Sri Mulyani: Indonesia Punya Tugas Pelik Hadapi Perubahan Iklim

Energi di Indonesia masih banyak yang berbasis fosil

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah memiliki tugas pelik untuk membuat Indonesia terlibat secara aktif dalam penanggulangan climate change atau perubahan iklim global.

Hal itu tak terlepas dari masih bergantungnya Indonesia terhadap penggunaan energi berbahan fosil, sedangkan banyak negara telah mulai beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT).

"Ini adalah salah satu tugas yang luar biasa pelik karena Indonesia memiliki banyak resources yang basisnya fosil fuel, baik itu oil, gas, maupun batu bara," ucap Sri Mulyani, saat menyampaikan keynote speech di Tempo Economic Briefing 2022, Selasa (14/12/2021).

Baca Juga: Tok! Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok 12 Persen Tahun Depan

1. Energy Transition Mechanism (ETM) jadi solusi

Sri Mulyani: Indonesia Punya Tugas Pelik Hadapi Perubahan Iklimilustrasi karbon (Pixabay/niekverlaan)

Oleh karena itu, Sri Mulyani bersama dengan menteri-menteri keuangan negara lainnya mendesain Energy Transition Mechanism atau ETM. Rancangan ETM dibuat untuk mengakomodir kebutuhan terhadap energi listrik yang begitu banyak dibutuhkan oleh negara-negara untuk melakukan pembangunan.

Kebutuhan energi listrik yang begitu banyak tersebut diharapkan tidak disertai dengan emisi CO2 (gas karbon) yang makin tinggi dan kemudian mampu memperparah perubahan iklim dunia.

"Sebagai menteri keuangan, saya terus aktif di dalam forum global bersama menteri keuangan lain di dalam koalisi menteri-menteri keuangan untuk melaksanakan aksi climate change ini menjadi sebuah policy action yang konkrit," ucap Sri Mulyani.

Baca Juga: Sri Mulyani Klaim Nilai Ekonomi Digital RI Terbesar di Asia Tenggara

2. Penerapan ETM di dalam negeri

Sri Mulyani: Indonesia Punya Tugas Pelik Hadapi Perubahan IklimIlustrasi harga listrik (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam penerapannya, ETM dilakukan dengan kerja sama global dan juga domestik. Untuk kerja sama di dalam negeri, Sri Mulyani menyatakan pemerintah menjalin komunikasi dengan PLN dan dunia usaha untuk melakukan desain transisi konsumsi listrik yang terjangkau dari segi biaya.

"Biaya ini tidak hanya dari sisi perusahaan, tapi juga biaya dari sisi masyarakat untuk bisa mendapatkan listrik yang tetap terjangkau dan biaya dari sisi implikasi APBN karena berarti akan ada implikasi subsidi atau penerimaan perpajakan," kata dia.

3. Kebutuhan anggaran Indonesia untuk atasi perubahan iklim

Sri Mulyani: Indonesia Punya Tugas Pelik Hadapi Perubahan IklimIlustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Diberitakan sebelumnya, Indonesia membutuhkan Rp3.779 triliun untuk menghadapi perubahan iklim dan menurunkan karbondioksida (CO2) sampai 2030. Angka ini naik dari perhitungan awal yang sebesar Rp3.461 triliun.

"Biaya untuk Indonesia saja menghindarkan atau berkontribusi dalam mengurangi CO2 luar biasa tinggi," kata Sri Mulyani dalam acara diskusi daring, Rabu (4/8/2021).

Bendahara negara ini memaparkan bahwa untuk menurunkan karbondioksida dibutuhkan investasi sebesar 365 miliar dolar AS di mana peranan pemerintah hanya 26 persen. Untuk itu diperlukan desain kebijakan dan kerangka kerja antara pemerintah, swasta dan global untuk menghadapi perubahan iklim ini

"Sehingga financing gap bisa dipenuhi dan komitmen climate change bisa dicapai. Sebuah angka yang luar biasa bersar," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan Indonesia berperan mengurangi CO2 sebesar 29 persen melalui usaha sendiri dan 41 persen melalui dukungan internasional. Adapun biaya yang diperlukan untuk mengurangi 41 persen CO2 diperkirakan mencapai 479 miliar dolar AS.

"Dalam kita melaksanakan politik di climate change kita melakukan bukan karena tekanan atau permintaan dari negara lain. Tapi karena kita tahu, Indonesia punya tanggung jawab untuk ikut jaga ketertiban dunia," ujarnya.

Baca Juga: Jokowi: Kita Tinggalkan Energi Fosil dan Beralih ke Energi Terbarukan

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya