Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Diskusi Turmoil & Opportunity: Strategic Investment Discussion During Uncertainty di Menara Imperium, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).
Diskusi Turmoil & Opportunity: Strategic Investment Discussion During Uncertainty di Menara Imperium, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).

Intinya sih...

  • Indonesia perlu membuka ruang negosiasi dengan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif impor Trump
  • Perlu mengurangi defisit dan melakukan tawar-menawar untuk memperoleh tarif impor ideal sekitar 10 persen

Jakarta, IDN Times – Senior Chief Economist PT Samuel Sekuritas Indonesia, Fitra Faisal mengatakan, kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menjadi pertimbangan penting bagi Indonesia dalam upaya menumbuhkan perekonomian domestik.

“Tarif bersifat subjektif. Oleh karena itu, untuk menekannya, kita perlu mengurangi defisit,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Turmoil & Opportunity: Strategic Investment Discussion During Uncertainty yang diselenggarakan di Jakarta, dikutip Jumat (23/5/2025).

1. Ruang negosiasi harus dioptimalkan

Ilustrasi neraca perdagangan. (Dok. Antara)

Ia menambahkan, Indonesia memiliki peluang untuk membuka ruang negosiasi dengan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif impor tersebut, dengan melakukan tawar-menawar dan bernegosiasi secara tepat.

Fitra menjelaskan, Indonesia masih membutuhkan impor untuk sejumlah komoditas tertentu, sehingga terdapat ruang untuk melakukan negosiasi.

“Kita masih perlu membeli berbagai produk, seperti peralatan pertahanan, kedelai, gandum, dan lain sebagainya,” ujarnya.

2. Indonesia menggali potensi sumber daya mineral dalam negeri

Ilustrasi area tambang (freepik.com/senivpetro)

Ia juga menyoroti Indonesia saat ini tengah menggali potensi sumber daya mineral dalam negeri, yang dapat menjadi nilai tawar dalam hubungan dagang.

Kebijakan tarif impor dari Trump, menurutnya, dapat berdampak pada aktivitas impor Indonesia. Ia menilai tarif impor yang ideal berada pada kisaran 10 persen.

“Harapannya, kita memiliki tarif 10 persen, ditambah beberapa tarif lain. Misalnya, pada industri tekstil, tarifnya bisa mencapai 20 hingga 37 persen,” ujarnya.

3. Pertumbuhan ekonomi global akan merosot

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)

Sementara itu, Chief Economist Trimegah Securities, Fakhrul Fulvan, mengatakan bahwa penguatan dolar AS terus terjadi tanpa disadari. Padahal, mayoritas transaksi internasional masih menggunakan dolar AS sebagai mata uang utama.

“Dari pasar valuta asing mengarah ke pasar AS,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini menjadikan Amerika Serikat sebagai tujuan utama dalam perdagangan internasional. Fakhrul juga menyoroti kebijakan pembelian peralatan pertahanan yang lebih banyak berasal dari Prancis, meskipun harganya relatif lebih mahal dibandingkan buatan Amerika Serikat.

“Peralatan pertahanan dari Prancis terlalu mahal. Secara rasional, seharusnya kita mengalokasikan belanja peralatan pertahanan dari Prancis ke AS,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Managing Director PT Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, mengungkapkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) global pada tahun 2024 tercatat sebesar 3,2 persen, melebihi prediksi sebelumnya yang hanya 2,8 persen.

“Jika Anda melihat pertumbuhan PDB global tahun lalu, angkanya adalah 3,2 persen. Padahal, analis dan ekonom dunia hanya memprediksi 2,8 persen,” ucapnya.

Sementara itu, PDB global tahun ini diperkirakan mengalami penurunan sebesar 0,6 persen, yaitu dari 3,2 persen menjadi 2,6 persen. Ia juga mencatat adanya perlambatan ekonomi di China, di mana pertumbuhan menurun dari 5 persen pada 2024 menjadi 4,2 persen pada 2025.

Melihat situasi tersebut, Harry menilai bahwa dunia saat ini tengah menghadapi ketidakpastian ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia harus segera mencari solusi agar perekonomian tetap tumbuh.

Menurutnya, Indonesia perlu meningkatkan daya saing untuk menarik minat investasi dari negara-negara lain. Selain itu, Indonesia juga tidak perlu terlalu bergantung pada pasar perdagangan Amerika Serikat.

Editorial Team