Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251201-WA0005.jpg
Optimalisasi event belanja nasional 2025. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Komitmen perkuat kerja sama dengan global south melalui BRICS.

  • Targetkan 2027, Indonesia resmi jadi anggota OECD.

  • Uni Eropa berpeluang menunda implementasi EUDR hingga 2027.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Indonesia menyetujui penyetoran investasi awal sebesar 1 miliar dolar AS, atau sekitar Rp16,65 triliun (kurs Rp16.655 per dolar AS), sebagai bagian dari langkah Indonesia untuk bergabung dan berpartisipasi dalam New Development Bank (NDB).

“New Development Bank dan pemerintah telah sepakat mengenai penyediaan dana investasi sebesar 1 miliar dolar AS. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjadi anggota, tetapi juga langsung terlibat aktif dalam program pembiayaan NDB,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (1/12/2025).

NDB merupakan bank yang didirikan oleh negara BRICS untuk mendukung pengembangan sumber daya alam, proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan juga mendorong ekonomi negara-negara berkembang. Bank ini memiliki modal awal sebesar 100 miliar dolar AS yang disetorkan oleh negara-negara pendiri.

1. Komitmen perkuat kerja sama dengan global south melalui BRICS

Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto usai bertemu dengan Sekjen OECD, Mathias Cormann. (IDN Times/Triyan)

Airlangga menegaskan komitmen tersebut mencerminkan peran aktif Indonesia dalam memperkuat kerja sama negara-negara Selatan (global south) melalui BRICS, sejalan dengan semangat Konferensi Asia-Afrika. Ia berharap keanggotaan ini dapat membuka akses pasar baru dan memperluas kolaborasi ekonomi dengan negara-negara berkembang yang menjadi kekuatan penting ekonomi global.

Selaras dengan itu, pemerintah juga terus mengembangkan diplomasi ekonomi dengan Blok Barat dan negara-negara Pasifik. Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia sedang mempersiapkan proses aksesi Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) yang dijadwalkan dimulai pada 2026.

“Rapat kemarin telah menyetujui aksesi Indonesia tahun depan. Uruguay sudah lebih dahulu membentuk tim dan memulai prosesnya. Setelah itu, Indonesia, Meksiko, dan Peru akan menyusul dalam proses aksesi CPTPP,” jelasnya.

2. Targetkan 2027, Indonesia resmi jadi anggota OECD

ilustrasi OECD (oecd.org)

Tak hanya itu, progres positif juga terlihat dalam proses aksesi Indonesia menuju keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Setelah perundingan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) diselesaikan pada September 2025 lalu, dukungan dari negara-negara anggota OECD semakin menguat.

“Dari 37 negara anggota OECD, sekitar 34 negara telah secara terbuka mendukung Indonesia. Targetnya, pada 2027 kita bisa resmi menjadi anggota OECD,” ujar Airlangga.

3. Uni Eropa berpeluang menunda implementasi EUDR hingga 2027

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (IDN Times/Triyan).

Di sisi lain, Airlangga menyampaikan optimismenya bahwa Uni Eropa akan menunda implementasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) hingga 2027. Menurutnya, peluang penundaan tersebut semakin terbuka setelah Indonesia dan Uni Eropa menyepakati perjanjian Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) pada 23 September lalu.

“Dengan kerja sama Indonesia melalui I-EU CEPA, Uni Eropa kembali mengajukan penundaan implementasi EUDR, yang sebelumnya sudah dibawa ke Parlemen, hingga tahun 2027,” ujar Airlangga.

Ia menambahkan bahwa jika usulan penundaan ini diputuskan, Indonesia bersama sejumlah negara lain yang menolak penerapan regulasi tersebut akan memiliki ruang waktu yang lebih memadai untuk melakukan penyesuaian.

Sejak pertama kali diperkenalkan pada 2019, EUDR memang menimbulkan kekhawatiran dan penolakan dari berbagai pihak. Regulasi ini dianggap tidak melibatkan negara produsen komoditas yang akan terdampak, seperti kayu (timber), kelapa sawit, kopi, kakao, kedelai, karet, dan sapi (cattle). Selain itu, aturan tersebut dinilai belum mempertimbangkan kapasitas produsen kecil, keberadaan regulasi nasional yang berdaulat termasuk skema sertifikasi sawit berkelanjutan—serta aspek perlindungan data pribadi.

“Ini juga merupakan kemenangan bagi Indonesia, karena Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang memiliki pandangan sejalan (like-minded countries) dan mengambil posisi memimpin dalam mendorong perbaikan ketentuan EUDR,” tambahnya.

Sebagai catatan, EUDR awalnya direncanakan mulai berlaku pada akhir 2024, namun pelaksanaannya ditunda satu tahun oleh Komisi Eropa untuk memberikan waktu lebih bagi pelaku usaha menyiapkan pemenuhan kewajiban. Pada September 2025, Komisi Eropa kembali mempertimbangkan penundaan tambahan satu tahun karena sistem teknologi informasi yang tersedia dinilai belum mampu menangani beban data besar yang akan dihasilkan oleh regulasi tersebut.

Editorial Team