Ia menjelaskan sentimen positif datang dari data inflasi Amerika Serikat yang dirilis baru-baru ini, menunjukkan tren moderasi harga konsumen.
Data tersebut memperkuat pandangan bahwa tekanan inflasi mulai mereda, membuka peluang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga dalam beberapa bulan ke depan. Selain itu, tekanan terhadap dolar AS juga datang dari faktor politik dalam negeri.
Di samping itu, Presiden AS, Donald Trump, dikabarkan mengancam akan menuntut Ketua The Fed, Jerome Powell, jika kembali menjabat. Pernyataan kontroversial ini menambah ketidakpastian pasar dan turut menekan nilai tukar dolar AS.
"Dengan sentimen global yang cenderung mendukung mata uang emerging markets, rupiah diproyeksikan bergerak dalam kisaran Rp16.200 hingga Rp16.300 per dolar AS dalam jangka pendek," tegasnya.