BI Tahan Suku Bunga Acuan, Rupiah Menguat ke Rp14.998 per Dolar AS

Rupiah menguat 28,5 poin

Jakarta, IDN Times - Pergerakan nilai tukar rupiah menguat pada penutupan perdagangan, Selasa (25/7/2023). Nilai tukar atau kurs rupiah berada di level Rp14.998 per dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 15.05 WIB, rupiah terpantau menguat 28,5 poin atau 0,19 persen dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya. Pada Senin (24/7/2023), yang tercatat di level Rp15.027 per dolar Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Jelang RDG, Rupiah Menguat Tipis ke Level Rp15.000,6 per Dolar AS

1. Rupiah menguat karena dukungan stimulus ekonomi China

Dihubungi terpisah, analis pasar uang Lukman Leong, menyampaikan penguatan rupiah dan mata uang di kawasan Asia lainnya terjadi seiring dengan harapan dukungan stimulus ekonomi dari China. 

"Dalam rapat politburo, China mengumumkan akan memberikan bantuan untuk menguatkan permintaan dan dukungan sektor properti," jelasnya saat dihubungi IDN Times, Selasa (25/7/2023).

Baca Juga: 6 Mata Uang Terendah Dunia di 2023 versi Forbes, Ada Rupiah?

2. Efek BI tahan suku bunga acuan dan stimulus makroprudensial

Di sisi lain, penguatan rupiah juga didorong oleh keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,75 persen. Keputusan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada sisa 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024. 

"Rapat Gubernur Bank Indonesia, telah memberikan stimulus kebijakan makroprudensial guna mendukung pertumbuhan ekonomi domestik," jelasnya.

3. The Fed bakal naikkan suku bunga acuan 25 bps

Analis Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, mengatakan berdasarkan survei CME, probabilitasnya hampir 100 persen bahwa The Fed akan menaikan suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 5,25-5,50 persen.

Dengan stance kebijakan The Fed, maka pasar bisa berprilaku wait and see. "Pelaku pasar tidak berani berspekulasi terlalu besar menjelang hasil rapat the Fed tersebut," jelasnya.

Di sisi lain, tingkat inflasi AS melandai tapi belum menyentuh target 2 persen, apalagi beberapa data ekonomi AS seperti data tenaga kerja, masih mengindikasikan daya beli masyarakat AS masih tinggi sehingga bisa menaikan inflasi lagi.

"Yield obligasi pemerintah AS masih terlihat menaik, yang mengindikasikan bahwa pasar mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan AS berikutnya," ungkapnya.

Baca Juga: Tok! Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75 Persen 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya