Jokowi Lantik Amran Sulaiman, Ekonom: Awas, Jor-joran Impor Beras
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo (Jokowi) secara resmi melantik kembali Andi Amran Sulaiman menjadi Menteri Pertanian dalam reshuffle kabinet pagi ini, Rabu (25/10/2023). Amran menempati posisi yang ditinggalkan Syahrul Yasin Limpo usai tersandung kasus korupsi.
Mengomentari hal tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyayangkan kembali dipilihnya Amran untuk menjabat sebagai Menteri Pertanian. Hal ini karena selama menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2014-2019, menurutnya, terdapat banyak permasalahan yang sulit dilupakan.
"Pada tahun 2018, impor beras tercatat 2,2 juta ton dari tahun sebelumnya 305 ribu ton," jelasnya dalam keterangannya, Rabu (25/10/2023).
Baca Juga: Usai Dilantik Presiden, Amran Sulaiman Tiba di Kementerian Pertanian
1. Kenaikan impor beras cukup tajam jelang pemilu 2019
Ia menjelaskan saat menjabat sebagai mentan, kenaikan impor beras cukup tajam jelang pemilu 2019. "Kondisi ini pun menimbulkan pertanyaan terkait program kemandirian pangan pemerintah. Erat kaitannya juga dengan rente di sektor pangan," jelasnya.
Lebih lanjut, Bhima mengatakan bahwa saat itu Kementerian Pertanian selalu berkilah adanya impor beras untuk kebutuhan beras premium.
"Kondisi tersebut sangat disayangkan, karena dikhawatirkan posisi Menteri Pertanian yang baru akan mengulangi masalah yang sama," jelasnya.
2. Terjadi impor beras dan impor gula
Selain masalah impor beras, terjadi lonjakan impor gula sejak Amran menjabat Menteri Pertanian di era pemerintahan Jokowi yang pertama.
Kala itu, impor gula menyentuh 4,6 juta ton dengan nilai 1,7 juta dolar AS.
"Bukan angka yang kecil. Apakah ada perubahan gaya Menteri Pertanian soal pengendalian impor gula," tegasnya.
3. Masalah pendataan buruk saat jadi Mentan periode 2014-2019
Menurutnya, saat Kementerian Pertanian dipimpin Amran Sulaiman, masalah pendataan sangat buruk. Sebab, muncul ego untuk memiliki data produksi pertanian masing-masing, jadi tidak akur antara kementerian dan BPS.
"Diharapkan masalah integrasi data bisa selesai dengan hadirnya Badan Pangan Nasional. Kementerian Pertanian harus tunduk pada data yang valid, tidak boleh mencari data sendiri untuk pembenaran kinerja program nya," jelasnya.
Baca Juga: Balik Lagi Jadi Mentan, Amran: Terima Kasih Pak Presiden