Perbedaan Rumah Subsidi, Komersil dan MBR Plus Usulan Pengembang

Solusi masyarakat berpenghasilan nanggung

Jakarta, IDN Times - Pengembang mengusulkan pemerintah menyediakan skema kredit pemilikan rumah (KPR) masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Plus, alias untuk masyarakat berpenghasilan nanggung.

Dalam hal ini, kemampuan finansial masyarakat berpenghasilan nanggung tidak cukup untuk membeli rumah menengah, tapi juga tidak terakomodir untuk mendapatkan rumah subsidi.

"MBR Plus itu adalah pendapatan yang nanggung, dia beli rumah menengah gak bisa, beli rumah sederhana kelasnya bukan yang sederhana," kata Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida kepada IDN Times, Jumat (2/6/2023).

Lantas seperti apa skema rumah MBR Plus yang diusulkan pengembang kepada pemerintah?

Baca Juga: Aturan Harga Rumah Subsidi Direvisi, Ini Bocoran Kenaikannya

1. Bebas PPN dan PPh cuma 1 persen

Perbedaan Rumah Subsidi, Komersil dan MBR Plus Usulan PengembangIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Rumah komersil atau nonsubsidi dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen, sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Kemudian, dikenakan juga pajak penghasilan (PPh) atas penjualan rumah sebesar 2,5 persen berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final Atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan, besar Pajak Penghasilan.

Nah, skema MBR Plus yang diusulkan pengembang adalah bebas PPN dan PPh hanya 1 persen. Dengan kata lain, perlakuan pajaknya sama seperti pada rumah subsidi.

"(MBR Plus) itu tidak dikenakan PPN, PPh-nya 1 persen tapi bunganya bunga umum bukan bunga subsidi," sebutnya.

Baca Juga: Minta Harga Rumah Subsidi Naik, Pengembang: Sudah Tidak Profit

2. Harga tak lebih dari Rp300 juta

Perbedaan Rumah Subsidi, Komersil dan MBR Plus Usulan PengembangIlustrasi Kredit Cicilan Rumah. (IDN Times/Aditya Pratama)

Harga rumah subsidi yang ditetapkan pemerintah dibedakan antarwilayah. Di Jabodetabek misalnya, rumah subsidi dipatok paling tinggi Rp168 juta. Sedangkan rumah komersil bisa berkali-kali lipat dari harga rumah subsidi karena tidak diatur oleh pemerintah.

Nah, untuk skema MBR Plus, dikatakan Totok, harga rumah dipatok paling mahal Rp300 juta. Ini bisa menjadi alternatif buat masyarakat berpenghasilan nanggung yang tak memenuhi syarat membeli rumah subsidi, tapi tidak mampu membeli rumah komersil.

Baca Juga: Pengembang Usul Skema Rumah Subsidi Plus, Harga Maksimal Rp300 Juta

3. Jaraknya lebih dekat dengan tempat kerja

Perbedaan Rumah Subsidi, Komersil dan MBR Plus Usulan PengembangDok.Kementerian PUPR

Totok mengatakan, rumah subsidi biasanya berlokasi mepet sawah. Sedangkan rumah MBR Plus dengan harga di atas rumah subsidi, memungkinkan pengembang membangun hunian di area yang lebih layak atau dekat dengan tempat kerja.

"Kalau ada rumah MBR Plus, rumahnya yang dibangun bukan rumah mewah/mepet sawah. Jadi, pembangunannya lebih ke area yang lebih layak," tuturnya.

Sedangkan spek rumah MBR Plus nantinya tergantung masing-masing pengembang. Tentunya jika pengembang ingin berkompetisi merebut konsumen harus menyediakan hunian sebaik mungkin.

"Kalau masalah kualitas, ya ada harga ada barang, kan gitu aja. Mereka kan bisa berkompetisi, kalau harganya sekarang mau jual Rp250 juta tapi kualitasnya jelek ya gak ada yang beli lah, ya kan. Ya serahkan aja mekanisme pasar," tambahnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya