Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pupuk Indonesia: Harga Gas Bumi Kunci Kemandirian Pangan RI

Direktur Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi berbagi pandangan mendalam terkait Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). (Dok Pupuk Indonesia)
Intinya sih...
  • Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) memberi dampak signifikan terhadap industri pupuk.
  • Pupuk berbasis gas alam seperti Urea, NPK, dan ZA akan meningkatkan produktivitas pertanian.
  •  

Jakarta, IDN Times – Kebijakan pemerintah mengenai harga gas memberi dampak signifikan terhadap sektor industri, terutama pertanian. Adapun industri pupuk menjadi salah satu sektor yang sangat dipengaruhi oleh harga gas.

Sekadar informasi, pemerintah telah memberlakukan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) kepada tujuh industri sejak 2020, salah satunya adalah industri pupuk.

Industri pupuk memainkan peran penting dalam mendukung produktivitas pertanian dan ketahanan pangan di dalam negeri.

1. Dukung perusahaan jaga ketersediaan pupuk bagi petani

Persediaan pupuk dari PT Pupuk Indonesia. (Dok/Istimewa)

Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk terbesar di Indonesia, menilai kebijakan HGBT mendukung perusahaan dalam menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pupuk bagi petani.

Selain itu, pupuk berbasis gas alam seperti Urea, NPK, dan ZA, akan membantu meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan, hortikultura, dan sebagainya.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi mengatakan, gas menjadi bahan baku penting untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan pupuk, dan ketahanan pangan nasional.

"Kaitan antara pupuk dan ketahanan pangan sangat jelas. Secara konsensus umum, tanaman pangan bila tidak diberikan pupuk berbasis gas N (Nitrogen), produktivitasnya dapat turun 50 persen, padahal Indonesia punya sumber gas," kata dia, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (9/3/2024).

Pupuk Indonesia yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 14,5 juta ton per tahun, menurut Rahmad, siap mendukung produktivitas industri pertanian lewat pupuk. 

2. Hasilkan efisiensi biaya konsumsi gas

Pabrik PT Pupuk Indonesia. (dok. Pupuk Indonesia)

Pupuk Indonesia menyatakan, penerapan kebijakan HGBT menghasilkan efisiensi biaya konsumsi gas sekitar Rp10,91 triliun pada 2022. Dengan HGBT, produksi pupuk dalam negeri menjadi lebih kompetitif, sehingga pemerintah bisa menetapkan volume atau alokasi pupuk bersubsidi secara optimal.

Hal ini merupakan langkah yang sangat membantu Pupuk Indonesia. Pasalnya, induk perusahaan pupuk BUMN ini mendapat amanat untuk menopang ketahanan pangan nasional lewat penyediaan pupuk berkualitas dan terjangkau.

3. Pentingnya keberlanjutan HGBT

Ilustrasi petani dengan pupuk bersubsidi . IDN Times/ Riyanto

Pupuk Indonesia menyadari pentingnya keberlanjutan HGBT, di mana perlu regulasi harga gas agar tetap dapat kompetitif dalam mendukung ekspansi kapasitas produksi pupuk bersubsidi. Dengan kondisi ini, produktivitas industri pupuk dapat ditingkatkan secara signifikan. 

Hal ini selaras dengan kebijakan baru yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko "Jokowi" Widodo terkait peningkatan alokasi pupuk subsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton sepanjang 2024.

Penetapan kebijakan tersebut dapat menjadi salah satu langkah penting dalam mendukung produktivitas para petani. Diketahui, kebijakan ini akan berakhir pada 2024.

Adapun Petani, sebagai ujung tombak produksi pangan, sangat rentan terhadap fluktuasi harga dan ketersediaan pupuk. Bila harga pupuk melonjak, petani bisa terdorong untuk mengurangi penggunaan pupuk yang bisa berdampak pada produktivitas panen atau bahkan memilih untuk tidak menanam, yang pada akhirnya akan berdampak pada produksi pangan nasional.

"Bagi kami di industri pupuk, yang menjadi kekhawatiran terkait ketahanan pangan adalah setelah tahun 2024. Karena agroinput sumbernya adalah gas," ujar Rahmad.

"Seperti yang diketahui, kebijakan harga gas bumi tertentu terhadap industri pupuk akan berakhir di 2024. Bila kebijakan HGBT tidak dilanjutkan, dari sisi ketersediaan mungkin tetap ada, tetapi dari sisi keterjangkauan bagi petani akan menjadi pertanyaan,” sambung Rahmad.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Shiva Clarancia
EditorShiva Clarancia
Follow Us