Sejarah Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia

Hari Pemberantasan Kemiskinan diperingati setiap 17 Oktober

Jakarta, IDN Times - Tanggal 17 Oktober diperingati sebagai Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia. Kemiskinan memang menjadi topik yang tidak lekang dimakan zaman dan hampir ada di setiap belahan bumi ini.

Kemiskinan terutama banyak terjadi di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Angka kemiskinan di Indonesia pun terbilang masih cukup tinggi saat ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2021 sebanyak 27,54 orang. Angka tersebut merupakan 10,14 persen dari total penduduk Indonesia.

Cukup tingginya angka kemiskinan tersebut membuat Indonesia bersama negara-negara lain pun turut memeringati Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia yang jatuh pada 17 Oktober 2021.

Adanya peringatan terhadap momen tersebut diharapkan membuat masyarakat di dunia lebih bisa menyadari kondisi kemiskinan yang ada saat ini. Selain itu juga mendukung upaya tiap-tiap pemerintah di dunia untuk mengentaskan kemiskinan dan membangun kehidupan yang layak dan sejahtera bagi masing-masing warganya.

Berikut ini IDN Times sajikan sejumlah informasi terkait Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia yang dilansir langsung dari situs resmi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

1. Awal mula penetapan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia

Sejarah Hari Pemberantasan Kemiskinan SeduniaIlustrasi keadaan warga miskin. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Sejarah penetapan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia dimulai pada 17 Oktober 1987. Pada waktu itu, lebih dari 100 ribu orang berkumpul di Trocadero, Paris, Prancis yang juga menjadi tempat ditandatanganinya Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (HAM) pada 1948.

Berkumpulnya 100 ribu orang di lokasi tersebut adalah untuk memeringati atau memberikan penghormatan kepada orang-orang yang menjadi korban dari kemiskinan ekstrem, kekerasan, dan juga kelaparan.

Kala itu, mereka juga turut menyatakan bahwa kemiskinan merupakan pelanggaran terhadap HAM. Mereka menegaskan pula bahwa kebutuhan untuk memastikan hak-hak tersebut dipenuhi haruslah dihormati semua pihak.

Keyakinan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan di batu peringatan yang diresmikan pada hari itu. Sejak saat itu, orang-orang dari beragam latar belakang, kepercayaan, dan strata sosial berkumpul setiap tahunnya pada 17 Oktober guna memperbarui komitmen mereka dan menunjukkan solidaritas terhadap kaum papa.

Selang lima tahun setelah peristiwa di Paris tersebut atau tepatnya pada Desember 1992, Majelis Umum PBB melalui resolusi 47/196 tertanggal 22 Desember 1992 secara resmi menetapkan 17 Oktober sebagai tanggal peringatan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia.

Kemudian dalam resolusi 72/233, Majelis Umum PBB mendeklarasikan Dekade Ketiga PBB untuk Pemberantasan Kemiskinan pada tahun 2018-2027. Adapun, tema yang diusung PBB dalam Dekade Ketiga tersebut adalah "Mengakselerasi tindakan global untuk dunia tanpa kemiskinan" yang sejalan dengan agenda Pengembangan Berkelanjutan atau Sustainable Development 2030.

Baca Juga: Mensos Risma Gandeng 5.140 Mahasiswa Tangani Kemiskinan   

2. Fakta-fakta kemiskinan di dunia

Sejarah Hari Pemberantasan Kemiskinan SeduniaPexels/ Guduru Ajay Bhargav

Ada beberapa fakta dan angka yang disampaikan PBB terkait kondisi kemiskinan di dunia. Berikut IDN Times rangkum untuk kamu.

  • Pandemik COVID-19 menyebabkan peningkatan tingkat kemiskinan ekstrem di dunia dalam satu dekade terakhir. Ada 143 hingga 163 juta orang yang diprediksi jatuh ke dalam jurang kemiskinan pada 2021
  • Sebanyak 71 juga orang tenggelam dalam kemiskinan ekstrem pada 2020 akibat pandemik COVID-19
  • Para pekerja usia muda memiliki kemungkinan dua kali lebih besar jatuh dalam kemiskinan ekstrem ketimbang para pekerja usia tua atau senior
  • Pada 2015, 10 persen dari populasi dunia atau sekitar 734 juta orang hidup dengan penghasilan kurang dari 1,9 dolar per hari
  • Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara diprediksi menjadi tempat peningkatan angka kemiskinan terbesar dengan tambahan masing-masing 32 juta orang dan 26 juta orang yang merupakan dampak dari pandemik COVID-19
  • Satu dari lima anak hidup dalam kemiskinan ekstrem dan segala efek negatif yang ditimbulkan dari kemiskinan pada masa kecil bisa berdampak selamanya
  • Ada lebih dari 160 juta anak-anak di dunia yang berisiko untuk tetap hidup dalam kemiskinan ekstrem pada 2030 mendatang
  • Pada 2016, 55 persen populasi dunia atau sekitar empat miliar orang tidak mendapatkan perlindungan dari seluruh jaminan sosial yang ada
  • Ada 122 perempuan berusia 25-34 tahun dari setiap 100 laki-laki dalam kelompok umur sama yang hidup dalam kemiskinan

3. Tema Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia 2021

Sejarah Hari Pemberantasan Kemiskinan SeduniaIlustrasi Kemiskinan (ANTARA FOTO/Aprilio Akbar)

PBB menetapkan "Building Forward Together: Ending Persistent Poverty, Respecting All People and Our Planet" sebagai tema peringatan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia yang jatuh pada 17 Oktober 2021.

Tema ini diusung PBB sebagai respons terhadap pandemik COVID-19 yang menjadi pendorong utama meningkatnya angka kemiskinan di dunia selama 2020 dan 2021.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menyampaikan bahwa tema tersebut dapat direalisasikan dengan menggunakan tiga pendekatan pemulihan akibat pandemik COVID-19.

Pertama, pemulihan akibat pandemik COVID-19 haruslah transformatif. Antonio menyatakan bahwa semua pihak saat ini tidak bisa kembali ke kelemahan struktural dan ketidaksetaraan yang melanggengkan kemiskinan, bahkan sebelum pandemik COVID-19 terjadi.

"Kita semua membutuhkan kemauan politik dan kemitraan yang lebih kuat untuk mencapai perlindungan sosial universal pada 2030 dan berinvestasi pada peningkatan keterampilan kerja untuk pertumbuhan ekonomi hijau," ujar Antonio, seperti dikutip IDN Times.

Kedua, sambung Antonio adalah pemulihan yang dilakukan tiap-tiap negara haruslah inklusif.

"Penyebabnya adalah pemulihan yang tidak seimbang dan ekslusif hanya akan meninggalkan rasa kemanusiaan masyarakat. Jika itu terjadi maka kerentanan yang sudah terjadi pada kelompok-kelompok termarginalkan sebelumnya meningkat dan mendorong Sustainable Development Goals semakin jauh dari jangkauan," tutur dia.

Adapun pendekatan yang ketiga adalah pemulihan akibat pandemik COVID-19 haruslah berkelanjutan.

"Pendekatan ini harus dilakukan karena kita butuh membangun dunia yang tangguh, dekarbonisasi, dan tanpa emisi gas buang," ucap Antonio.

Baca Juga: Jokowi Targetkan Berantas Tuntas Kemiskinan Ekstrem di 2024

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya