Dampak Perfect Storm Lebih Parah dari Krisis 1998?

Banyak negara yang tumbang

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto, mengungkapkan dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ada ancaman perfect storm yang dapat mengguncang perekonomian, yang digambarkan dengan 5C.

Airlangga menyebutkan perfect storm berkaitan dengan 5C, terdiri dari COVID-19, conflict atau perang Rusia-Ukraina, climate change (perubahan iklim), commodity price (harga komoditas), dan cost of living (biaya hidup).

"COVID-19 belum selesai, konflik Rusia-Ukraina semakin meningkat, tantangan climate change di beberapa negara, termasuk Indonesia, seperti banjir dan longsor. Kemudian, juga harga komoditas yang sempat naik namun sekarang mulai agak landai. Biaya hidup ataupun inflasi yang masih menjadi beban perekonomian ke depan," katanya pada acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2022 secara virtual, Kamis (13/10/2022).

1. Negara yang jadi pasien IMF lebih banyak dibandingkan saat krisis 1998

Dampak Perfect Storm Lebih Parah dari Krisis 1998?IMF (www.aa.com)

Beberapa hari yang lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) baru saja merilis laporan World Economic Outlook di Oktober 2022. Airlangga menyatakan dalam catatan dari publikasi tersebut, ekonomi global diperkirakan melambat. Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 adalah 3,2 persen dan pada 2023 adalah 2,7 persen.

Saat ini, sudah ada 28 negara yang antre menjadi pasien IMF. Jumlahnya lebih banyak dibandingkan saat terjadi krisis keuangan Asia pada 1998 silam.

"Bapak Presiden juga menyebutkan bahwa sudah ada 28 negara yang masuk melalui meminta bantuan dari IMF, dibandingkan dengan pada saat krisis finansial di Asia yang jumlah negara masuk pasien IMF jauh lebih kecil dari itu," ujarnya.

Airlangga menyatakan lebih dari 55 negara, ekonominya melambat bahkan ada yang mengalami kontraksi seperti Sri Lanka, Rusia, dan Ukraina. Belum lagi, tekanan inflasi seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sehingga memaksa bank sentralnya menaikkan suku bunga yang sudah mencapai 300 basis poin. Begitupun bank sentral Uni Eropa yang menaikkan suku bunga hingga 125 basis poin.

Baca Juga: 28 Negara Mau Utang ke IMF, Airlangga: Lebih Parah dari Krisis 98

2. Sejumlah indikator ekonomi Indonesia masih bagus

Dampak Perfect Storm Lebih Parah dari Krisis 1998?ilustrasi ekonomi (IDN Times)

Meskipun Bank Indonesia sudah meningkatkan suku bunga sebanyak 75 basis poin. Namun, menurut Airlangga, inflasi Indonesia relatif moderat dibandingkan negara lain yaitu 5,95 persen.

"Di mana berbagai negara termasuk Amerika di atas delapan persen, sementara Uni Eropa di atas sembilan persen. Ini adalah bukti kerja sama yang baik antara sektor fiskal dan moneter," tuturnya.

Kerja sama semua pihak termasuk di pasar modal juga berhasil membuat ekonomi Indonesia mampu tumbuh pada kisaran lima persen selama tiga kuartal terakhir. Pada kuartal III-2022 dan IV, pertumbuhannya ditargetkan masih bisa bertahan pada kisaran lima persen.

"Dari sisi konsumsi dan investasi, beberapa indikator termasuk indeks keyakinan konsumen masih terjaga, PMI juga kemarin pada level yang tinggi di 53,7, dan perbankan kreditnya tumbuh di atas 10 persen pada Juni 2022," ujar Airlangga.

Kemudian, neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan masih mencatatkan kinerja yang positif. Pada Januari hingga Agustus, neraca perdagangan surplus 35 miliar dolar AS, didukung oleh beberapa komoditas andalan seperti batu bara, kelapa sawit, dan nikel. Demikian pula cadangan devisa dan rasio utang yang berada pada level aman.

"Kami melihat adanya volatilitas tinggi di pasar modal. Namun, return pasar modal kita secara year-to-date, masih sekitar lima persen. Ini lebih baik daripada beberapa market seperti Malaysia -11 persen, Shanghai atau China -18 persen, bahkan S&P di AS -24 persen," ujar Airlangga.

3. Berbagai upaya dilakukan untuk meredam guncangan

Dampak Perfect Storm Lebih Parah dari Krisis 1998?Ilustrasi Bantuan Sosial (Bansos). (IDN Times/Aditya Pratama)

Pemerintah terus menjaga perekonomian agar berada pada jalur yang tepat. Untuk itu dilakukan berbagai upaya, salah satunya penambahan bantuan sosial sebesar Rp24,17 triliun untuk menjaga daya beli masyarakat, terdiri dari bantuan langsung tunai (BLT) BBM hingga bantuan subsidi upah (BSU).

"Kami juga meminta agar dua persen dari DTU (dana transfer umum) diarahkan untuk subsidi transportasi dan ini dialokasikan oleh pemerintah daerah sebesar Rp3,4 triliun," ujarnya.

Baca Juga: Luhut: Indonesia Siapkan Skenario Terburuk Hadapi Perfect Storm

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya