Dunia Dilanda Gelombang Utang ke-4, Ini Pesan Bank Dunia

COVID-19 menyebabkan utang dunia meningkat

Jakarta, IDN Times – Bank Dunia atau World Bank mengatakan dunia sedang dilanda gelombang utang keempat karena pandemik COVID-19. Hal itu telah menyebabkan peningkatan tahunan utang pemerintah paling tajam dalam lebih dari 30 tahun.

Pandemik asal Wuhan, Tiongkok tersebut juga telah membawa dampak buruk pada banyak pasar berkembang dan negara berkembang, sehingga dibutuhkan tindakan cepat dan tegas untuk mencegah krisis utang baru muncul, kata David Malpass, Presiden Bank Dunia.

“Sudah pada tingkat rekor sebelum pandemik, baik beban utang domestik dan eksternal telah menjadi jauh lebih berat karena kontraksi yang menghancurkan dalam pendapatan di pasar negara berkembang dan negara berkembang,” katanya, mengutip The Guardian, Selasa (5/1/2021).

Baca Juga: Intip Gaji Pegawai 5 Bank Besar di Indonesia, Ada yang Ratusan Juta!

1. Ketimpangan antara si kaya dan si miskin melebar

Dunia Dilanda Gelombang Utang ke-4, Ini Pesan Bank DuniaKantor Bank Dunia di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. (Google Street View)

Malpass juga mengatakan kemerosotan terbesar dalam ekonomi global sejak 1930-an ini telah memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, dan ada risiko bahwa pemulihan ekonomi untuk orang-orang miskin akan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Laporan Prospek Ekonomi Global (GEP) lembaga yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS) itu mengatakan hanya akan ada pemulihan yang lemah pada 2021, di mana proyeksi pertumbuhan 4 persen masih menyisakan output 5 persen di bawah tren sebelum krisis.

Bank juga mengatakan bahwa ada “risiko material” yang disebabkan kemunduran dalam menangani pandemik. Di mana dampaknya akan membuat rebound jauh lebih lemah di saat berbagai negara dihadapkan pada kesulitan keuangan yang semakin meningkat.

2. Gagal bayar

Dunia Dilanda Gelombang Utang ke-4, Ini Pesan Bank DuniaIlustrasi Utang (IDN Times/Arief Rahmat)

GEP juga menyebut bahwa beberapa negara telah mengalami gagal membayar utang dan ada lebih banyak negara lagi yang berisiko mengalami kesulitan utang. Oleh karena itu, serangkaian intervensi kebijakan yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi gelombang utang keempat ini, kata Malpass. Sebelumnya hal serupa pernah terjadi pada saat krisis utang Amerika Latin pada 1980-an dan krisis keuangan Asia pada 1990-an.

“Komunitas global perlu bertindak cepat dan tegas untuk memastikan gelombang utang terbaru tidak berakhir dengan krisis utang di pasar negara berkembang dan negara berkembang, seperti yang telah terjadi sebelumnya,” kata GEP. “Pandemik telah memperburuk risiko dan kerentanan terkait utang.”

Baca Juga: Bank Dunia Dukung Pemerintah Indonesia Terapkan Omnibus Law 

3. Tantangan pemulihan

Dunia Dilanda Gelombang Utang ke-4, Ini Pesan Bank DuniaPresiden Bank Dunia, David Malpass (Instagram/WorldBank)

Malpass lebih lanjut mengatakan bahwa saat ini terdapat hambatan dalam menghasilkan paket yang komprehensif untuk meringankan utang. Hambatan itu adalah keengganan kreditor sektor swasta dan beberapa negara, terutama Tiongkok, untuk mengambil bagian dalam upaya tersebut.

Padahal, Malpass mengatakan partisipasi yang lebih besar dari semua kreditor bilateral swasta dan resmi, diperlukan untuk membantu negara-negara yang mengalami kesulitan utang. Selain itu diperlukan juga praktik transparansi utang yang lebih baik yang mengatasi kerahasiaan dan pembatasan dalam kontrak utang dan reformasi legislatif untuk mempercepat restrukturisasi utang sektor swasta, jelasnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya