Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Djaka Budi Utama (kanan) ketika masih berpangkat Mayjen ketika menerima cenderamata dari Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto (kiri) saat pelantikan sebagai Irjen Kementerian Pertahanan. (www.instagram.com/@91agussubiyanto)
Djaka Budi Utama (kanan) ketika masih berpangkat Mayjen ketika menerima cenderamata dari Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto (kiri) saat pelantikan sebagai Irjen Kementerian Pertahanan. (www.instagram.com/@91agussubiyanto)

Intinya sih...

  • Industri hasil tembakau kontribusi 10 persen ke penerimaan negara dari cukai untuk APBN.
  • Gappri menyoroti padatnya regulasi yang menjerat industri hasil tembakau legal, menyebabkan penurunan kinerja penerimaan negara dari cukai.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok lndonesia (Gappri) merespons kabar pergantian Direktur Jenderal alias Dirjen Bea dan Cukai dari Askolani kepada Letjen Djaka Budi Utama.

Ketua Umum Gappri Henry Najoan menyatakan pihaknya menaruh harapan besar kepada Djaka untuk menjaga keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) legal tetap terjaga di tengah tekanan regulasi dan penurunan kinerja penerimaan negara dari cukai.

"Pasalnya, IHT berkontribusi 10 persen terhadap penerimaan negara dari cukai tembakau untuk APBN. Belum termasuk kontribusi lainnya seperti pajak, serapan tenaga kerja, dan lainnya," ujar Henry Najoan, dikutip Kamis (22/5/2025).

1. Penerimaan dari cukai hasil tembakau turun

Ilustrasi peredaran rokok ilegal. (Dok/Bea Cukai).

Gappri merupakan organisasi yang berdiri sejak 1950 dan menaungi pabrik rokok kretek dari golongan I, II, dan III dengan pangsa pasar mencapai 70 persen dari total produksi nasional.

Saat ini, kata Henry, industri kretek legal tengah menghadapi sejumlah tantangan berat, salah satu persoalan terbesar adalah padatnya regulasi karena terdapat lebih dari 500 peraturan fiskal dan non-fiskal yang menjerat IHT, banyak di antaranya dinilai tidak selaras dan lebih berpihak pada kepentingan industri asing melalui FCTC-WHO.

"Akibatnya, kinerja penerimaan cukai hasil tembakau pun ikut terganggu. Tahun 2024 penerimaan cukai hanya mencapai Rp216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp230,4 triliun. Produksi rokok legal pun terus menurun," ungkap Henry.

2. Soroti aturan PP 28/2024

ilustrasi puntung rokok (pexels.com/stefan)

Gappri juga menyoroti dampak dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang dinilai mengancam kedaulatan ekonomi, khususnya pada pasal-pasal yang membahas pengamanan zat adiktif.

Adanya pembatasan kandungan nikotin dan tar menyulitkan produsen lokal serta petani tembakau, karena mayoritas tembakau lokal memiliki kadar nikotin tinggi. Aturan bahan tambahan pun dinilai dapat menghilangkan ciri khas rokok kretek.

"Pasal-pasal dalam PP 28/2024 menimbulkan kebingungan. Kami mohon pemerintah meninjau ulang," kata Henry.

3. Minta relaksasi masa pembayaran pita cukai

ilustrasi rokok (unsplash.com/Andres Siimon)

Tak hanya itu, Gappri juga meminta relaksasi masa pembayaran pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari guna menjaga daya tahan ekonomi pabrikan.

Mereka juga mendesak moratorium kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran rokok hingga 2029, mengingat tingginya beban pungutan negara yang mencapai 70 persen-82 persen per batang rokok legal.

Gappri juga mengusulkan kebijakan tarif cukai yang lebih inklusif dan berkeadilan melalui Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2026-2029 yang mempertimbangkan aspek kesehatan, tenaga kerja, pertanian tembakau, hingga peredaran rokok ilegal.

Di sisi lain, Gappri tetap mendukung pemberantasan rokok ilegal melalui operasi gempur hingga menyasar produsen ilegal. Gappri juga berharap dapat beraudiensi dengan Dirjen Bea Cukai yang baru untuk membahas solusi menjaga pendapatan negara sekaligus keberlangsungan industri tembakau nasional.

"Dengan dialog terbuka, kami ingin mendukung tujuan nasional menjaga pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah, dan menjaga investasi," ucapnya. 

Editorial Team