PLTS Terapung Cirata, Peluru PLN Perangi Krisis Iklim Global

PLTS Cirata jadi PLTS terbesar di ASEAN

Jakarta, IDN Times - Perubahan iklim, pemanasan global, dan emisi karbon jadi beberapa isu lingkungan yang saat ini terus menjadi perhatian dunia. Ancaman terhadap generasi berikutnya dari perubahan iklim, pemanasan global, dan emisi karbon kian nyata terasa belakangan ini.

Indonesia jadi salah satu negara yang berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon pada 2030 mendatang. Komitmen itu disampaikan langsung oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB atau COP26 yang diselenggarakan di Glasgow, Skotlandia pada 2021 silam.

“Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia akan mencapai carbon net sink selambatnya tahun 2030,” kata Jokowi kala itu.

Guna mewujudkan komitmen tersebut, Jokowi memastikan pemerintah terus melakukan perbaikan terutama di sektor energi. Mulai dari pengembangan ekosistem mobil listrik, pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT), hingga pengembangan industri berbasis energi bersih semua dilakukan pemerintah agar Indonesia mencapai emisi nol karbon.

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebagai BUMN di sektor energi pun memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan komitmen Jokowi tersebut. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen penuh untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

PLN, kata Darmawan, punya tanggung jawab tetap menjadikan Bumi, terutama wilayah Indonesia sebagai tempat tinggal yang layak bagi generasi mendatang.

“Pertanyaannya adalah why are we doing it? Are we doing it because only environmental agreement seperti Kyoto Protocol, Paris Agreement atau karena ini suatu kebijakan? Ya partly, tapi the real reason adalah we doing this because we do really care, kita betul-betul peduli bahwa Bumi ini harus kita selamatkan,” tutur Darmawan kepada IDN Times.

Baca Juga: Jokowi Resmikan PLTS Terapung Cirata, Terbesar di Asia Tenggara

PLN batalkan pembangunan 13 GW PLTU

PLTS Terapung Cirata, Peluru PLN Perangi Krisis Iklim GlobalPT PLN (Persero). (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Darmawan tidak sekadar bicara. Komitmen mengurangi emisi karbon mulai PLN lakukan dengan merevisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dua tahun lalu.

Pada awalnya, PLN mengeluarkan RUPTL dengan adanya pembangunan 13 gigawatt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang bahan bakarnya adalah batu bara. Batu bara sendiri merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia.

“Itu kita keluarkan dari perencanaan, artinya PLTU yang tadinya direncanakan dibangun 13 GW ternyata tidak jadi dibangun. Artinya kita menghindari emisi gas rumah kaca dengan tidak jadi membangun PLTU dan itu sudah (meniadakan) 1,8 miliar ton emisi CO2 selama 25 tahun, luar biasa. Jadi dari planning pun sudah kita koreksi,” beber Darmawan.

Bukan hanya itu, PLN pun membatalkan kontrak pembangunan PLTU berkapasitas 1,3 GW. Bukan hal mudah tentunya membatalkan kontrak dengan mitra bisnis untuk pembangunan PLTU tersebut.

Namun, Darmawan menegaskan PLN ingin Indonesia punya masa depan lebih baik yang bisa menjadi tempat tinggal aman dan nyaman bagi generasi berikutnya. Untuk itu, pembatalan kontrak bisnis pun ditempuh oleh PLN.

“Kita ingin merencanakan masa depan lebih baik lagi akhirnya berhasil kita batalkan. Itu lagi-lagi (meniadakan) sekitar 180 juta metrik ton CO2 selama 25 tahun,” ujar dia.

Tidak cukup sampai di sana, PLN juga mengurangi ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil dalam pembangunan pembangkit listriknya.

Hal itu diwujudkan PLN dalam RUPTL yang didalamnya terdapat kepastian bahwa PLN akan memanfaatkan EBT dalam pembangunan pembangkit listriknya pada tahun-tahun mendatang.

“Kita ubah RUPTL yang tadinya didominasi dengan fossil fuel, kita ubah untuk didominasi dengan energi terbarukan. Sekitar 51,6 persen penambahan pembangkit itu berbasis EBT sampai 2030,” ucap Darmawan.

Penambahan EBT sebagai base load

PLTS Terapung Cirata, Peluru PLN Perangi Krisis Iklim GlobalPLTS Cirata jadi PLTS terbesar di ASEAN (IDN Times/Fauzan, Reynaldy Wiranata, Gilang Pandutanaya)

Perubahan rencana di dalam RUPTL pun dilakukan PLN hingga 2040 mendatang. Di dalam RUPTL 2040, PLN merencanakan pembangunan Green Enabling Transmission Line guna menyesuaikan sumber EBT dengan lokasi yang membutuhkan.

Darmawan mengakui saat ini ada banyak sekali sumber energi terbarukan sebagai base load seperti hidro atau air yang lokasinya jauh, sedangkan demand atau permintaannya justru ada di lokasi lain.

Sejalan dengan itu, PLN pun merencanakan penambahan 32 GW EBT base load ke dalam ekosistem kelistrikan dalam negeri hingga 2024 mendatang.

“Kalau kita tidak membangun green enabling transmission, kita tidak mungkin membangun pembangkit EBT, maka kita bisa menambah renewable energy base load yang beroperasi 24 jam itu sampai 32 GW capacity,” kata Darmawan.

Darmawan menambahkan, PLN juga merancang pembangunan smart grid with the state of the art of technology, skenario flexible generation, smart transmission, smart control center, smart distribution, dan smart meter. Segala bentuk pemanfaatan teknologi dan digitalisasi itu sudah dirancang PLN sejak lama dan akan segera mereka bangun dalam waktu dekat.

“Artinya dalam RUPTL yang baru sampai 2040 tadinya tanpa adanya smart grid kita hanya bisa menambah 5 gigawatt (EBT) solar and wind, tapi dengan adanya smart grid bisa menambah 28 gigawatt variabel EBT,” ujar Darmawan.

Dengan demikian, lewat tambahan 32 GW dari green enabling transmission dan 28 GW dari smart grid, maka PLN bersiap menambahkan 60 GW EBT ke dalam ekosistem kelistrikan pada 2040 mendatang. Hal tersebut pun membuat persentase penambahan pembangkit PLN hingga 2040 terdiri atas 75 persen EBT dan 25 persen gas.

“Maka tentu saja emisi gas rumah kaca yang tadinya business as usual itu mendekati 600 juta ton nanti akan kita turunkan hanya sekitar 300 sekian juta ton. Jadi artinya kita menunjukkan kepada dunia bahwa dalam memerangi perubahan iklim itu we're not only taking the ownership of the challenge, but we take, we show leadership bukan hanya di ASEAN, tapi di global, whole world,” papar Darmawan.

Baca Juga: PLN Ajak Komunitas Global Kolaborasi Wujudkan Energi Bersih

Pembangunan PLTS Terapung Cirata

PLTS Terapung Cirata, Peluru PLN Perangi Krisis Iklim GlobalPLTS Cirata jadi PLTS terbesar di ASEAN (IDN Times/Fauzan, Reynaldy Wiranata, Gilang Pandutanaya)

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata jadi bukti nyata komitmen PLN dalam penggunaan EBT sebagai sumber pembangkitnya. Dalam membangun PLTS Terapung Cirata, PLN tidaklah sendirian karena seperti apa yang disampaikan Darmawan bahwa perubahan iklim adalah krisis yang dialami secara global. Maka dari itu, penanganannya pun butuh dilakukan secara global.

“Ini adalah permasalahan global, makanya disebutnya kan global climate change karena emisi 1 ton gas rumah kaca di Jakarta, di Purwakarta, di New York, di Moskow, di Tokyo dampaknya sama. Jadi, emisi gas rumah kaca di seluruh dunia dampaknya sama, makanya ini adalah global climate change, ini adalah global problem maka kita tidak bisa menghadapi ini sendiri. Nah kita take ownership, Indonesia take the leadership, tapi kita deploy seluruh kekuatan global dalam suasana kebersamaan,” beber Darmawan.

PLTS Terapung Cirata dibangun sebagai hasil kolaborasi antara PLN melalui subholding-nya, PLN Nusantara Power bersama dengan perusahaan energi asal Uni Emirat Arab (UEA) bernama Masdar.

PLTS Terapung Cirata terletak di atas Waduk Cirata, Bandung Barat, Jawa Barat. PLTS terapung Cirata terbentang di area seluas 200 hektar yang terbangun dalam 13 blok dengan lebih dari 340 ribu solar panel.

PLTS ini mampu memproduksi 245 juta kWh energi bersih per tahun dan mampu melistriki setara lebih dari 50 ribu rumah, serta akan menekan emisi karbon lebih dari 200 ribu ton per tahun. Dengan profil tersebut, PLTS Terapung Cirata kemudian menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga terbesar di dunia.

Adapun dalam dalam skema kolaborasi pembangunan PLTS Terapung Cirata, PLN memegang mayoritas partisipasi sahamnya sebesar 51 persen, sedangkan sisanya atau 49 persen diberikan kepada Masdar.

“We take leadership, tapi ini kerja sama dengan Masdar, Uni Emirat Arab, artinya bahwa ini kolaborasi internasional, teknologinya ada, kerja sama juga dengan internasional. This is international innovation, this is co-investment, investasi bersama dan internasional, global communities,” ucap Darmawan.

Pembangunan PLTS terapung Cirata menelan biaya investasi hingga Rp1,7 triliun. Proyek ini, diklaim Darmawan, mampu menghasilkan pengembalian investasi yang menarik dan meningkatkan kepercayaan investor serta sekaligus menjawab tantangan energi bersih.

"Ini juga menjadi bukti, PLN mampu menghadirkan skema kerja sama investasi yang menarik sehingga berhasil mendorong minat investor untuk mengembangkan proyek energi terbarukan di wilayah lain," ucap dia.

Tantangan dalam pembangunan PLTS Terapung Cirata

PLTS Terapung Cirata, Peluru PLN Perangi Krisis Iklim GlobalPresiden Jokowi meresmikan Pembangkitan Listrik Tenaga Surya ( PLTS) Terapung Cirata di Purwakarta, Jawa Barat (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Kendati begitu, pembangunan PLTS Terapung Cirata bukannya tanpa tantangan. Darmawan mengakui, PLN tidak memiliki pengalaman dalam membangun PLTS terlebih dengan kapasitas dan luasan yang besar seperti di Cirata.

Namun, berkat kolaborasi dengan Masdar, pihak yang telah berpengalaman dalam pembangunan PLTS maka PLN mampu merealisasikan PLTS Terapung Cirata.

This is the first largest floating solar in Southeast Asian, ya jelas tidak mungkin kita punya pengalaman ini. Enam bulan lalu ini belum ada, today ini ada di sini. Enam bulan lalu tim dari PLN, Nusantara Power, dan Masdar kita itu produksinya sehari hanya 0,2 megawatt peak per hari. Itu pun sudah struggling karena kita masih belajar,” tutur Darmawan.

Tantangan dari segi teknis pun muncul dalam pembangunan PLTS Terapung Cirata. Waduk Cirata diketahui memiliki kedalaman hingga 100 meter dan memiliki bagian dasar berbentuk miring.

Sayangnya, anchor atau jangkar yang dibuat PLN dan Masdar untuk mengaitkan solar panel atau panel surya ke bagian bawah waduk dirancang kontak. Desain tersebut tidak bisa membuat panel surya di bagian atas mengaitkan diri dengan bagian bawah waduk.

PLN dan Masdar lalu mengubah desain jangkarnya dengan menempatkan gigi-gigi agar bisa menggigit bagian bawahnya. Hasilnya, panel surya PLTS Terapung Cirata jauh lebih stabil dan bahkan orang-orang bisa berjalan di atasnya.

“Dalam proses ini muncul yang namanya core competency baru, technical skills baru, technical know how baru. Ada kerja sama tim yang tadinya masih belum kompak sekarang jadi kompak,” kata Darmawan.

Kemudian, tantangan lain adalah dari sisi sumber daya manusia (SDM). Darmawan mengatakan, proyek pembangunan PLTS Terapung Cirata melibatkan 1.400 tenaga kerja lokal yang semuanya masih awam dengan teknologi PLTS.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, para tenaga kerja lokal itu mampu mengatasi gap atau jarak terkait pemahaman teknologi yang digunakan dalam pembangunan PLTS Terapung Cirata. Itu menjadi salah satu hasil dari kolaborasi dengan Masdar yang telah berpengalaman dalam membangun pembangkit listrik berbasis EBT.

“Jadi yang tadinya hanya 0,2 megawatt peak per hari, kita menggunakan tenaga kerja lokal yang kita coaching, training dan rasa-rasanya pada waktu itu hampir tidak mungkin ini bisa selesai dalam jangka waktu yang sudah kita jadwalkan. Di tengah itu naik menjadi 0,5 megawatt peak per hari, 1 megawatt peak per hari, 2 megawatt peak per hari, 3 megawatt peak per hari, 4 megawatt peak per hari bahkan terakhir 4,8 megawatt mendekati 5 megawatt peak per hari produksi yang ada di sini,” papar Darmawan.

Setelah melewati berbagai macam tantangan dalam pembangunannya, PLTS Terapung Cirata akhirnya diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi. PLTS Terapung Cirata pun jadi milestone bersejarah bagi Indonesia.

“Hari ini, hari bersejarah karena mimpi besar kita untuk membangun pembangkit energi baru terbarukan dalam skala besar akhirnya bisa terlaksana. Kita berhasil membangun salah satu pembangkit listrik tenaga surya terapung paling besar di Asia Tenggara dan nomor 3 di dunia,” kata Jokowi saat meresmikan PLTS Terapung Cirata pada 9 November 2023.

Sejalan dengan itu, Darmawan mengaku melihat ekspresi kebanggaan yang dipancarkan oleh Presiden Jokowi ketika meresmikan PLTS Terapung Cirata. Jokowi, kata Darmawan, bangga Indonesia bisa berkontribusi nyata dalam perang melawan perubahan iklim lewat PLTS dengan kapasitas 192 megawatt peak tersebut.

Darmawan pun memastikan kepada Presiden Jokowi bahwa apa yang dilakukan pihaknya di PLTS Terapung Cirata bukanlah sebuah akhir, melainkan awal dalam komitmen PLN menghadapi krisis iklim global.

“Kami memaparkan ke Bapak Presiden bahwa this is not an ending, this only beginning. Jadi ini adalah simbol kebangkitan Indonesia dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, dalam menghadapi tantangan transisi of energy. Kita tidak pernah menyerah, kita akan selalu berjuang ke depan. Semua tantangan, apapun hambatan kita urai sehingga Indonesia mengambil peran dalam memerangi perubahan iklim untuk masa depan generasi mendatang,” tegas Darmawan.

Baca Juga: PLN-Masdar Kaji Potensi Peningkatan Kapasitas PLTS Cirata

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya