Beli Pertalite Jadi Dibatasi? Ini Jawaban Pemerintah

Masih dibahas antarkementerian

Jakarta, IDN Times - Pemerintah sampai saat ini masih membahas kebijakan pengaturan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tepat sasaran. Kebijakan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar subsidi itu masih dalam pembahasan antarkementerian.

“Sekarang sedang dibahas antarkementerian. Intinya kita berupaya agar subsidi tepat sasaran itu berjalan dengan baik. Pengaturan itu bahwa yang berhak harus mendapatkan (BBM subsidi). Jangan yang tidak berhak mendapatkan (subsidi) malah menghabiskan,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji dikutip dari situs web resmi Kementerian ESDM, Selasa (18/10/2022).

Baca Juga: RON Pertalite Dituding cuma 86, Ini Jawaban Pertamina

1. Pemerintah akan segera umumkan kebijakan pembatasan pembelian Pertalite

Beli Pertalite Jadi Dibatasi? Ini Jawaban PemerintahIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Tutuka menjelaskan bahwa pemerintah berupaya menjaga kepentingan masyarakat yang berhak dan memerlukan BBM bersubsidi. Diharapkan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar  Minyak dapat segera selesai.

“Sekarang masih dibahas. Mudah-mudahan dapat segera dipublikasikan,” sebutnya.

Dijelaskan lebih lanjut, nantinya akan digunakan teknologi sistem informasi untuk menyaring masyarakat yang berhak menggunakan BBM bersubsidi. Kemudian untuk BBM jenis Solar, pemerintah juga akan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.  

“Nanti ada sistem yang disiapkan dipergunakan untuk kepentingan (menyaring masyarakat yang berhak) tersebut. Pemda cenderung kerja sama untuk Solar,” ujar Tutuka.

Baca Juga: Pemerintah Uji Kualitas Pertalite yang Disebut Boros, Ini Hasilnya

2. Penyaluran BBM subsidi salah sasaran

Beli Pertalite Jadi Dibatasi? Ini Jawaban PemerintahIDN Times/Siti Nurhaliza

Selama ini penyaluran BBM subsidi pun tidak tepat sasaran, mayoritas dinikmati oleh orang-orang berduit. Sedangkan kalangan bawah hanya menikmati sedikit. Seperti yang pernah diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa kuota Pertalite sebanyak 86 persen dikonsumsi oleh rumah tangga, dan 14 persen oleh dunia usaha.

Dari segmen rumah tangga, Pertalite paling banyak dinikmati oleh rumah tangga mampu, yakni sebanyak 80 persen. Kemudian hanya 20 persen saja Pertalite yang dinikmati oleh rumah tangga miskin.

"Dari Rp93,5 triliun (kompensasi Pertalite), ini 80 persennya dinikmati oleh rumah tangga yang relatif mampu, atau bahkan sangat kaya, 60 persennya. Jadi hampir Rp60 triliun sendiri dari Rp90 triliun tadi. Sedangkan masyarakat miskin yang menggunakan untuk motor dan yang lain-lain yang mengonsumsi Pertalite dia hanya mengonsumsi 20 persennya," kata Sri Mulyani.

Solar juga tidak tepat sasaran. Dalam paparannya, Sri Mulyani menjabarkan bahwa 89 persen kuota Solar subsidi dinikmati oleh dunia usaha, dan 11 persen dinikmati oleh rumah tangga.

Sayangnya, dari 11 persen Solar yang dikonsumsi rumah tangga, 95 pesennya dinikmati rumah tangga mampu, dan hanya 5 persen saja yang dinikmati oleh rumah tangga miskin, meliputi petani dan nelayan.

Baca Juga: Harga Pertalite Belum Bisa Turun Susul Pertamax, Kenapa?

3. Pemerintah dinilai bimbang batasi pembelian BBM bersubsidi

Beli Pertalite Jadi Dibatasi? Ini Jawaban PemerintahSPBU Pertamina (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Menurut Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan kebijakan pembatasan pembelian BBM subsidi pasti akan berdampak pada perekonomian. Hal itu kemungkinan membuat pemerintah bimbang dalam memutuskan.

Bayangkan saja, jika biasanya kalangan tertentu membeli Pertalite seharga Rp10 ribu per liter kemudian diharuskan membeli BBM minimal jenis Pertamax seharga Rp14.500, beban pengeluarannya pasti akan bertambah.

"Saya kira pemerintah galau ya dan masih bimbang karena pembatasan ini pasti berdampak terhadap perekonomian nasional juga," ujarnya kepada IDN Times belum lama ini.

Menyikapi inisiatif yang dilakukan Pertamina, Mamit menilai itu bak dua sisi mata uang. Di satu sisi Pertamina bertindak tanpa regulasi, tapi di sisi lain upaya yang mereka lakukan dapat mencegah stok BBM habis dalam waktu dekat.

Untuk itu, menurutnya revisi Perpres 191/2014 sudah mendesak untuk segera diberlakukan. Jika tidak, jebolnya kuota BBM subsidi alias over kuota akan terus menjadi masalah berulang dari tahun ke tahun.

"Nanti kejadian sama terulang kembali pada tahun 2023 jika tidak ada pembatasan, tidak ada kepastian, ya tahun depan akan ada over kuota lagi, selalu berulang. Jadi saya kira perlu ada pembatasan," tambahnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya