Subsidi Listrik Terancam Bengkak Gegara Kurs dan Harga Minyak

- Kenaikan subsidi dipicu oleh kurs dan harga minyak yang tidak stabil
- Subsidi listrik terus naik dari tahun ke tahun, mencapai Rp90,32 triliun pada 2025
- Penjualan listrik tumbuh seiring kenaikan konsumsi, mencapai 76,63 TWh pada 2025
Jakarta, IDN Times - Pemerintah telah mengalokasi subsidi listrik dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025 sebesar Rp87,72 triliun. Angka tersebut diperkirakan membengkak menjadi Rp90,32 triliun.
"Kalau kami hitung untuk outlook (proyeksi) 2025 adalah Rp90,32 triliun," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P. Hutajulu di Gedung DPR RI pada Senin, dikutip Selasa (1/7/2025).
1. Kenaikan subsidi dipicu kurs dan ICP yang tidak stabil

Jisman menjelaskan, proyeksi kenaikan subsidi listrik dipengaruhi tiga faktor utama yang tidak dapat dikendalikan pemerintah, yaitu harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan inflasi.
Dia menekankan fluktuasi kurs sangat memengaruhi besaran subsidi. Nilai tukar rupiah tercatat terus bergerak dari Rp14 ribu ke Rp15 ribu hingga Rp16 ribu per dolar AS. Hal serupa juga terjadi pada ICP yang turut mengalami volatilitas tinggi.
"Nah ada hal yang mendasari, terutama yang kurs dan ICP ini sangat volatile yang tidak bisa kita kendalikan," sebutnya.
2. Subsidi listrik terus naik dari tahun ke tahun

Jisman memaparkan subsidi listrik meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2020, anggaran subsidi tercatat sekitar Rp48 triliun, lalu naik menjadi hampir Rp50 triliun pada 2021, Rp59 triliun pada 2022, dan Rp68 triliun pada 2023. Tahun 2024, subsidi kembali meningkat menjadi Rp77 triliun.
Untuk 2025, alokasi subsidi dalam APBN telah ditetapkan sebesar Rp87,72 triliun. Dia memaparkan realisasi penyerapan anggaran sudah mencapai Rp35 triliun.
"Perhitungan di sampai dengan 2025 sudah mencapai Rp35 triliun untuk penyerapannya dan outlooknya Rp90,32 triliun," jelasnya.
3. Penjualan listrik tumbuh seiring kenaikan konsumsi

Jisman menuturkan volume penjualan listrik terus meningkat. Pada 2020, tercatat sekitar 55 terawatt hour (TWh), lalu bertambah hampir 12 TWh. Pada 2024, volume penjualan mencapai sekitar 71 TWh dan ditargetkan naik menjadi 73 TWh pada 2025.
Hingga Mei 2025, realisasi penjualan listrik telah mencapai 31 TWh. Pemerintah memproyeksikan volume penjualan hingga akhir tahun mencapai 76,63 TWh.
"Jadi ada penambahan penjualan, mungkin lebih baik ekonominya barangkali sehingga penggunaan listriknya juga bertambah," tambahnya.