5 Faktor Penting di Balik Jatuhnya Jerman ke Jurang Resesi

Dampak lonjakan harga energi yang melangit

Jakarta, IDN Times - Kekuatan ekonomi terbesar di blok Eropa, Jerman, resmi memasuki jurang resesi pada Kamis (25/3/2023). Output ekonomi negara itu turun 0,3 persen dalam tiga bulan pertama di 2023. Resesi sendiri dijelaskan sebagai penurunan output selama dua kuartal berturut-turut.

Jerman telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi utama blok Uni Eropa (UE). Namun selama perang Rusia di Ukraina, ekonomi Jerman terganggu, khususnya terguncang pada kenaikan harga energi.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang telah menyebabkan Jerman memasuki jurang resesi dan peluang negara itu kembali menjadi raksasa ekonomi UE.

Baca Juga: Badai Inflasi, Jerman Resmi Masuk Jurang Resesi

1. Perang Rusia di Ukraina

5 Faktor Penting di Balik Jatuhnya Jerman ke Jurang Resesiilustrasi kilang penampungan gas (Unsplash.com/Patrick Federi)

Ekonomi Jerman telah mengalami kontraksi 0,5 persen pada akhir tahun 2022. Kini negara itu kembali mengalami kontraksi 0,3 persen dalam tiga bulan pertama tahun 2023 yang akhirnya membuat Berlin secara resmi jatuh ke jurang resesi.

"Kenaikan harga yang tinggi terus menjadi beban ekonomi Jerman di awal tahun. Ini terutama tercermin dalam pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga, yang turun 1,2 persen pada kuartal pertama 2023," kata kantor statisk Jerman, Destatis, dikutip CNN.

Sebab utama dari resesi ekonomi itu, menurut Claus Vistesen, kepala ekonomi kawasan euro, mengatakan bahwa pengeluaran konsumen pada kuartal pertama terhambat oleh kejutan kenaikan harga energi.

Secara umum, harga energi di Eropa mengalami lonjakan dengan cepat ketika Rusia menginvasi Ukraina. Banyak negara di blok tersebut, membeli gas alam dari pemasok utama Moskow, khususnya Jerman yang membeli lebih dari 50 persen kebutuhannya.

Gas Rusia telah memanaskan ratusan ribu rumah tangga Jerman ketika musim dingin. Selain itu, banyak industri besar Jerman yang menggunakan gas sebagai sumber energinya. Saat Moskow menghentikan pasokannya, Berlin kalang kabut dan bahkan pernah mengumumkan keadaan darurat energi.

Baca Juga: Fakta-Fakta Last Generation, Aktivis Iklim Jerman yang Kontroversial

2. Konsumen membeli lebih sedikit barang yang dibutuhkan

Jerman terus mengalami inflasi sejak kenaikan harga energi. Destatis mengatakan bahwa konsumen melihat inflasi yang tinggi telah mengikis daya beli, mengurangi permintaan dalam perekonomian.

Tren kenaikan harga di Jerman baru-baru ini disebut telah mereda tapi tingkat inflasi tahunan sebesar 7,2 persen yang tercatat pada April, dinilai masih tergolong tinggi, kutip Deutsche Welle.

Rumah tangga pribadi diketahui telah membelanjakan lebih sedikit untuk makanan, minuman, pakaian, sepatu dan furnitur dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Mereka juga tercatat membeli lebih sedikit mobil baru yang mungkin akibat dampak dihentikannya subsidi pemerintah.

Pengeluaran pemerintah Jerman sendiri, juga telah merosot dalam tiga bulan pertama tahun ini. Ekspektasi rencana peningkatan ekspor andalan perusahaan otomotif negara itu tidak terjadi karena perusahaan membatasi rencana ekspor tersebut.

3. Kanselir Jerman masih optimis untuk ekonomi negaranya

5 Faktor Penting di Balik Jatuhnya Jerman ke Jurang ResesiKanselir Jerman Olaf Scholz (Instagram.com/bundeskanzler)

Kepala ekonomi makro global di bank ING Belanda, Carsten Brzeski, menilai penurunan produk domestik bruto Jerman bukan skenario terburuk. Masih banyak harapan seperti kembalinya aktivitas industri dan pembukaan kembali pasar China.

Dilansir The Guardian, pemimpin oposisi negara itu menyebut penurunan ekonomi sebagai panggilan agar Kanselir Jerman Olaf Scholz untuk bangun.

"Cara kerja koalisinya membuat banyak perusahaan meragukan masa depan Jerman sebagai sebuah lokasi (bisnis)," kata Friedrich Merz dari partai CDU.

Namun Kanselir Scholz menghimbau masyarakat untuk tetap percaya pada ekonomi Jerman. Dia mengatakan prospeknya masih sangat bagus. Ekspansi energi bersih secara besar-besaran dapat melepaskan kekuatan ekonomi serta membuat referensi investasi besar ke pabrik semikonduktor dan baterai.

Bundesbank juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Jerman akan meningkat pada kuartal kedua tahun ini. Perkiraan itu berdasarkan pandangan rantai pasokan yang membaik dan perusahaan lebih mampu memenuhi pesanan yang menumpuk selama kekacauan pandemik COVID-19.

Baca Juga: Jokowi Bertemu Kanselir Jerman, Bahas Kerja Sama Ekonomi

4. Ekonomi maju terlemah tahun ini

5 Faktor Penting di Balik Jatuhnya Jerman ke Jurang Resesiilustrasi bendera Jerman (Unsplash.com/ Christian Wiediger)

Dampak kenaikan harga energi akibat perang Rusia di Ukraina sebagian besar merata di hampir seluruh negara blok UE. Inflasi di Jerman juga melesat tinggi, 7,2 persen pada April dibanding rata-rata kawasan blok tersebut yang lebih rendah. Hanya Inggris yang memiliki catatan inflasi lebih tinggi dari Jerman, yakni 8,7 persen.

Dilansir BBC, IMF memprediksi bahwa Jerman akan menjadi ekonomi maju terlemah di dunia, menyusut 0,1 persen tahun ini.

Namun resesi yang terjadi saat ini, dinilai tidak separah seperti yang diperkirakan banyak orang. Musim dingin yang tidak terlalu membeku dan pasar Asia khususnya China yang telah terbuka, berdampak pada meringankan harga energi yang melonjak.

5. Potensi pemotongan anggaran di tahun depan

5 Faktor Penting di Balik Jatuhnya Jerman ke Jurang ResesiChristian Lindner (Twitter.com/Christian Lindner)

Sebagai kekuatan ekonomi terbesar UE, resesi Jerman secara langsung akan berdampak pada anggota blok tersebut. Ini karena banyak negara Eropa yang memiliki ketergantungan pada industri besar Berlin. Untuk menghadapi hal itu, salah satu solusinya adalah pemangkasan anggaran pemerintah.

Menteri Ekonomi Robert Habeck dari Partai Hijau, awal pekan ini memperingatkan Jerman bakal menghadapi potensi pemotongan anggaran hingga 22 miliar euro (Rp353,4 triliun) tahun depan, kutip Politico.

Christian Lindner, Menteri Keuangan dan pemipin partai FDP, memperingatkan bahwa pemerintah Berlin perlu mempersiapkan negosiasi anggaran tahun depan. Ini juga harus mendorong peningkatan ekonomi, memotong birokrasi dan menarik lebih banyak investasi serta pekerja terampil.

Lindner mengatakan, jika Jerman tidak melakukannya, maka negara itu dalam bahaya tertinggal dari persaingan internasional. Masalahnya, dari banyak kementerian di Jerman, sebagian besar memiliki indikasi untuk tidak memangkas anggarannya.

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya