Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi menjelaskan suasana pasar global bergerak konstruktif pada Kamis setelah kesepakatan untuk mengakhiri penutupan pemerintah Amerika Serikat (AS) meredam dorongan kenaikan harga emas lebih lanjut.
Pelaku pasar kini menanti rilis kembali serangkaian data ekonomi AS yang sebelumnya tertunda, seiring dimulainya kembali operasi federal. Data tersebut diperkirakan dapat mempertajam ekspektasi terhadap potensi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) pada Desember mendatang.
"Penutupan pemerintah AS terlama dalam sejarah, yang dimulai 1 Oktober, resmi berakhir setelah Presiden Donald Trump menandatangani langkah pendanaan sementara pada Rabu malam. Keputusan ini diambil tak lama setelah Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui paket pendanaan tersebut dengan perolehan suara 222–209. Kesepakatan itu memastikan operasional federal berjalan kembali hingga 30 Januari 2026, dan memperpanjang pendanaan untuk sejumlah departemen hingga 30 September 2026," tegas Ibrahim dalam keterangannya.
Menurutnya, prospek kebijakan moneter The Fed yang semakin dovish membebani Dolar AS (USD) dan menahan imbal hasil obligasi Treasury di level rendah. Kondisi tersebut menjadi faktor yang membatasi pelemahan harga emas, mengingat logam mulia tidak menawarkan imbal hasil.
Secara keseluruhan, sentimen investor masih cenderung positif terhadap emas. Kombinasi faktor makroekonomi dan struktur teknikal yang mendukung terus menopang tren bullish logam mulia tersebut, terutama menjelang rilis data-data penting terkait inflasi, tenaga kerja, dan aktivitas manufaktur yang selama ini tertunda akibat penutupan pemerintah.