Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-09-09 at 15.57.49.jpeg
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga kuartal III 2025.

  • Dana sebesar Rp233 triliun milik pemerintah daerah masih mengendap di bank, seharusnya digunakan untuk mempercepat pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

  • Purbaya menduga perbedaan data disebabkan oleh kekeliruan pencatatan atau kurangnya ketelitian di tingkat daerah, dan mengingatkan agar dana tersebut tidak dipindahkan ke pusat atau disimpan di bank besar di Jakarta.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga kuartal III 2025. Ia mengungkapkan, terdapat dana sebesar Rp233 triliun milik pemerintah daerah yang masih mengendap di bank

Padahal, dia menyebut seharunya dana itu digunakan mempercepat pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

“Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” ujar Purbaya dalam Acara Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Senin (20/10/2025).

1. Belanja daerah menumpuk di akhir tahun

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Purbaya menjelaskan, dana tersebut merupakan sisa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang belum dibelanjakan. Ia mencatat bahwa pemerintah daerah kerap menghabiskan anggaran secara masif menjelang akhir tahun.

Meski demikian, setiap tahun tetap ada sisa anggaran sekitar Rp100 triliun yang tercatat sebagai Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Dana SILPA ini umumnya digunakan untuk membayar gaji atau kontrak pada awal tahun berikutnya.

2. Perbedaan data antara Kemendagri dan Pemerintah Pusat

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan adanya selisih data terkait dana daerah yang mengendap di bank. Menurut Kementerian Dalam Negeri, jumlah dana yang belum digunakan sebesar Rp215 triliun, sementara data pemerintah pusat mencatat angka Rp233 triliun.

“Kalau dari data bank sentral, semuanya sudah by system dan mencakup bank-bank di seluruh Indonesia, termasuk Bank Indonesia. Kalau dari catatan pemerintah daerah beda Rp18 triliun, itu perlu diinvestigasi. Ke mana perginya uang sebanyak itu?” kata Purbaya.

3. Dana harus dorong sektor riil di daerah

ilustrasi arus kas (IDN Times/Aditya Pratama)

Purbaya menduga perbedaan data bisa disebabkan oleh kekeliruan pencatatan atau kurangnya ketelitian di tingkat daerah. Namun, ia menegaskan bahwa selama dana tersebut tetap berada di daerah dan digunakan untuk kegiatan produktif, maka akan memberi dampak positif bagi perekonomian lokal.

Ia juga mengingatkan agar dana tersebut tidak dipindahkan ke pusat atau disimpan di bank besar di Jakarta. Sebaliknya, dana harus dimanfaatkan melalui bank daerah agar perputaran uang dapat mendukung UMKM dan pembangunan lokal.

“Kalau bank daerah jelek, ya dibenahi. Tapi uangnya jangan ditarik ke Jakarta. Biarkan uang itu bekerja di daerah, bantu UMKM, bantu pembangunan,” beber Purbaya.

4. Dana pemerintah disimpan dalam bentuk deposito?

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Purbaya turut merespons kekhawatiran publik mengenai dana pemerintah pusat senilai Rp230 triliun yang dikabarkan disimpan dalam bentuk deposito di bank komersial. Menurutnya, isu ini perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap pengelolaan dana negara.

“Ini memang harus dicek. Jangan sampai pemerintah pusat juga bermain bunga. Tugas kita bukan mencari bunga dari simpanan, tapi memastikan uang negara dipakai untuk membangun dan berdampak langsung ke rakyat,” ujar Purbaya.

Editorial Team