Jakarta, IDN Times - Di tengah pandemik COVID-19 ini, sejumlah stimulus digelontorkan pemerintah, salah satunya dengan menerbitkan surat utang global atau global bond sebesar US$ 4,3 miliar dalam tiga bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI 1050, dan RI0470. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut itu adalah surat utang negara dengan nilai terbesar dalam sejarah Indonesia.
Upaya mengincar pasar global tidak hanya dilakukan kementerian. Giliran perusahaan pelat merah yang merilis global bond di tengah pandemik COVID-19. Pada 4 Mei lalu, Hutama Karya merilis obligasi global sebesar US$600 juta atau setara Rp9 triliun (kurs Rp15000). Sehari setelahnya, PT Bank Mandiri Tbk menerbitkan surat utang global senilai US$500 juta atau setara Rp7,5 triliun (kurs Rp 15.086 per dollar AS).
Tak mau ketinggalan, holding perusahaan tambang, Inalum atau yang kini bernama MIND ID, merilis obligasi global sebesar US$ 2,5 miliar, atau setara dengan Rp37,5 triliun (kurs Rp 15.000 per dollar AS).
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai aksi perusahaan BUMN memilih menerbitkan obligasi dalam denominasi dolar alias global bond itu wajar. Sebab, menurutnya, jumlah besaran penerbitan global bond lebih besar dibanding penerbitan dalam negeri
"Apalagi di tengah pandemik, selain untuk kebutuhan internal perusahaan, BUMN juga diminta untuk bisa support stimulus-stimulus yang sekarang giat dikeluarkan pemerintah," katanya kepada IDN Times belum lama ini.