Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-10-13 at 14.13.54 (1).jpeg
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melakukan inspeksi dadakan (sidak) ke Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) Graha Segara di Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (IDN Times/Triyan).

Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh.

Menurutnya, saat ini pengelolaan proyek Whoosh berada di bawah Danantara, holding BUMN yang baru dibentuk. Selain itu, Danantara juga telah menerima seluruh dividen dari perusahaan-perusahaan BUMN yang seharusnya disetor ke kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), namun kini dialihkan kepada Danantara dengan total nilai mencapai sekitar 80 persen.

"Whoosh dikelola oleh Danantara kan. Danantara sudah ambil 80 persen lebih dividen dari BUMN, harusnya mereka tarik dari situ saja," kata Purbaya ditemui di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) Graha Segara, Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/10/2025).

1. Utang kereta cepat Whoosh harusnya dikelola Danantara

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Purbaya menegaskan pengelolaan utang proyek kereta cepat Whoosh sebaiknya berada di bawah Danantara. Oleh karena itu, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang tersebut bukanlah langkah yang tepat.

"Harusnya mereka tarik pembayarannya dari dividen. Malah bisa bagus kalau bisa ditarik dari sana," ujarnya.

Purbaya menilai janggal jika beban utang proyek tetap ditanggung oleh Kementerian Keuangan melalui APBN, sementara Danantara yang menikmati keuntungan dari dividen BUMN.

"Jadi, kalau pakai APBN dulu, agak lucu. Karena untungnya ke mereka, susahnya ke kita. Harusnya kalau mau diambil, ambil semua sekalian," kata dia.

2. KCIC merupakan konsorsium Indonesia dengan China

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KJCB) oleh PT KCIC (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Kereta cepat dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Adapun KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia dengan konsorsium China.

Konsorsium Indonesia adalah PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dengan kepemilikan saham 60 persen. Adapun konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd mengantongi saham KCIC 40 persen.

PSBI terdiri dari empat BUMN, yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, PT Wijaya Karya (Persero) tbk atau WIKA, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII. KAI adalah pemegang saham mayoritas di PSBI, yakni 51,37 persen.

3. Pembengkakan proyek Whoosh mencapai Rp18,76 triliun

Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh. (dok. KCIC)

Proyek kereta cepat mengalami pembengkakan biaya alias cost overrun pada proses pembangunannya. Cost overrun itu telah disepakati sebesar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp18,76 triliun.

Untuk menutupinya, perusahaan-perusahaan di balik megaproyek Indonesia dan China harus mengajukan pinjaman, suntikan modal negara hingga dari konsorsium China. Adapun suntikan modal dari Beijing Yawan HSR Co. Ltd sekitar Rp8,4 triliun.

Proyek Kereta Cepat telah dibangun sejak 21 Januari 2016. Awalnya, kebutuhan biaya proyek tersebut diperkirakan hanya 6,07 miliar dolar AS atau setara Rp86,67 trililiun. Namun, pada akhirnya ditetapkan biaya proyek bertambah lagi sebesar Rp18,76 triliun.

Penyebab utama biaya proyek bengkak adalah pembebasan lahan, karena harga tanah yang perlu dibebaskan naik. Kedua, situasi-situasi yang tidak terduga seperti kondisi geologi di tunnel 2 yang berada di area clay shale. Kondisi itu membuat pembangunan sempat terhambat dan akhirnya berdampak pada penambahan biaya.

Berdasarkan jurnal Politeknik Negeri Bandung, clay shale merupakan jenis tanah ekspansif yang akan mengalami pengembangan atau peningkatan volume apabila berkontaksi dengan air. Ketiga, pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia pada 2020 menyebabkan pembengkakan biaya dari penerapan protokol kesehatan, proses karantina, dan juga tes COVID-19.

Lalu, proyek KCJB juga menggunakan teknologi GSM-R untuk persinyalan kereta api cepat. Teknologi itu digunakan sebagai teknologi transmisi data (train control data) mengadopsi teknologi yang dipakai di China Railway. Di China, penggunaan frekuensi GSM-R tidak tidak membutuhkan biaya.

Kelima, pembengkakan biaya proyek KCJB juga disebabkan kebutuhan investasi untuk instalasi listrik. Keenam, ada beberapa pekerjaan lainnya yang menyebabkan kebutuhan biaya untuk proyek tersebut melonjak.

Untuk memastikan proyek Kereta Cepat bisa kembali dilanjutkan, pemerintah melalui APBN menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI selaku ketua konsorsium BUMN di proyek tersebut. PMN yang disetujui sebesar Rp3,2 triliun.

Penyuntikan PMN itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2022 tentang Penambahan PMN Indonesia ke Dalam Modal Saham PT KAI pada 31 Desember 2022.

Editorial Team