Ilustrasi minyak goreng satu harga, Transmart Central Park pada Rabu (19/1/2022). (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Eddy mengatakan, pihaknya sudah pernah mengingatkan risiko ikut dalam program pemerintah kepada Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Menurutnya, kebijakan yang berubah dengan cepat dan terkesan "salah resep".
Ahli Hukum Pidana UNPAD, Nella Sumika Putri, mengatakan bila yang dilakukan oleh perusahaan itu memang melaksanakan aturan hukum pemerintah, maka tindakannya sangat bisa dibenarkan.
"Contohnya, ada sebuah produk, aturan HET-nya maksimal Rp1.000. Namun, karena keadaan tertentu ada suatu aturan lain yang membuat orang boleh jual di atas HET. Contoh, dia jual Rp1.500, nah yang dilakukan orang itu dibenarkan oleh hukum, karena ada aturan pemerintah," tutur Nella.
Lebih lanjut, Peneliti Indef, Rusli Abdullah, pada 31 Juli 2023 silam menyatakan kebijakan pengendalian harga minyak goreng sudah salah sasaran sejak awal.
"Konsumsi minyak goreng rumah tangga 61 persen merupakan minyak curah, namun kebijakan yang dilakukan adalah subsidi pada kemasan. Di sisi lain, infrastruktur untuk pelaksanaan subsidi minyak goreng kemasan dianggap lebih baik dibandingkan infrastruktur minyak goreng curah," kata Rusli.
Rusli memandang kebijakan subsidi tersebut pada akhirnya memunculkan panic buying pada ritel modern akibat respons penurunan harga yang lebih cepat dibandingkan di pasar tradisional.
Padahal, kapasitas pasar ritel modern hanya bisa memenuhi kapasitas konsumsi nasional sekitar 10 persen dari kebutuhan rumah tangga sebesar 3,9 juta kilo liter per tahun atau 325 juta liter per bulan.
Artinya, pasar ritel modern dengan jaringan distributornya hanya mampu menyediakan sekitar 325 ribu liter per bulan atau 3,9 juta liter per tahun. Faktanya, 61 persen atau 2,4 juta kilo liter per tahun kebutuhan minyak goreng ada di jenis minyak goreng curah.
Faktor infrastruktur yang menjadi penyebab tidak efektifnya subsidi minyak goreng sejalan dengan fakta kebutuhan rumah tangga sebagian besar dalam bentuk minyak curah.
"Kritik atas kebijakan subsidi muncul. Salah satu sebabnya adalah kebijakan subsidi dinilai tidak efektif karena bias pasar atau segmen," ucap Rusli.