Kemenkeu Bantah Mandatory Spending Dihapus karena Negara Bokek

Pemerintah usulkan Rencana Induk Kesehatan

Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara atas mandatory spending yang tak dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan).

Mandatory spending adalah anggaran kesehatan 5 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang wajib disediakan negara.

Juru bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo mengatakan, semangat pemerintah untuk bidang kesehatan justru mempertajam dan memastikan agar terjamin kesinambungan pendanaannya melalui Rencana Induk Kesehatan (RIK).

"Bahkan, dengan konsep baru, disebut alokasi anggaran kesehatan malah dapat melebihi 5 persen APBN sebagaimana mandatory spending saat ini," kata Prastowo melalui akun Twitter @prastow, dikutip IDN Times, Sabtu (24/6/2023).

Baca Juga: PKS Desak Pemerintah Tidak Hapus Mandatory Spending di RUU Kesehatan

1. Bantah pemerintah bokek sehingga hapus mandatory spending

Kemenkeu Bantah Mandatory Spending Dihapus karena Negara Bokekilustrasi tenaga kesehatan (IDN Times/Aditya Pratama)

Prastowo menerangkan, pada pelaksanaan APBN 2022, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga alokasi mandatory spending sesuai amanat UU, bahkan di saat pemerintah melakukan realokasi anggaran serta melakukan perubahan rincian APBN melalui Perpres 98/2022.

Pada APBN 2022, anggaran kesehatan dialokasikan sebesar Rp255,39 triliun. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2022 yang sudah diaudit, realisasi anggaran kesehatan di angka Rp188,12 triliun atau 73,66 persen.

"Dengan demikian, melihat komitmen pemerintah selama ini dalam memenuhi mandatory spending demi melaksanakan amanat UU, prematur untuk menyebut pemerintah menghapus mandatory spending, apalagi karena bokek," ujar Prastowo.

2. Pemerintah usulkan Rencana Induk Kesehatan

Kemenkeu Bantah Mandatory Spending Dihapus karena Negara BokekIlustrasi layanan kesehatan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai pemanfaatan anggaran melalui mandatory spending tidak efektif. Oleh karenanya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menghapus kebijakan tersebut di dalam RUU Kesehatan.

Menkes berpendapat kebijakan mandatory tidak efektif dan efisien untuk mencapai pemenuhan substansi alokasi anggaran kesehatan. Dia mengusulkan adanya Rencana Induk Kesehatan lima tahun sebagai metode baru untuk menggantikan kebijakan mandatory spending. Dalam RIK itu, detail-detail program kesehatan sudah dirumuskan di rencana besar tersebut.

"Pengalaman mandatory spending itu tidak 100 persen mencapai tujuan. Tujuan dialokasikannya mandatory spending bukan besarnya alokasi. Tetapi, adanya komitmen spending anggaran dari pemerintah untuk memastikan program di sektor tertentu bisa berjalan," ungkap Budi seperti dikutip dari kantor berita ANTARA.

Baca Juga: Organisasi Profesi Kesehatan Mendemo RUU Kesehatan Omnibus Law

3. PKS-Demokrat tolak RUU Kesehatan disahkan di rapat paripurna

Kemenkeu Bantah Mandatory Spending Dihapus karena Negara BokekSejumlah anggota DPR mengikuti rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Sebelumnya, telah dilakukan pembahasan mini fraksi yang dilakukan oleh sembilan fraksi dan pemerintah di ruang rapat kerja komisi IX DPR pada Senin (19/6/2023).

Berdasarkan rapat kerja pada Senin lalu, diketahui ada dua fraksi yang menolak RUU Kesehatan yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan, dua partai lainnya yakni Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyetujui dengan catatan.

Semula, RUU Kesehatan bakal dibawa ke rapat paripurna yang digelar Selasa (20/6/2023), namun belakangan agenda itu ditunda.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya