BPH Migas Izinkan SPBU Batasi Pembelian Pertalite

Agar kuota tercukupi sampai akhir tahun

Jakarta, IDN Times - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) membolehkan SPBU membatasi pembelian Pertalite oleh konsumen, meskipun pemerintah belum menerbitkan hasil revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Perpres 191 direvisi oleh pemerintah sebagai payung hukum untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi dengan RON 90 tersebut. Hanya saja, revisi yang dilakukan belum rampung. Oleh karenanya, BPH Migas belum bisa menerbitkan peraturan turunan terkait pembatasan Pertalite.

"Sebetulnya dari BPH Migas kan belum mengeluarkan aturan mengenai pembatasan pembelian volume ya untuk Pertalite, kami masih menunggu penerbitan dari revisi Perpres dulu, utamanya adalah untuk pengaturan konsumen penggunanya ya, setelah itu baru nanti kita atur,"  kata Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui saluran YouTube BPH Migas, Selasa (2/5/2023).

Baca Juga: Penyaluran Pertalite Capai 9,26 Juta Kiloliter hingga April

1. SPBU dibolehkan batasi pembelian Pertalite untuk menjaga kecukupan kuota

BPH Migas Izinkan SPBU Batasi Pembelian PertaliteIlustrasi BBM Pertalite. (Dok. Pertamina)

Erika menerangkan, meskipun belum ada payung hukum yang melandasinya, BPH Migas tetap mengizinkan SPBU untuk membatasi pembelian Pertalite demi mengamankan kuota BBM bersubsidi yang telah ditetapkan.

"Nah, mengenai adanya pembatasan pembelian volume Pertalite di beberapa daerah itu memang kami perbolehkan. Jadi, artinya masing-masing daerah kan punya kuota masing-masing dan kita minta kepada daerah itu untuk mengamankan kuota tersebut," tuturnya.

Jadi, BPH Migas mempersilakan tiap-tiap daerah mengatur agar kuota Pertalite cukup sampai akhir tahun sehingga pihaknya membolehkan dan tidak melarang dilakukan pembatasan.

"Intinya daerah itu boleh mengatur sepanjang aturan itu lebih ketat. Jadi, tidak boleh lebih longgar dari apa yang sudah dikeluarkan oleh BPH gitu. Kita kan sampai sekarang belum mengeluarkan aturan berapa maksimal pembelian. Tapi kalau daerah kemudian merasa itu perlu untuk menjaga kuotanya cukup sampai akhir tahun dipersilakan," tambahnya.

Baca Juga: 6 Perbedaan Pertamax dan Pertalite yang Perlu Kamu Tahu 

2. Kuota BBM berpotensi jebol jika tak diatur

BPH Migas Izinkan SPBU Batasi Pembelian PertaliteDirektur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Pemerintah tak kunjung menyelesaikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Hal itu berpotensi menyebabkan kuota BBM subsidi jebol.

"Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014, berpotensi terjadinya overkuota JBT Solar dan JBKP Pertalite," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (14/2/2023).

Oleh karenanya, diperlukan pengaturan konsumen pengguna melalui revisi Perpres 191/2014, agar dapat dilakukan pengendalian konsumsi dan subsidi menjadi lebih tepat sasaran.

Baca Juga: Harga BBM Terbaru di SPBU Pertamina per 1 Mei 2023

3. Sudah saatnya pemerintah membatasi BBM subsidi

BPH Migas Izinkan SPBU Batasi Pembelian PertaliteSuasana SPBU di kawasan Senayan, Jalan Hang Lekir I, Jakarta Pusat usai pemerintah menaikkan harga BBM, Sabtu (3/9/2022). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi heran mengapa pemerintah hingga kini tak kunjung merampungkan revisi Perpres 191. Padahal, menurut Fahmy penting untuk dilakukan pembatasan BBM bersubsidi agar tepat sasaran.

"Saya juga gak habis pikir itu ya, padahal Perpres 191 itu sangat penting untuk melakukan pembatasan," kata dia kepada IDN Times.

Selain itu, adanya payung hukum tentang pembatasan BBM subsidi seperti Pertalite juga membuat aparat mempunyai dasar untuk menindak penyelewengan.

"Aparat gak bisa menindak karena tidak ada dasar hukumnya. Tapi kalau itu sudah dimasukkan dalam Perpres 191 maka aparat bisa menindak, dasarnya itu tadi," terangnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya