankan iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi, sehatnya industri nikel juga akan memberi sumbangsih berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang maksimal.
“Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan PNBP sub sektor mineral dan batu bara dengan mempertimbangkan tantangan saat ini, maka solusinya yaitu dengan memberlakukan tarif royalti saat ini termasuk royalti batu bara IUPK dan PKP2B," ujar Alexander.
FINI menyatakan siap jika diajak berdiskusi dengan seluruh pemangku kepentingan guna mendukung industri nikel tetap eksis. FINI optimistis dengan sinergi pelaku usaha bersama pemerintah akan semakin mendorong daya saing hilirisasi nikel Indonesia.
3. Royalti minerba ditargetkan naik tahun ini
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengatakan kenaikan royalti minerba yang ditargetkan tahun ini tak akan mempengaruhi iklim investasi.
"Gak, seharusnya gak," ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM.
Saat ini, Kementerian ESDM tengah menyelesaikan aturan terkait rencana itu dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Aturan tersebut juga didiskusikan dengan Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Keuangan.
"Kita juga dalam penyesuaian royalti tadi, ini melihat bagaimana untuk keekonomian bagi pelaku usaha itu jangan sampai ini ada pembebanan karena daya saing dan keberlanjutan usaha menjadi pertimbangan," ucap Yuliot.