Regulasi Beratkan IHT, Serikat Pekerja Harap Perlindungan Pemerintah

Intinya sih...
- FSP RTMM-SPSI mendukung pengentasan kemiskinan dan pengangguran pekerja di sektor tembakau.
- Regulasi PP 28/2024 mengancam ekosistem tembakau dengan aturan kemasan rokok polos tanpa merek.
Jakarta, IDN Times - Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman- Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mendukung upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran para pekerja di sektor tembakau yang saat ini mengalami berbagai ancaman serius dari regulasi yang memberatkan.
Ketua Pimpinan Daerah FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyatakan, Industri Hasil Tembakau (IHTl menjadi salah satu sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja besar.
Saat ini, RTMM DIY tercatat memiliki 5.250 orang anggota yang mayoritas bekerja di pabrik rokok.
“Para pekerja ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari rantai pasok tembakau, mulai dari petani hingga pedagang yang memasarkan produk tembakau,” kata Waljid dilansir dalam keterangan tertulis, Rabu (24/10/2024).
1. Kemasan rokok polos bikin sulit bedakan rokok legal dan ilegal
Adapun beberapa regulasi yang memberatkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) yang di dalamnya mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter.
Selain itu, ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan PP Nomor 28/2024 juga mengancam ekosistem tembakau secara keseluruhan.
Aturan ini menyeragamkan kemasan produk rokok dan menghilangkan identitas dan merek produk tembakau, sehingga akan menjadi sulit untuk membedakan produk rokok legal dan rokok ilegal.
2. Muncul ancaman di industri hasil tembakau
Kebijakan yang memberatkan itu tidak hanya akan mengancam para pekerja di pabrik rokok, namun juga para petani dan pedagang.
Akibatnya, petani tembakau serta pedagang kelontong yang sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan kesulitan memasarkan produk tembakau yang selama ini menjadi sumber pemasukan untuk sehari-hari.
“Di saat yang sama para pekerja pabrik juga masih dibayangi oleh ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karena kondisi ekonomi yang tidak menentu,” kata Waljid.
3. Luas area perkebunan tembakau di Gunung Kidul capai 113,31 ha
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat luas areal perkebunan tembakau milik rakyat di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2023 mencapai 113,31 hektare dengan produksi 63,84 ton.
Adapun jumlah masyarakat yang membuka usaha skala UMKM sampai September 2024 mencapai 58.740 orang, meningkat dibandingkan akhir tahun 2023 sebanyak 57.761 orang .
Oleh karena itu, RTMM DIY mengapresiasi berbagai langkah calon kepala daerah yang berupaya memberikan perlindungan terhadap petani dan pelaku UMKM.
“Perlindungan yang diberikan oleh pemimpin daerah penting untuk menjaga kelangsungan hidup saudara kami para petani dan pedagang kecil, tetapi juga para pekerja yang mata pencahariannya saat ini selalu penuh ketidakpastian,” kata Waljid.