22 Juta Pekerjaan di Negara Maju Hilang karena COVID-19

Pekerjaan kaum muda paling terdampak COVID-19

Jakarta, IDN Times – Sebanyak 22 juta pekerjaan telah hilang di negara maju karena pandemik COVID-19, kata Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Rabu 7 Juli 2021.

Prospek ketenagakerjaan tahunan OECD mengatakan, skema retensi pekerjaan yang diluncurkan selama puncak krisis virus corona telah menyelamatkan sekitar 21 juta pekerjaan. Namun negara-negara kaya menghadapi ancaman meningkatnya angka pengangguran jangka panjang karena banyak pekerja berketerampilan rendah yang terlantar akibat pandemik, kesulitan untuk mengisi lowongan pekerjaan baru.

“Banyak pekerjaan yang telah hilang selama krisis pandemik ini tidak akan pulih,” kata Stephane Carcillo, kepala divisi pekerjaan dan pendapatan OECD, selama pengarahan saat rilis laporan tersebut.

Baca Juga: PPKM Darurat, Pekerja Terpaksa WFH 100% Berhak Dapat Upah

1. Angka pengangguran masih tinggi

22 Juta Pekerjaan di Negara Maju Hilang karena COVID-19Ilustrasi Work From Home (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada Mei 2021, jumlah pengangguran di antara negara-negara OECD turun menjadi 6,6 persen, tetapi tetap setidaknya 1 persen di atas tingkat pra-pandemik.

Sementara itu, dari 22 juta orang yang tetap tidak bekerja di seluruh negara OECD, 8 juta menganggur dan 14 juta dianggap tidak aktif.

2. Pemulihan pekerjaan kembali normal Q3 2023

22 Juta Pekerjaan di Negara Maju Hilang karena COVID-19Ilustrasi Bekerja (IDN Times/Sukma Shakti)

OECD mengatakan tidak mengharapkan pekerjaan secara keseluruhan di semua negara anggota akan kembali normal hingga kuartal ketiga (Q3) tahun 2023. Namun, masing-masing negara yang telah menunjukkan penanganan yang lebih baik terhadap krisis, seperti di Asia-Pasifik, dapat pulih lebih cepat.

Dampak dari setengah pengangguran yang berkelanjutan itu akan dirasakan paling buruk oleh kaum rentan, perempuan dan pekerja berketerampilan rendah, yang secara tidak proporsional terwakili di sektor-sektor yang paling terpukul oleh pandemik.

Orang-orang muda juga cenderung terkena dampak yang lebih buruk daripada populasi pekerja dewasa yang lebih luas, kata laporan itu.

“Bekas luka bisa dirasakan untuk waktu yang lama bagi kaum muda dalam hal pekerjaan dan upah,” kata Stefano Scarpetta, direktur urusan ketenagakerjaan, perburuhan dan sosial di OECD.

Baca Juga: Mantan Menkeu Australia Cormann Terpilih Jadi Sekjen OECD

3. Orang-orang muda sangat terdampak

22 Juta Pekerjaan di Negara Maju Hilang karena COVID-19Ilustrasi Work From Home (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut OECD, dampaknya bagi kaum muda setidaknya dua kali lebih tinggi daripada orang dewasa pada umumnya, dan kaum muda di Kanada, Amerika Serikat (AS), Meksiko, dan Spanyol termasuk di antara yang paling terpukul.

Menurut data OECD, sebelumnya hal ini juga pernah terjadi, di mana butuh waktu 10 tahun penuh bagi pekerjaan kaum muda untuk kembali ke tingkat normal setelah Krisis Keuangan Global 2008.

Untuk menghindari efek yang tersisa dari hal itu, langkah-langkah yang lebih besar perlu diambil kali ini untuk berinvestasi pada kaum muda, misalnya melalui magang dan pelatihan ulang, kata Scarpetta.

“Pesan utamanya adalah: Kita harus melakukan yang lebih baik kali ini. Kita tidak bisa membiarkan orang muda terkena dampak yang begitu parah,” katanya.

Sementara itu, munculnya pekerjaan jarak jauh telah menjadi titik terang dari situasi tersebut, mendorong pengusaha untuk lebih fleksibel dan inklusif dalam kebijakan kerja mereka.

Ke depan, Scarpetta mengatakan ada potensi kerja jarak jauh lebih luas. Namun, tantangan aksesibilitas tetap harus diatasi, baik dalam hal siapa yang dapat bekerja dari jarak jauh maupun sumber daya yang diperlukan untuk melakukannya.

“Jika tidak, itu mungkin menjadi perpecahan lain di pasar tenaga kerja,” katanya.

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya