Faisal Basri Pertanyakan Sumber Data Jokowi soal Hilirisasi

Tuding pemerintah tak dapat apa-apa dari hilirisasi nikel

Jakarta, IDN Times - Ekonom senior Faisal Basri merespons sanggahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo atas kritik yang disampaikan Faisal mengenai program hilirisasi pemerintah.

Faisal sebelumnya mengkritik kebijakan hilirisasi lantaran hasilnya lebih menguntungkan negara lain daripada industri di dalam negeri. Orang nomor satu di Indonesia itu kemudian menepis kritik Faisal menggunakan angka-angka.

"Angka-angka yang disampaikan Presiden tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya. Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China," tulis Faisal melalui situs web miliknya.

1. Faisal pertanyakan nilai ekspor yang disebut Jokowi capai Rp510 triliun

Faisal Basri Pertanyakan Sumber Data Jokowi soal HilirisasiPresiden Jokowi resmikan Smelter Nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara pada Senin (27/12/2021). (dok. Biro Pers Kepresidenan)

Faisal mengutip data 2014, di mana nilai ekspor bijih nikel dengan kode HS 2604 hanya Rp1 triliun. Angka itu diperoleh dari ekspor senilai 85,913 juta dolar AS dikalikan rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, yaitu Rp11.865 per dolar AS.

"Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dolar AS. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per dolar AS, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun," ujarnya.

Namun, terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan Presiden Jokowi dan dirinya, Faisa mengakui bahwa benar ada lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat. Menurutnya itu sangat fantastis.

Di balik itu, Faisal mempertanyakan apakah uang dari hasil ekspor tersebut mengalir ke Indonesia? Kata dia, hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel, 100 persen dimiliki oleh China. Di saat yang sama, Indonesia menganut rezim devisa bebas.

"Maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri," tuturnya.

Baca Juga: Jokowi Tak Akan Setop Hilirisasi meski Freeport Berencana Gugat RI

2. Faisal sebut pemerintah tak dapat apa-apa dari industri smelter nikel

Faisal Basri Pertanyakan Sumber Data Jokowi soal HilirisasiTambang nikel PT Makmur Lestari Primatama di wilayah Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. (dok. MLP)

Faisal menyebut ekspor nikel berbeda dengan komoditas sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar, ditambah pungutan berupa bea sawit.

"Untuk ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya. Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," ujarnya.

Ketika keuntungan perusahaan sawit dan olahannya dikenakan pajak keuntungan perusahaan atau pajak penghasilan badan, kata dia, perusahaan smelter nikel justru bebas pajak keuntungan badan karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih.

Jadi, dia menuding pemerintah tidak mendapatkan apapun dari besarnya laba atau keuntungan yang dinikmati perusahaan smelter nikel.

"Perusahan-perusahaan smelter China menikmati “karpet merah” karena dianugerahi status proyek strategis nasional. Kementerian Keuanganlah yang pada mulanya memberikan fasilitas luar biasa ini dan belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada BKPM," sambungnya.

Perusahaan smelter, tambah Faisal juga tidak membayar royalti. Sebab, yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel, yang mana hampir semuanya adalah pengusaha nasional.

"Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor," tambahnya.

3. Sanggahan Jokowi yang dibalas Faisal Basri

Faisal Basri Pertanyakan Sumber Data Jokowi soal HilirisasiPresiden Jokowi meninjau pembangunan smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) (dok. Sekretariat Presiden)

Presiden Jokowi sebelumnya merespons kritik dari Faisal Basri mengenai hilirisasi sumber daya alam (SDA) di Tanah Air.

"Kalau hitungan kita ya, contoh ya, saya berikan contoh nikel saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk ke industrial, hilirisasi menjadi Rp510 triliun," kata Jokowi kepada jurnalis, Kamis (10/8/2023).

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, pemerintah memungut pajak dari setiap ekspor yang dilakukan oleh pengusaha. Tentu saja, semakin besar nilai ekspor, semakin banyak pula pajak yang diterima negara.

"Mengambil pajak dari Rp17 triliun sama ambil pajak dari Rp500 triliun gedean mana? Karena dari situ, dari hilirisasi kita bisa mendapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), semuanya ada di situ. Coba dihitung aja dari Rp17 triliun sama yang Rp500 triliun gedean mana," ujarnya.

Baca Juga: Faisal Basri Kritik Hilirisasi SDA, Jokowi Beberkan Data Ini

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya