Jakarta, IDN Times - Meningkatnya gejolak ekonomi global mulai memberikan dampak nyata terhadap perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 yang hanya mencapai 4,87 persen secara tahunan (year on year/yoy), gagal menembus batas psikologis 5 persen.
Kondisi tersebut menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret di tengah target ambisius pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam lima tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tak ingin roda ekonomi melambat lebih jauh, Prabowo bersama tim ekonominya langsung tancap gas.
Pemerintah segera mengumumkan lima paket stimulus senilai total Rp24,44 triliun yang akan digelontorkan secara bertahap mulai Juni hingga Juli 2025. Namun beragam stimulus ini dinilai belum cukup untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun.
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai, stimulus ini memang berpotensi menopang konsumsi masyarakat. Namun, menurutnya, kebijakan tersebut belum cukup kuat untuk mendorong lonjakan permintaan secara signifikan, baik pada paruh kedua 2025.
“Apalagi jika tidak diiringi dengan perbaikan struktur pendapatan dan iklim usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja,” ujar Yusuf saat dihubungi, Senin (9/6/2025).
Itu lantaran laju daya beli masyarakat saat ini sedang berada dalam tekanan struktural, tidak hanya sementara. Oleh karena itu, kebijakan jangka pendek seperti stimulus ini hanya akan menjadi penopang sesaat, bukan solusi jangka panjang. Langkah pemberian stimulus ekonomi hanya menjadi alat penahan agar ekonomi tidak melorot terlalu dalam.