Pertama dalam 25 Tahun, RI Deflasi 0,09 Persen di Februari

Intinya sih...
- Februari 2025 terjadi deflasi 0,09 persen secara tahunan, yang pertama kalinya sejak tahun 2000.
- Kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga menyumbang deflasi 1,92 persen.
- Komponen inti masih mengalami inflasi sebesar 2,48 persen yoy dengan andil inflasi terbesar sebesar 1,58 persen.
Jakarta, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari terjadi deflasi 0,09 persen secara tahunan (year on year). Deflasi ini merupakan yang pertama kalinya sejak tahun 2000 atau 25 tahun lalu.
“Terakhir menurut catatan BPS inflasi yoy pernah terjadi pada Maret 2000 di mana pada saat itu deflasi 1,10 persen deflasi disumbang dominasi kelompok bahan makanan,” kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).
Meski mengalami deflasi, tapi daya beli masyarakat dipastikannya masih relatif terjaga. “Biasanya daya beli itu dikaitkannya dengan komponen inti," imbuhnya.
1. Deflasi paling besar disumbang diskon tarif listrik periode Januari-Februari
Berdasarkan kelompok pengeluaran, deflasi secara tahunan disebabkan oleh kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga dengan deflasi 12,08 persen (yoy), dan memberikan andil deflasi 1,92 persen.
Dia mengatakan deflasi pada Februari 2025 sebagian besar dipengaruhi oleh diskon tarif listrik sebesar 50 persen. Diskon ini berlaku untuk pemakaian Januari dan Februari 2025 bagi pelanggan PLN dengan daya listrik 2.200 volt ampere (VA) atau lebih rendah yang termasuk dalam komponen harga diatur pemerintah.
"Komoditas yang memberikan andil deflasi terbesar hingga 2,16 persem adalah diskon tarif listrik," tuturnya.
2. Komponen penyumbang inflasi dan deflasi secara tahunan
Lebih lanjut, kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi secara tahunan yakni makanan minuman dan tembakau inflasinya 2,25 persen dan memberikan andil 0,66 persen.
"Inflasi pada kelompok ini ditopang oleh minyak goreng, sigaret kretek mesin dan cabai rawit. Sisi lain ada sejumlah komoditas alami deflasi yakni beras tomat, kelompok perumahan, air listrik dan bahan bakar rumah tangga deflasi 12,08 persen dengan andil deflasi 1,92 persen," tegasnya.
Untuk kelompok perawatan pribadi dan jasa mengalami inflasi 8,43 persen dan memberikan andil inflasi 0,52 persen (yoy).
"Inflasi kelompok ini utamanya didorong inflasi emas perhiasan. Berdasarkan catatan BPS emas perhiasan alami inflasi tahunan sejak Februari 2022 akibat karena meningkatnya harga emas di pasar Internasional," ucap Amalia.
3. Komponen inti dan harga bergejolak mengalami inflasi
Amalia menuturkan bahwa komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 9,02 persen yoy, sehingga memberikan andil atau kontribusi terhadap nilai deflasi tahunan sebesar 1,77 persen.
Sedangkan dua komponen lainnya, yakni komponen inti dan komponen bergejolak (volatile), masih mengalami inflasi secara tahunan. Komponen inti masih mengalami inflasi sebesar 2,48 persen yoy.
"Komponen inti ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil (kontribusi) terhadap (nilai) inflasi (tahunan) sebesar 1,58 persen,” ucapnya.
Dalam catatannya, sejumlah komoditas pangan dan tembakau juga masih mengalami inflasi secara tahunan sehingga menyebabkan inflasi pada komponen harga bergejolak. Komoditas yang dimaksud seperti cabai rawit, bawang putih, kangkung, bawang merah, ikan segar, minyak goreng, kopi bubuk, sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret kretek mesin (SKM).
“Komponen harga bergejolak mengalami inflasi (tahunan) sebesar 0,56 persen (yoy) dengan andil (kontribusi terhadap nilai) inflasi (tahunan) hanya sebesar 0,10 persen,” tuturnya.
Secara tahunan, sebanyak 22 provinsi mengalami inflasi dan 16 provinsi lainnya mengalami deflasi sepanjang Februari lalu. "Deflasi terdalam di Papua Barat yakni 1,98 persen. Kemudian inflasi tertinggi Papua pegunungan sebesar 7,99 persen," ucapnya.