UMKM: Ekonomi Lagi Sulit, Penetapan MDR QRIS 0,3 Persen Belum Tepat

Penyesuaian tarif MDR usaha mikro berlaku sejak 1 Juli

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum IUMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setnorinny mengatakan kebijakan BI yang mengenakan biaya penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk pelaku usaha mikro sebesar 0,3 persen belum tepat diterapkan.

Lantaran kondisi ekonomi pelaku UMKM yang hingga saat ini belum pulih optimal, termasuk dari sisi penjualan yang belum normal. 

"Penyesuaian kebijakan MDR 0,3 persen bagi usaha mikro belum tepat. Karena selain kondisi ekonomi saat ini yang sedang sulit, bagi UMKM ditambah beban biaya 0,3 persen yang harus ditanggung UMKM," ucapnya kepada IDN Times, Kamis (12/7/2023).

1. QRIS mempermudah UMKM

UMKM: Ekonomi Lagi Sulit, Penetapan MDR QRIS 0,3 Persen Belum TepatQR code atau singkatan dari quick response code. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Hermawati menyampaikan keberadaan QRIS telah membantu pelaku UMKM dalam bertansaksi dengan konsumen. Sekaligus mempermudah (pedagang) menyimpan uang langsung ke sistem perbankan.

Di sisi lain, QRIS membantu pemerintah maupun Bank Indonesia untuk meningkatkan inklusi keuangan serta mempercepat transaksi nontunai yang dianggap lebih aman.

"Pelaku UMKM memiliki niat yang cukup kuat untuk menggunakan QRIS. Selain mudah dan praktis dalam penggunaan, tidak memerlukan kontak fisik dan aman bagi pedagang dan pembeli," ujarnya.

Baca Juga: BI Pastikan Tidak Terima Keuntungan dari Kenaikan QRIS 0,3 Persen  

2. Sekecil apapun biayanya akan tetap bebani UMKM

UMKM: Ekonomi Lagi Sulit, Penetapan MDR QRIS 0,3 Persen Belum Tepat(IDN Times/Arief Rahmat)

Imbas penyesuaian tarif MDR QRIS 0,3 persen, beberapa pedagang lebih menyarankan konsumen untuk membayar tunai atau debet.

Kondisi ini pun, berpotensi bakal mendorong lebih banyak merchant untuk meninggalkan penggunaan QRIS. Sehingga akan menghambat UMKM untuk go digital sistem pembayaran. 

"Sebab, sekecil apapun biaya yang dikenakan tetap akan terasa membebani pedagang apalagi UMKM. Beberapa pedagang yang tahu lebih menyarankan ke alternatif lain yaitu debet dengan alasan QRIS nya sedang error," ungkapnya.

Hingga saat ini, belum ada pedagang usaha mikro yang menyampaikan akan menaikkan harga produk untuk mensiasati kenaikan biaya MDR QRIS. Dengan demikian, ia meminta penyedia jasa pembayaran (PJP) untuk melakukan sosialisasi atas manfaat penyesuaian dari 0 persen ke 0,3 persen dan perlu diberikan solusi untuk mengatasi beban tersebut. 

3. BI tidak ambil untung dari kenaikan MDR QRIS

UMKM: Ekonomi Lagi Sulit, Penetapan MDR QRIS 0,3 Persen Belum TepatKepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono/Triyan IDN Times

Bank Indonesia menegaskan tidak akan mengambil keuntungan sedikitpun dari merchant discount rate (MDR) sebesar 0,3 persen dalam penggunaan QRIS untuk usaha mikro.

Kepala Departmen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dicky Kartikoyono mengatakan, sebelum menerapkan MDR sebesar 0,3 persen, BI telah melakukan berbagai kajian dan menyerap masukan dari berbagai pihak mengenai dampak dan nilai ekonominya untuk usaha mikro.

"BI enggak terima apapun soal commercial dan kita tidak menerima pendapatan dari kenaikan MDR transaksi QRIS untuk usaha mikro. MDR 0,3 persen untuk kepentingan masyarakat dan biaya ini sudah termurah di wilayah ASEAN," ucapnya dalam diskusi bersama media, Rabu (12/7/2023).

Baca Juga: Terlihat Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Contactless dan QR

4. Penyesuaian tarif MDR untuk tingkatkan pelayanan

UMKM: Ekonomi Lagi Sulit, Penetapan MDR QRIS 0,3 Persen Belum TepatIlustrasi penggunaan QRIS (IDN Times/Dokumen Bank Indonesia)

Menurut Dicky, pengenaan biaya tersebut justru untuk mendukung ekonomi masyarakat, terutama penetrasi sumber pertumbuhan ekonomi baru seperti UMKM di daerah pelosok Tanah Air. 

Selain itu, kenaikan biaya MDR akan digunakan untuk meningkatkan inovasi agar keamanan dan keandalan QRIS bisa terjaga.

"Kenapa 0,3 persen? Agar merchant dapat pelayanan maksimal. Jadi begitu bayar pakai QRIS, uang itu langsung dapat. Settlement harus h+0," ujarnya.

Tarif ini juga digunakan untuk mengganti investasi dan biaya operasional yang telah dikeluarkan oleh pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan transaksi QRIS. Termasuk Penyedia Jasa pembayaran (PJP), baik issuer maupun acquirer yang memproses transaksi QRIS, hingga penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran dan lembaga standar maupun services.

"Kami mau meningkatkan kualitas pelayanan. Jadi, dengan 0,3 persen nilai ekonominya, tujuan didapat. Dorongan untuk memperluas QRIS semakin terakselerasi," ujar Dicky. 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya