BI: Masalah Global Bersumber dari Lonjakan Inflasi 

Inflasi yang masih tinggi dorong ketidakpastian ekonomi

Jakarta, IDN Times - Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, mengatakan ekonomi global saat ini, dihadapkan pada situasi inflasi yang meningkat tinggi di banyak negara. Bahkan kondisi ini, menambah ketidakpastian global.

"Setelah pandemik COVID-19, kita menghadapi masalah distribusi barang terganggu, padahal likuiditi tercatat ample. Sektor energi terganggu, sebabkan kenaikan inflasi yang luar biasa,"ucapnya dalam acara Gernas Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu (17/5/2023).

Baca Juga: BPS: Inflasi April 2023 Tembus 0,33 Persen

1. Inflasi negara maju melonjak

BI: Masalah Global Bersumber dari Lonjakan Inflasi pinterest

Menurutnya, inflasi di negara maju biasanya hanya dikisaran 2 persen dan maksimal 3 persen. Namun saat ini, inflasinya justru melonjak tembus dikisaran 5 hingga 10 persen (YoY).

Berdasarkan data, trading economics, inflasi di sejumlah negara di bulan April, seperti Amerika Serikat 4,9 persen, kemudian Singapura 5,5 persen, Meksiko 6,25 persen, Australia 7 persen, Jepang 3,2 persen, India 4,7 persen, kawasan Euro mencapai 7 persen, dan Inggris Raya mencapai 10,1 persen.

"Inflasi yang meningkat tinggi, direspon melalui kebijakan moneter Bank Sentral di sejumlah negara maju. Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan, semula bunganya hanya 0,25 persen kemudian naik menjadi 5,5 persen. Bayangkan ekonomi tidak terpuruk, kemudian Eropa naikkan 4,5 persen,"ucapnya.

2. BI kendalikan inflasi melalui GNPIP

BI: Masalah Global Bersumber dari Lonjakan Inflasi ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Disisi Indonesia, BI menyebut bahwa sumber masalah inflasi yang terjadi di global termasuk Indonesia berasal dari sumber penawaran karena barang tidak ada, kemudian energi juga berkurang. Alhasil kondisi ini, tidak mungkin hanya ditangani dari sisi permintaan dengan menaikkan suku bunga acuan BI .

"BI pun meresponnya tidak hanya melalui (suku bunga), melainkan juga sisi likudiitas yang kami gerojoki karena terjadI ketidakseimbangan ekonomi. Dan apa yang terjadi di Indonesia, kami tangani inflasi melalui gerakan nasional pengendalian inflasi pangan yang dipimpin oleh Presiden Joko "Jokowi"Widodo yang berhasil menunjukkan sinergi yang kuat,"ungkapnya.

Untuk inflasi April 2023, tetap terkendali di tengah periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) April 2023 tercatat sebesar 0,33 persen  (mtm), sehingga secara tahunan menjadi 4,33 persen (yoy), turun dari level bulan sebelumnya yang sebesar 4,97 persen (yoy).

Perkembangan ini tidak terlepas dari respons kebijakan moneter Bank Indonesia ang pre-emptive dan forward looking. Kemudian mempererat sinergi, pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis lainnya dalam kerangka Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Dengan demikian, kedepan Bank Indonesia meyakini inflasi inti tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1 persen  di sisa tahun 2023 dan inflasi IHK dapat kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen, lebih awal dari prakiraan sebelumnya.

Baca Juga: Mau Jadi Bos SPBU Shell? Begini Cara dan Bocoran Balik Modalnya

3. BI beri sinyal tak naikkan suku bunga acuan

BI: Masalah Global Bersumber dari Lonjakan Inflasi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan kondisi Ekonomi terkini (Tangkapan Layar Bank Indonesia)

Sebelumnya, Gubernur BI, Perry Warjiyo menilai, suku bunga acuan 5,75 persen masih memadai untuk menjaga perekonomian Indonesia, terutama dari stabilitas nilai tukar rupiah (NTR) dan tingkat inflasi.

"Statement kami masih tetap sama, bahwa 5,75 persen telah memadai sejak Januari terakhir. Sehingga dengan mamadai itu memang pada waktu itu tidak ada rencana untuk menaikkan kembali," kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin (8/5/2023).

Perry membeberkan, hingga Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI terakhir, yakni di bulan April 2023, pihaknya memang belum melihat adanya kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan tersebut.

"Cerminan dari memadai di Februai, Maret, April, ya kami tidak menaikkan suku bunga, 5,75 persen cukuplah untuk itu," tutur Perry.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya