Konferensi Pers laporan International Trade Barrier Index 2025, Selasa (6/5/2025). (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Alih-alih terus melindungi industri lewat tarif dan pembatasan kandungan lokal, ISSA 2025 mendorong Indonesia untuk mengandalkan inovasi dan persaingan sehat. Sebab, isolasi dilihat sebagai penghambat kemajuan, sementara keterbukaan memicu produktivitas dan ketahanan.
Selain itu, pemerintah juga didorong meningkatkan kinerja sektor lain, tak hanya sektor tradisional seperti pertanian, komoditas, dan sumber daya alam. Country Manager CME, Alfian Banjaransari mengatakan inovasi harus dilakukan pada sektor lain, seperti sustainable farming, sistem logistik modern, hingga ekspor berbasis added-value.
Pada 2024, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang 12,61 persen terhadap PDB Indonesia. Perkebunan sendiri berkontribusi 4,17 persen. Kelapa sawit tetap menjadi andalan ekspor, di mana Indonesia merajai sektor ini. Industri tembakau juga memberikan sumbangan besar terhadap penerimaan negara, mencapai lebih dari Rp150 triliun per tahun.
Di saat bersamaan, sektor energi terbarukan, perumahan, dan industri kreatif terus menunjukkan pertumbuhan—dan berpotensi menjadi penopang ekonomi masa depan.
“Pemerintah perlu membiarkan sektor-sektor ini tumbuh dengan organik. Dengan insentif yang tepat dan iklim usaha yang sehat, bukan intervensi atau regulasi berlebihan, sektor lama dan sektor baru, the overlooked and the underrated, dapat tumbuh berdampingan,” ujar Alfian.
Sementara itu, Senior Partner Roland Berger, Ashok Kaul menyarankan agar pemerintah mengurangi hambatan perdagangan, dengan menerapkan kebijakan proteksionisme dalam jangka waktu pendek.
“Jika Anda membutuhkan perlindungan, lakukan untuk jangka waktu yang sangat terbatas. Jika Anda membutuhkan persyaratan konten lokal, lakukan dengan cara lain. Jangan terapkan dalam jangka waktu yang panjang, tetapi dalam jangka waktu yang pendek dan kemudian tingkatkan dalam jangka waktu yang panjang,” tutur Ashok.