Kejahatan Crypto Cetak Rekor di 2021, Capai Rp196 Triliun

Ledakan penipuan dan pencurian terjadi di platform DeFi

Jakarta, IDN Times – Kejahatan yang melibatkan cryptocurrency menyentuh level tertinggi sepanjang masa pada tahun lalu. Nilai kejahatan cryptocurrency pada tahun lalu mencapai sebesar 14 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp196 triliun. Begitu laporan dari peneliti blockchain, Chainalysis, pada Kamis (6/1/2022).

Rekor itu muncul di saat para regulator menyerukan agar dibuat lebih banyak aturan di sektor yang tumbuh cepat itu.

"Crypto yang diterima oleh alamat dompet digital, terkait dengan aktivitas terlarang termasuk penipuan, pasar darknet, dan ransomware, melonjak 80 persen dari tahun sebelumnya," kata Chainalysis dalam sebuah laporan, dikutip dari Channel News Asia.

Chainalysis menyebut aktivitas tersebut hanya mewakili 0,15 persen dari total volume transaksi kripto, level terendah yang pernah ada.

Baca Juga: 5 Manfaat Fintech bagi Kehidupan, Bisa Bantu Pertumbuhan Bitcoin!

1. Volume transaksi melonjak

Kejahatan Crypto Cetak Rekor di 2021, Capai Rp196 TriliunIlustrasi Bitcoin (ANTARA/REUTERS/Dado Ruvic)

Chainalysis yang berbasis di AS mengatakan, volume transaksi secara keseluruhan melonjak menjadi 15,8 triliun dolar AS pada 2021. Itu berarti naik lebih dari lima kali lipat dari tahun sebelumnya.

Aset digital, dari Bitcoin hingga token yang tidak dapat dipertukarkan (NFT), semakin populer pada 2021 akibat semakin banyak investor dan perusahaan besar yang merangkulnya.

Banyak investor baru berinvestasi di cryptocurrency karena tertarik pada keuntungan besar yang mungkin diperoleh dengan cepat, serta harapan Bitcoin dapat menjadi tempat perlindungan nilai terhadap inflasi yang melonjak.

2. Kekhawatiran regulator

Kejahatan Crypto Cetak Rekor di 2021, Capai Rp196 TriliunThe Conversation

Namun nyatanya cryptocurrency masih tunduk pada peraturan yang tidak merata, membuat investor hanya memiliki sedikit jalan untuk melawan kejahatan.

Pengawas keuangan dan pembuat kebijakan di berbagai negara, mulai dari AS sampai Jerman, telah resah atas penggunaan crypto untuk pencucian uang. Beberapa lembaga itu mendesak anggota parlemen untuk memberi mereka kekuatan yang lebih besar atas industri ini.

"Penyalahgunaan mata uang kripto menciptakan hambatan besar untuk adopsi yang berkelanjutan, meningkatkan kemungkinan pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah, dan yang terburuk adalah mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah di seluruh dunia," kata Chainalysis.

 

Baca Juga: Memahami Apa Itu Mata Uang Kripto, Bitcoin dan Blockchain

3. Kejahatan crypto banyak terjadi di DeFi

Kejahatan Crypto Cetak Rekor di 2021, Capai Rp196 TriliunIlustrasi Bitcoin (ANTARA/Shutterstock)

Chainalysis mengatakan hal yang mendorong peningkatan kejahatan adalah ledakan penipuan dan pencurian di platform desentralisasi keuangan (DeFi).

Situs DeFi menawarkan pinjaman, asuransi, dan layanan keuangan lainnya, yang memungkinkan transaksi tidak melalui bank, telah menghadapi sejumlah gangguan, mulai dari kelemahan dalam kode yang mendasarinya dan tata kelola tidak jelas.

Pencurian cryptocurrency secara keseluruhan tumbuh lebih dari lima kali lipat dari 2020, di mana ada senilai sekitar 3,2 miliar dolar AS koin dicuri tahun lalu. Sekitar 2,2 miliar dolar AS dari dana tersebut, atau sekitar 72 persen dari total, dicuri dari situs DeFi.

"Penipuan di platform DeFi, seperti rug pulls, di mana pengembang menyiapkan peluang investasi palsu sebelum menghilang dengan uang tunai investor, mencapai 7,8 miliar dolar AS, melonjak 82 persen di 2021," kata Chainalysis.

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya