Jualan Kopi di Gunung, Metodenya Gak Kampung 

Ternyata, pedagang di gunung melek digital juga

Jakarta, IDN Times - Siapa bilang mereka yang berjualan di gunung tak melek dengan teknologi. Entib contohnya, petani kopi Gunung Wangun, ternyata sudah sadar akan pentingnya digitalisasi dalam membangun usaha.

Dari penampilan, Entib sekilas memang terlihat sederhana. Tapi, ternyata dia merupakan seorang digital immigrant yang mulai menyadari arti pentingnya teknologi dalam bisnis.

Kesadaran ini muncul ketika Entib berdiskusi dengan anak dan keponakannya. Memiliki ambisi untuk memperkenalkan kopi Gunung Wangun, Entib pada akhirnya mulai membangun jejaring digital pemasaran produknya. Dia mulai menempatkan produknya di marketplace tertentu, agar bisa meningkatkan penjualannya.

"Ada itu keluarga yang bantu. Anak sama keponakan olah di marketplace. Dari situ, juga dikenal sama orang-orang. Alhamdulillah, banyak pesanan juga dari kafe di sekitaran Bogor dan wilayah lainnya yang dekat," ujar Entib kepada IDN Times beberapa waktu lalu.

1. Kemasan di marketplace atraktif

Jualan Kopi di Gunung, Metodenya Gak Kampung Petani Kopi Gunung Wangun Dua Babakan Madang, Entib, berhasil menempati posisi lima besar festival kopi di Prancis. (IDN Times/Satria Permana)

Ketika akun Kopi Gunung Wangun Dua disambangi, memang terbilang cukup menarik kemasannya. Meski terakhir aktif lebih dari sebulan lalu di marketplace tersebut, pada dasarnya kopi Gunung Wangun sudah memiliki konsep iklan menarik.

Ada video yang disematkan dengan sinematik atraktif. Selain itu, iklan berupa banner yang diunggah cukup atraktif.

"Memang, lumayan lama gak aktif. Tapi, dari situ, malah pesanan datang lewat WhatsApp, atau Facebook. Kafe-kafe sekitar Sentul banyak yang pesan. Ada juga konsumen langsung yang pesan lewat WhatsApp atau Facebook. Mereka sudah kenal sama kopinya," kata Entib.

2. Penjualan stabil selama pandemik

Jualan Kopi di Gunung, Metodenya Gak Kampung Petani Kopi Gunung Wangun Dua Babakan Madang, Entib, berhasil menempati posisi lima besar festival kopi di Prancis. (IDN Times/Satria Permana)

Karena kondisi itu pula, Entib mengaku selama masa pandemik COVID-19, pesanan kopi yang menghampirinya tak menurun.

Justru, pesanan yang datang malah stabil. Itu karena konsumen memesan biji kopi kepada Entib selama tiga tahun terakhir.

"Alhamdulillah sih, pandemik ya ada saja pesanan. Kopinya juga mulai dikenal ya, jadi orang sudah tahu rasanya. Mereka merasa cocok," ujar Entib.

3. Transaksi jadi praktis dengan QRIS

Jualan Kopi di Gunung, Metodenya Gak Kampung Petani Kopi Gunung Wangun Dua Babakan Madang, Entib, berhasil menempati posisi lima besar festival kopi di Prancis. (IDN Times/Satria Permana)

Digitalisasi usaha kopi Gunung Wangun yang dibangun Entib tak hanya berhenti di situ. QRIS disediakan Entib di kedai kopi rumahan yang dibangun olehnya.

Tentu, ini memudahkan pelanggan yang mau membeli kopi olahan Entib. Ya, meski sederhana, Entib mengaku tetap saja ada pembeli yang mampir untuk menikmati kopi racikannya secara langsung di kedai.

"Sekarang kan Sentul sudah dibuka tuh wisata tracking, naik gunung kecil-kecilan, macam-macam lah. Jadi, banyak wisatawan yang lewat sini, penasaran beli kopinya. Ada yang beli biji atau bubuk. Beberapa beli kopi susu. Pernah waktu itu juga ada orang Prancis yang lihat, eh beli buat oleh-oleh," kata Entib.

Dengan menggunakan QRIS BRI, Entib merasa begitu terbantu. Sebab, itu memudahkannya dalam bertransaksi dan lebih aman.

"Praktis karena gak usah pakai kembalian, langsung masuk rekening. Selain itu, menghindari uang palsu. Aman kan jadinya," kata Entib.

Baca Juga: Cerita Tabri, Difabel Penjual Kopi Asal Jember Naik Haji

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya