Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Direktur sekaligus Chief Executive Officer (CEO) PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale), Febriany Eddy. (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Jakarta, IDN Times - Presiden Direktur sekaligus Chief Executive Officer (CEO) PT Vale Indonesia Tbk (Vale), Febriany Eddy mengatakan dirinya kerap diminta membagikan prosedur penerapan environmental, social, and corporate governance (ESG) di perusahaan.

Dia mengatakan, ESG adalah inisiatif yang seharusnya dilakukan perusahaan tambang, yang disesuaikan dengan model operasional masing-masing perusahaan tambang.

"Jadi ada orang juga bilang setelah banyak pujian, orang juga nanya, boleh dong copy paste, minta dong kalian punya prosedur. It's not about copy paste, ESG itu inisiatif sendiri. ESG itu dibangun dalam how we do our mining, how we operate our plant," kata Febriany dalam acara Ngobrol Seru IDN Times, Selasa (14/2/2023).

1. Penerapan ESG butuh modal besar

Smelter nikel rendah karbon terintegrasi dibangun oleh PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) dan PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (PT BNSI). (Dok. Kemenko Perekonomian)

Febriany mengatakan, banyak pihak yang melihat penerapan ESG butuh modal besar. Dia sendiri tak sepenuhnya menyalahkan pemahaman tersebut.

Febriany mengatakan perusahaanya membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan modal besar demi mengedepankan penggunaan energi bersih. Meski di awal butuh modal yang besar untuk membangun PLTA, namun dia mengaku PT Vale berhasil menekan biaya operasional setelah PLTA beroperasi.

"Yang kita (PLTA) Karebbe 2011 itu hanya 90 megawatt kita keluar 400 juta dolar AS. Tapi once itu keluar, operating cost-nya rendah. Itu satu contoh di mana ketika harga nikel turun saja kita masih bisa survive. Jadi itu contoh komitmen lingkungan, belum tentu juga yang paling mahal," ujar Febriany.

2. Akan berbahaya apabila perusahaan tambang hanya mengantongi visi jangka pendek

Editorial Team

Tonton lebih seru di