Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun 

Pernah usaha barbershop dan ekspor kambing

Jakarta, IDN Times  – Jusuf Kalla genap berusia 81 tahun, 15 Mei 2023. Politisi senior, pekerja sosial yang tak pernah lelah, tokoh perdamaian, dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk dua periode, 2004-2009 dan 2014-2019 itu tak pernah hilang dari pusat pemberitaan.

Dalam acara halal bihalal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jumat 12 Mei 2023, JK, sebutan populernya, kembali melontarkan pernyataan yang jadi viral dan ditanggapi beragam.

“Kita di Indonesia penduduk Tionghoa itu hanya 4,5 persen tapi menguasai ekonomi lebih dari 50 persen.  Jadi kekuatan 10 kali lipat dari pada jumlahnya,” kata JK. Sebagai perbandingan, kata dia, negara tetangga Malaysia 30 persen total penduduk Tionghoa-nya menguasai 60 persen ekonomi negara.

Menurut JK, masih kecilnya persentase warga Indonesia yang menjadi pengusaha menjadi masalah besar.  “Tentu (Tionghoa) sahabat-sahabat kita, penting kerjanya bayar pajak.  Tapi tantangan terbesarnya ada di kita.  Mereka tidak salah, yang kurang kita,” ujar ketua umum Palang Merah Indonesia itu.

Ada yang menganggap ucapan JK itu bernuansa rasis terhadap etnis Tionghoa.  Padahal, salah satu sahabat terdekat JK puluhan tahun adalah pengusaha Sofjan Wanandi, yang Tionghoa dan salah satu tokoh kunci dan pendiri lembaga pemikir terkemuka CSIS.

JK justru menyampaikan pentingnya menambah jumlah pengusaha, wirausaha.  Dia sendiri adalah salah satu pengusaha yang dianggap berhasil mengembangkan Kalla Group, yang didirikan ayahnya Haji Kalla, hingga melampaui usia 70 tahun.

Dalam acara 70 Tahun Kalla Group, akhir tahun lalu, ketua Dewan Masjid Indonesia itu menyampaikan pidato panjang perjalanan, naik-turun bisnis Kalla Group. Acara ini digelar pada 28 Oktober 2022, di Hotel Kempinski, Jakarta.

Berikut transkrip lengkapnya.

Baca Juga: Semeja Bareng Jusuf Kalla, Anies Hadiri Acara HUT ke-70 Kalla Group

Pertama saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak-bapak semua dan ibu-ibu pada acara ini. Seperti disampaikan tadi oleh Solihin (putra sulung JK)  biasanya kami mengadakan acara internal saja, terkecuali pada ulang tahun Kalla Group yang ke 50 tahun.

Tapi saya bilang kita harus mengundang bapak-bapak sebagai tanda terima kasih, tanda kesyukuran bahwa kita berkembang, berusaha dengan baik. Usia 70 tahun bukan   waktu yang singkat, tapi merupakan suatu perjalanan yang kadang-kadang baik, kadang-kadang ada masalah dan sebagainya. Tapi dengan adanya teman-teman dan keluarga yang mendukung sehingga kita sampai  pada usia 70 tahun.

"Dan saya sampaikan kepada generasi ke 3 dan 4 tugasnya ialah membawa perusahaan ini sampai ke usia 100 tahun."

Saya dengan Ical tadi (Aburizal Bakrie) lebih hormat , karena dia lebih senior, 80 tahun.

Sebelum memulai, saya mengundang para direksi, komisaris dari Hadji Kalla Group dan dan Bukaka, juga adik saya Suhaeli, Ahmad, Fatimah kemudian Solihin dan juga Halim, mana dia? Untuk naik ke panggung memberi hormat kepada seluruh hadirin.

Ini ada Ahmad, Suhaeli, Fatimah, Solihin, Afifuddin, Teguh, Irsal, dan seluruh direksinya, Imelda untuk memberi hormat kepada hadirin. Yang muda-muda ini generasi ketiga, Haryadi mana dia? Mana Lisa? Mana Irsal? Direksi lain Bukaka silakan naik. Jadi kalau bapak-ibu  lihat ini seimbang antara laki-laki dan perempuan. Jadi ada kesetaraan gender dan juga beragam.

Baik, saya hormat kepada seluruh hadirin dan ucapan terima kasih atas upaya yang luar biasa dalam acara ini.

Dan mohon maaf saya lupa perkenalkan ini istri saya yang mendampingi saya selama ini, nanti dia pulang ke rumah dia marah kalau kita lupa dia. Karena waktu generasi kedua pegawai cuma dua orang, termasuk istri saya ini yang mengurus keuangan dan administrasi.

Itulah tadi sebagai tanda terima kasih dan syukur. Allah mengatakan:

…….la`in syakartum la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna ‘ażābī lasyadīd (QS Ibrahim Ayat 7)

Barang siapa yang bersyukur atas rezeki kemajuan Allah akan menambah rezekinya, apabila tidak, Allah akan mengurangi rezekinya.

JK lantas menceritakan awal mula bisnis Kalla Group.

Hijrah dan benteng

Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun Jusuf Kalla menyampaikan sambutan ketika HUT-70 Kalla Group. (IDN Times/Uni Lubis)

Seperti disampaikan tadi oleh Solihin, sebenarnya usaha, bukan perusahaan, dimulai oleh (Hadji Kalla) seorang santri yang tidak tamat SD, SR waktu itu. Memulai usaha kecil-kecil sambil mengaji. Mulailah di Bone, dan tentu semua berkembang dari pedagang  keliling, bikin kios, bikin toko.

Kemudian tahun 1952 karena kekacauan, tidak tahan tinggal di Bone, kampung kami waktu itu. Karena malam datang gerombolan DI/TII bikin kekacauan, siang datang tentara. Itu suatu kehidupan berturut- turut jadi membutuhkan suatu ketahanan jiwa untuk berusaha.

Maka pindahlah beliau (Haji Kalla) ke Makassar, dan saya masih tinggal di Bone karena saya masih sekolah SD. Di Makassar timbullah kebijakan pemerintah, ekonomi Benteng yang memberikan fasilitas-fasilitas kepada pengusaha nasional.

Apa yang terjadi? Waktu itu ada ratusan perusahaan yang memiliki lisensi istimewa. Sebagian besar menjual lisensi kepada pengusaha lain untuk berdagang. Tapi bapak saya tidak, dia mau berdagang betul. Maka bapak impor macam-macam barang dari tekstil, semen segala macam, sesuai dengan kebijakan pemerintah.

Proses bisnis itu berlangsung terus menerus sehingga tumbuh menjadi suatu perusahaan di Makassar. Namun namanya juga keadaan, berkembang kemudian turun karena krisis tahun 1966 menyebabkan inflasi 600 persen. Mengakibatkan kesulitan, perusahaan berhenti.

Uang yang ada tersimpan dalam dalam bentuk emas, tidak banyak. Saya disuruh mengambil simpanan itu dengan menggali lantai, di bawah tempat tidur.

Kemudian setelah krisis selesai, cuma tersisa satu pegawai yaitu istri saya. Kita mulai kembali dan pikiran pertama saya lihat pemerintah butuh mobil.

Mulailah saya cari cara bagaimana membeli Toyota. Jadi Hadji Kalla lebih dulu dagang Toyota daripada Astra sebenarnya.

Begitu Astra jadi agen tunggal saya datang ke Astra (bertemu William Soeryadjaya, pendiri Astra Group). “Om saya lebih duluan impor mobil Toyota daripada Om.” Dia tanya, “Jadi bagaimana?”

Saya bilang, “Saya minta jadi dealer Indonesia Timur.” Dalam waktu satu hari semua teken, dalam beberapa jam jadilah kita penjual Toyota di Indonesia karena memang buktinya saya lebih duluan jual Toyota. Jadi ini sejarah Toyota di Indonesia sebenarnya.

Kemudian saya selalu melihat, mau jual mobil kenapa lambat? Mulailah saya berpikir kita harus sejahterakan dulu masyarakat baru kita jual mobilnya. Sebagai ketua KADIN sama-sama Ical, Aburizal Bakrie, waktu itu, bersama Gubernur Sulawesi Selatan A. Amiruddin, mulailah kita keliling seluruh daerah bagaimana membangun ekonomi kerakyatan.

Melatih bagaimana bisnis udang, melatih bagaimana kopi, cokelat, jagung, melatih masyarakat. Melakukan temu usaha 80 kali selama lima  tahun.

Pada waktu itu salah satu direktur di perusahaan menegur saya, “Pak, kita ini jual mobil tapi bapak jarang ke kantor, selalu ke daerah.”

Saya bilang, “Saya pergi ke daerah cari pembeli, karena tidak mungkin orang beli mobil tanpa uang, jadi rakyat itu harus makmur dulu baru bisa beli mobil."

“Itulah mulai pikiran kita bahwa berusaha haruslah bersama sama masyarakat, tanpa kemajuan masyarakat, bisnis akan tertatih-tatih.”

Hikmah krisis ekonomi

Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun Jusuf Kalla saat bertemu Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Waktu krisis ekonomi 1997, saya selalu berdebat dengan Sofjan Wanandi, dia katakan Indonesia krisis. Saya bilang tidak, yang krisis itu hanya di Jawa karena kami menikmati harga udang naik, cokelat naik, kopi naik. Semua orang berbahagia karena nilai tukar rupiah kepada dolar AS menjadi Rp16 ribu-Rp17 ribu per dolarnya. Kalau industri memang menjadi masalah, tapi di luar Jawa, Sulawesi dan Kalimantan menjadi hal yang menarik.

Artinya adalah mari kita kembangkan daerah masing-masing. Saya ingat waktu itu penjualan mobil Toyota di Makassar, hampir naik dua kali lipat. Jawa ada kelebihan stok, saya beli semua. Pada waktu itu jemaah haji Indonesia ada 70 ribu, 70 persen di antaranya dari Sulawesi. Karena sebelumnya kalau mau naik haji harus bisa menjual lima  ton cokelat nah pada waktu itu cukup (jual)  satu ton, naik haji semuanya. Jadi krisis itu ada yang masalah, ada yang bermanfaat.

Saya selalu bilang ke Sri Mulyani (menteri keuangan , jangan suka kasih takut-takut orang tahun depan akan kiamat, besok akan krisis. Saya telepon dia supaya jangan suka kasih takut orang.

Dunia ini luas, tidak semuanya akan kena krisis. Bahwa ada masalah, kita hadapi tapi jangan dikasih takut. Negeri ini lengkap, tidak akan ada krisis energi dan krisis pangan.

Di mana ada krisis energi di Indonesia? Di mana ada krisis pangan di Indonesia? Beras cukup, apa saja cukup. Beda dengan negara lain yang tidak punya energi dan tidak punya pangan. Jadi mari kita optimis bekerja sesuai bidang kita. Bahwa ada masalah, iyah.

Sama dengan bank untung besar, karena waktu saya wakil presiden saya telepon Bank Indonesia bahwa bunga jangan tinggi, harus diturunkan. Jangan rakyat hidup dengan bunga (deposito), tapi hidup dengan kerja. BI turunkan bunga,  maka ekonomi berjalan, pasar modal berjalan Itulah banyak kebijakan kebijakan yang kita jalankan seperti itu.

Karena itulah maka upaya perusahaan yang bekerja infrastruktur, bekerja membikin jalan sebagai kontraktor, bikin jembatan, semuanya kita bikin agar terjadi suatu sinergi. Kami berusaha memajukan pertanian, bagaimana kita mekanisasi   pertanian. Dan yang perlu diketahui mekanisasi pertanian yang pertama dan terbesar di Indonesia adalah di Sulawesi Selatan. Bagi saya untungnya bisa jual traktor tapi bagi masyarakat meningkatkan produktivitasnya.

“Kita harus jalan bersama dengan masyarakat, tidak sendirian.”

Itulah yang harus kita jalankan untuk kemajuan seperti itu. Dengan pendidikan dengan membangun telekomunikasi seluruh Indonesia Timur kita sudah kerjakan dengan investasi yang sangat besar.

Karena kita tumbuh daripada transportasi maka sekeluarga pun ikut. Saya Toyota, adik saya Halim pegang merek Daihatsu, ipar saya Aksa Mahmud merek Mitsubishi.

“Jadi di Sulawesi Selatan itu 70 persen penjualan mobil adalah satu keluarga tapi saling bersaing. Kita tidak monopoli, tapi saling bersaing.”

Bukaka dan garbarata

Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun ANTARA FOTO/Reuters/Carlo Allegri

Tahun 1978 Ahmad ini yang sekarang rambutnya sudah putih tamat ITB.

Saya bilang, “Mad, bagaimana? Kau mau pulang ke Makassar?” Dia bilang, “tidak.” Lalu saya tanya ,“Apa yang bisa kita kerja?”

Dia bilang, “Membangun teknologi, ekonomi dengan dasar teknologi."

Maka didirikanlah PT Bukaka. Namanya diambil dari kampung kami, kampung di mana saya lahir, bapak saya lahir, ibu saya lahir, beberapa adik saya lahir. Jadi Kalla itu nama bapak kami, Bukaka itu nama kampung kami, kadang orang berpikir itu nama Italia.

Mulailah kita menjalankan Bukaka, bagaimana pengembangan teknologi dalam bidang bisnis. Bagaimana mengembangkan produk dalam negeri.

Jadi kalau pemerintah berbicara bagaimana meningkatkan produk dalam negeri, 40 tahun lalu kita sudah melaksanakan itu.

Seperti digambarkan tadi, di samping bikin jembatan, bikin tower (Menara)  semua hal yang berkaitan dengan industri teknologi. Bukaka punya pusat engineering dalam pengembangan teknologi, diresmikan oleh Pak Habibie pada waktu itu sebagai Menteri Ristek di Cileungsi, sebagai pusat teknologi. Sampai sekarang bekerja mendesain untuk kepentingan teknologi.

Salah satu produknya ialah Garbarata. Ini cerita panjang, bagaimana menjual sesuatu yang kita tidak tahu. Jadi ini ada rahasianya bagaimana menjual sebuah ide tapi kita tidak tahu bagaimana membikinnya tapi akhirnya bisa. Semua dengan riset dan teknologi, semangat dan percaya diri. Kami bangga akan hal tersebut, dan 100 persen kebanggaan kami adalah ke mana pun bapak-bapak pergi selalu melewati jembatan Bukaka. Tidak bisa naik pesawat tanpa lewat jembatan Bukaka.

Di Singapura 50 persen Garbarata-nya adalah buatan  Bukaka, begitu juga di Bangkok. Kemudian di Jepang yang justru jadi tempat penjualan terbesar Garbarata. Bagaimana masuk ke negara yang teknologi tinggi justru kita kalahkan teknologinya.

Sekarang India, hampir semua bandara baru di India kalau bapak datang ke India itu Garbarata-nya made in Indonesia. Di Myanmar, di Laos, Timor Leste, sampai ke Cile semua buatan Cileungsi.

Tapi tidak mudah menjualnya sebenarnya. Ini agak ada emosi sebenarnya. Kisahnya, Cengkareng butuh Garbarata pada tahap kedua, butuh 30-40. Kita ikut tender tanpa tahu bagaimana bikinnya.

Nomor satu, harus  mengalahkan Jepang dan Amerika tapi pemerintah tidak mau kasih kesempatan. Selalu alasannya harus ada pengalaman. Tentu tidak ada pengalaman karena tidak pernah dikasi pengalaman. Kemudian ditanya apakah tahu cara bikinnya? Yah tahu tapi belum pernah dikerja.

Kemudian saya datang ke menteri perhubungan, Pak Azwar Anas. Pak Azwar Anas itu masuk kantor jam setengah tujuh, jam enam saya sudah datang ke kantornya berdiri dekat lift.

Begitu dia datang dan masuk lift saya juga ikut masuk dan bilang mau ketemu. Pak Azwar Anas itu kayak ustaz, setengah jam kita bicara agama. Dia ceramahi saya tentang agama. Kita diskusi tentang agama.

Baru terakhir dia tanya, “Apa lagi?”

Saya bilang, “Jadi begini, kita ingin menang pembuatan Garbarata tapi tender tidak bisa kita dapat.”  Dia bilang, waduh bagaimana caranya yah. Tapi nanti saya bicarakan dengan presiden.

Kemudian saya datang lagi dapat info bahwa Cendana (sebutan tempat tinggal pribadi Presiden Soeharto)  sudah arahkan yang dapat itu nomor dua perusahaan Jepang yang agennya Bambang Trihatmodjo (putra Soeharto). Tapi kami tidak menyerah, kalau begitu kita harus bicara dengan Bambang Tri.

Datanglah saya dengan Ahmad bertemu Bambang Tr, dia dengan Peter F. Gontha. Pertanyaannya selalu sama. “Bukaka punya pengalaman?”

“Yaa.., tentu belum ada tapi bisa bikin." Kalau tidak bisa tentu kalah kan? Jadi bilang saja bisa.

Diskusi, nanti kualitasnya rendah kalau buatan Indonesia, tapi kita janji akan bikin baik. Terakhir, saya bilang ke Bambang Tri, “Mas Bambang, saya ini orang Bugis, orang Bugis itu lebih baik mati berdarah daripada mati kelaparan."

Saya ingat betul Peter Gontha langsung berdiri, “Maksud saudara apa?”

Saya bilang, “Tidak ada maksud apa-apa, hanya bilang begitu." Terus Bambang Tri suruh duduk anak buahnya, stafnya.

Pertanyaan Bambang Tri cukup sederhana, “Kak Jusuf serius ndak?”

Saya jawab, “Serius.” Langsung dia bilang, “Ambil aja.” Langsung saya ajak jabat tangan. Dan tanya, “Ikhlas?” Dia jawab, “Ikhlas”.

Saya langsung bilang ke Ahmad, “Ayo kita pergi, nanti berubah lagi pikirannya."

Saya bilang terima kasih ya. Sampai saat ini kita bersahabat. Karena takut berdarah itu. Tanya lagi, kenapa Pak berdarah-darah?

“Yaa.., karena kalau saya tidak dapat proyek itu anak buah tidak kerja dan dia kelaparan. Lebih baik saya yang berdarah daripada mereka kelaparan.”

Persoalan kedua kemudian timbul bagaimana membuatnya? Ini Ahmad punya urusan. Jadi mulai riset dan cari tahu di mana orang pasang Garbarata di Asia ini, ternyata ada di Bangkok.

Jadi kami kirim orang ke Bangkok, tim engineer-nya pergi lihat bagaimana Garbarata itu dipasang, foto kiri-kanan, cari-cari dokumen. Orang Thailand juga kadang bisa diajak kerja sama, minta dokumennya kemudian foto copy. Walhasil selesai rencananya, bikin percobaan.

Saya bilang, hati hati Mad. “Hati-hati kalau kau salah bikin Garbarata bisa tabrak itu pesawat kita bisa ganti rugi nanti." Jadi dibikinlah sebaik-baiknya. Jadi sejak itu, kita memproduksi Garbarata. Dan sekarang 100 persen Garbarata di Indonesia adalah buatan Bukaka.

Oh yah yang pada akhirnya kasih nama proyek Garbarata itu Pak Harto. Seperti yang saya katakan tadi, yang kami gagal masuk hanya di Timur Tengah. Walaupun kita bilang “Assalamualaikum” kita sama-sama negara Islam dia tidak peduli. Mereka selalu pilih buatan Eropa-Jerman.

Di dunia ini hanya ada enam pabrik Garbarata yang terbanyak produksinya justru Bukaka. Lebih 1.000 sekarang produksi, dan itulah kebanggaan produksi karena ke mana pun Anda pergi pasti ketemu dengan buatan Bukaka. Jadi ini adalah produksi teknologi yang paling di depan, maksudnya ketika anda tiba di Bandara, anda tiba di suatu negeri, anda sudah lewat jembatan Bukaka, nama kampung saya.

Bagaimana jual ke luar negeri? Inilah kehebatan Fadel Muhammad. Dia sampai lobi ke Mahathir, agar Malaysia berminat. Mahathir lain lagi, ketika sudah teken, dia ke Paris, sudah kerja kita, dia lihat Garbarata itu pakai kaca, dia telepon suruh datang ke Kuala Lumpur dan minta pakai kaca. “Waduh sudah dibikin, jadi harus dirombak lagi."

Di India lain lagi, kita sudah hampir 200 produk kita di India hampir semua airport baru pakai buatan Bukaka. Biasalah orang India, menteri lain partai lain. Kadang berbeda dengan perdana menteri, tidak pernah cocok. Enam bulan tender kita nomor satu tidak dapat pula itu. Suatu waktu saya ke India diundang mereka untuk memperingati hari lahir Nehru. Saya minta ketemu perdana menterinya, Dr. Manmohan Singh, saya ketemu dia saya bilang, “Yang Mulia di Indonesia banyak perusahaan India yang berhasil, investasinya India dilayani dengan baik.”

Dia langsung berterima kasih. Saya lanjut bilang ke dia, “Tapi di India ini perusahaan Indonesia sudah enam bulan menang tender tidak diapa-apakan.”

Dia tanya, ”Di mana itu?”

Saya bilang di kementerian Perhubungan.

Dia panggil sekretarisnya untuk menelepon, dia bahasa Hindi dan saya tidak mengerti. Kesimpulannya dia bilang, “Ok next week kita bereskan."

Jadi memang harus ada campur tangan pemerintah, bukan karena saya orang Bukaka yang kebetulan sedang menjabat di pemerintah tapi siapa pun itu dia harus bantu. Baru ekspor bisa jalan.

Kemudian ke Bangladesh, jadi hampir semua Asia itu beli dari kita, kecuali Timur Tengah. Tapi Insya Allah kita akan segera dapat karena kita sudah ada patennya. Itulah perjuangan dari sesuatu yang kita tidak tahu menjadi tahu.

Jadi ini menjual sesuatu yang kita tidak tahu bikinnya. Ditanya ada pengalaman, tidak ada pengalaman selalu gagal. Bagaimana ada pengalaman kalau bapak tidak kasih pengalaman. Akhirnya kita coba bikin sendiri. Sederhana saja coba beli satu dan rombak apa isinya.

Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Soal pumping oil, reserved technology

Itu barang, namanya reverse technology. Sama dengan sekarang hampir 60 persen pumping oil di Indonesia adalah buatan Bukaka.

Terima kasih Pak Ari (Ari Hernanto Soemarno) waktu Dirut Pertamina (2006-2009). Jadi yang di Rokan Hulu, Duri semua yang 24 jam pumping oil, atau pompa angguk,  buatan Bukaka.

Itulah sesuatu produk-produk yang mengalami masalah yang harus kita hadapi. Sekarang banyak produk kita sudah agak sulit. Karena China kadang- kadang jual lebih murah. Tapi China termasuk pembeli Garbarata, belinya cuma tiga. Saya pikir dia bongkar itu barang baru dia tiru. Dia belinya cuma tiga dipasangnya di Wuhan tempat  awal mula Covid-19 itu. Sekarang sudah tidak pernah beli lagi, berarti sudah produksi sendiri. Jadi teknologi di dunia ini saling mencuri. Kita contoh yang lain, dia contoh lagi sama kita. Berputar saja teknologi itu, kita harus kembangkan seperti itu, tapi harus lebih baik.

Produksi harus jalan, sayangnya menteri PU tidak datang. Dia bilang ke saya semalam dia mau ke Malang. Kalau jual mobil itu kan dicicil. Sekarang PU perlu jembatan. Hampir semua jembatan yang Jawa ini yang sudah tua-tua harus diganti. Bicaralah menteri PU, bagaimana itu? Bisa bayar belakangan tidak? Terima kasih kepada perbankan. Akhirnya, kesimpulannya bikin jembatan dicicil 10 tahun. Jadi sekarang ini bukan motor sama mobil yang dicicil, jembatan pun kita cicil. Tentunya ini jasa perbankan. Jadi lain kali kalau bapak mau bikin jembatan bisa dicicil. Itu semua jalan untuk meningkatkan transportasi.

Kemudian ke depan, ini (Kalla) jalan di Timur dan Bukaka di Barat kita satukan dalam cara kerja untuk membangun masa depan. Listrik yang bersih, PLTA. Idenya adalah akibat kegagalan investasi terbesar sebelumnya ialah telekomunikasi di Indonesia Timur, KSO (Kerjasama operasi)  dengan Telkom.

Kira-kira investasinya 300-400 juta dolar AS. Diwajibkan oleh Telkom kerja sama dengan perusahaan komunikasi yang berpengalaman, kita pilih Singtel. Kemudian tender, kami memilih Indonesia Timur, tidak ada yang mau itu,  hanya kita sendirian.

Tender dua kali tidak ada yang mau tetap kita sendirian, mungkin dipikirnya susah. Saya bertekad untuk selalu memajukan Indonesia Timur. Akhirnya kita kerjakan, pasang kabel di Sulawesi, ke Papua, Timor- Timur, di Bali.

“Setelah jadi, saya mengikuti seminar di ITB. Ada seorang profesor dari Amerika mengatakan, “Nanti semua transaksi lewat di kantong.” Dalam hati saya berpikir, “Apa maksudnya profesor ini?” Saya tidak percaya waktu itu, mana mungkin bisa lewat kantong. Betul saja, lima  tahun kemudian muncullah hp telepon kabel mati. Langsung drop penjualan.”

Datang Sandi (Sandiaga Uno) dan Edwin (Edwin Soeryadjaya) minta jual saja. Kami yang jualkan. Karena masih bisa untung. Saya bilang, "Saya ini orang Indonesia Timur, kalau saya tinggalkan bisnis saya di Indonesia Timur orang bilang apa?"

Minta maaf, saya tetap jalan ternyata tidak tahan, dua tahun jual kembali ke Telkom untungnya sedikit sekali. Itulah suatu hal, kesalahannya karena tidak percaya secepat itu teknologi bisa berubah. Untung masih ada untungnya sedikit. 

Peduli energi terbarukan

Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun ANTARA FOTO/Setwapres-Jeri Wongiyanto

Dari situ kita duduk kemudian, saya sudah pindah ke Jakarta sebagai Menko Kesra (di era Presiden Megawati).  Saya panggil Ahmad dan Suhaeli. Saya tanya mereka, “Bagaimana ini, kita habis di Telekomunikasi."

Pertanyaan saya apa bisnis jangka panjang berdasarkan teknologi tapi bisa bertahan? Jawabannya adalah listrik tenaga air, teknologi tidak berubah mungkin dalam 100 tahun.

Listrik tenaga air itu sederhana, Tuhan menciptakan air, kita membuat turbin, generator, itu saja digabung segala macam bisa tahan 100 tahun. Karena mungkin 100 tahun ke depan belum bisa ketemu listrik yang tanpa kabel. Tapi telepon tanpa kabel? Iyah itu gelombang, tapi kalau listrik itu lain lagi.

Maka saya minta mereka memulai kita masuk listrik hydro power. Terulang lagi kita tidak tahu bagaimana cara bikinnya. Maka dikirimlah puluhan insinyur muda untuk belajar di Jawa, di PLTA-nya PLN minta belajar. Kirim senior engineer ke Austria, Norwegia, Bosnia yang sebagian besar tenaga listriknya dari air. Setelah kumpul tim ini, saya minta coba desain.

Prinsip utamanya kita berusaha dengan otak sendiri, otot sendiri dan kantong sendiri, kantong nasional. Tanpa itu kita tidak akan bisa maju akan selalu menjadi konsumen kalau kita tidak menggunakan otak, otot dan kantong sendiri.

Itulah prinsip yang selalu saya sampaikan kepada mereka-mereka ini.

Jadi mulailah riset teknologinya, mencari desain awalnya, desain awalnya ada dari Jepang tapi mereka mengatakan tidak visible. Pak Gubernur tanya kenapa di Poso? Pertama daerahnya bagus, kedua danaunya bagus, ketiga waktu Bumi Karsa bikin Trans Sulawesi saya suka melalui jalan di Poso. Ke-empat, saya yang mendamaikan Poso jadi saya kenal semua orang di Poso. Waktu mereka saling berkonflik saya yang menyelesaikannya dalam dua minggu.

Dengan cara mengancam mereka. Saya tidak baik- baikin mereka tapi saya ancam. Dia bilang akan masuk surga, saya bilang akan masuk neraka. Saya ancam juga kalau mereka tidak mau damai nanti saya kasih senjata dan peluru biar baku habis saja mereka. Dan itu yang membuat mereka akhirnya mau berbicara. Saya kenal semua pemimpinnya. Lokasi baik, orang-orang baik, kita kenal semua maka dibikinlah di Poso. Mulailah mendesain Poso Energy itu orang-orang yang sudah belajar di Eropa, belajar di China. Akhirnya kita kerjakan.

Listrik dari kantong sendiri

Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun Jusuf Kalla (Dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR)

Tetapi ketika datang ke PLN, mereka tidak percaya semua, karena memang kita tidak pernah bikin. Pada waktu itu tidak percaya semua, tapi sekarang mereka percaya. Kita ke Bank, mereka bilang mana pembeliannya PLN?

Jadi kalau PLN tidak beli bank pun tidak kasih, uang maka habislah kemampuan keuangan kita triliunan. Saya bilang ke Ahmad, “Kalau ini tidak jadi, kau bangkrutkan kita semua.”

Habis ini jual rumah pun jadi. Triliunan uang habis tapi tidak ada yang mau karena jauh. Maka dibikinlah transmisi, dan itu jauh 225 km ke Palopo. Itu 120 juta dollr AS sendiri hanya transmisi. Nanti 50 persen jadi baru kita undang lagi direksi PLN, baru dia tanda tangani mau beli. Barulah kita bawa ke bank barulah dia setujui mau kasih kredit.

“Untuk itu terima kasih kepada BRI, Bank Mandiri, BNI, dan  juga Panin Bank atas keberaniannya membiayai sesuatu yang kita tidak tahu, dan baru mulai belajar bagaimana bikinnya.”

Inilah suatu semangat nasional harus bersatu. Kita bisa, tapi beri kesempatan belajar dengan baik, riset dengan baik. Teknologi kita sendiri.

Tenaga lokal

Kalau anda ke Bukaka, tidak ada satu pun orang asing. Kami tidak mau. Beberapa proyek seperti Morowali tukang lasnya pun dari China, kami tidak.

Jadi sebelum mulai, 200 anak muda dari Poso kita latih ke Jakarta bagaimana nge-las selama beberapa bulan. Latih dulu pasang kabel, semuanya dilatih. Alhamdulillah setelah tujuh tahun selesai. Pertengahannya biaya membengkak, semua pada pesimis, kadang- kadang gaji telat dibayar.

Waktu itu saya sudah berhenti sebagai wapres, saya 32 kali datangi  mereka di gunung hanya untuk memberikan semangat anak-anak bekerja. Makan sama-sama, bermalam sama-sama tanpa tahu apa mau dikerjakan.

Sekarang, proyek yang sama di Toraja, Palopo dan di Jambi, terima kasih gubernur Jambi telah memberikan izin. Insya Allah kita kerjakan empat sekaligus jauh lebih pendek (waktunya) dari pada Poso. Ada juga yang usul panggil China suruh kerjakan paling empat tahun diselesaikan tapi kami tidak mau. Memang risikonya besar, tapi jangka panjangnya akan bagus. Kita kerjakan, kita menanggung risiko itu sesuai dengan cita-cita. Yang memasang turbinnya kelompok yang sudah pengalaman di Eropa, yang tamatan STM, jago masang turbin.

Sebanyak 80 persen pegawainya harus orang Poso sendiri, orang Sulawesi tengah sendiri. Hal yang menarik engineer-nya sendiri dari universitas-universitas di daerah, Unhas, Tadulako, Jambi, Lampung dari mana saja, cuma bos-nya saja dari ITB yang lain tidak. Kenapa? Karena hanya mereka saja yang bisa tahan tinggal di gunung selama lima tahun. Anak ITB tidak mau tinggal di gunung, jauh dari keluarga. Boleh kembali tiga enam  bulan sekali. Sekarang mereka berbahagia bahwa apa yang dikerjakannya sudah ada hasil.

Air pemberian Tuhan mengalir dari Poso kemudian ke Toraja karena itu kita bikin di Toraja. Insya Allah satu dua tahun ini akan selesai di Jambi. Pekerjaan yang paling sulit di Jambi, bagaimana memotong, membuat terowongan di bawah gunung sepanjang 24 km. Anak- anak itu bisa ternyata, cuma cari orang pengalaman dulu, yang lainnya kerja sendiri.

Saya pernah didemo di Poso, tuntutannya adalah pekerjaan sudah selesai mereka mau proyek baru. Bukan protes soal gaji tapi mana proyek baru.

Semua ini suatu kesatuan, pemerintah mendukung, pak bupati luar biasa, para pendeta, tokoh masyarakat. Mereka berkata ini proyek tidak mengambil setetes pun air dari negeri kita hanya pinjam lima  menit. Jadi PLTA itu hanya meminjam lima  menit air dari sungai, tidak mengambil apa-apa. Jadi kami tidak mengambil apa- apa dari Poso hanya memasang pipa dan generator.

Itulah perkembangan teknologi yang kita bangun sendiri, dengan otak, otot dan kantong sendiri. Itu prinsip dasar yang semua orang Hadji Kalla pegang. Karena itu tidak ada pinjaman, loan dari luar negeri semuanya lokal, ketemu Mandiri, BRI, Panin dan sebagainya.

Sekarang bukan lagi kami yang mengejar Bank tapi kami yang diminta proyek apa lagi yang harus dibiayai. Alhamdulillah sekarang beroperasi 600 MW, dua tahun akan 1200 MW Insya Allah dalam lima tahun akan 2200 MW. Itu artinya investasi 4 miliar dolar AS.

Memang tidak kelihatan, yang kelihatan bapak bisa membaca malam hari, nonton TV, kalau tidak ada itu gelap gulita.

Sesuatu kekayaan alam yang diberikan Tuhan yang kita gerakkan untuk kesejahteraan semua. Sekarang kita membangun, kalau kita lihat nikel tapi yang kerja semua China sampai tukang las. Kita bikin smelter, teknologi kita walaupun sebagian mesinnya dari China, tapi kita belajar. Insya Allah tahun depan smelter pertama nasional akan beroperasi.

Dari sumber yang bersih karena sumbernya hydro tadi. Karena Eropa tidak mau beli kalau sumbernya dari PLTU, kalau kita dari PLTA memenuhi semua syarat. Insya Allah tahun depan selesai, luas sekali.

Itu yang menggambarkan bahwa kita peduli teknologi ke depan, tapi tidak dengan otak luar. Kemampuan sendiri. Itulah prinsip kadang-kadang sama dengan emosional. Sama dengan telekomunikasi tadi, karena saya emosional bahwa Indonesia Timur tidak akan saya tinggalkan karena saya orang Indonesia Timur, maka saya tetap bangun sampai selesai, ternyata tidak tahan.

Tapi ini listrik kita laksanakan yang kerja semua anak-anak yang kita didik orang setempat, hanya beberapa orang asing itu pun di pabrik hanya untuk meyakinkan mesin yang dibikin itu berjalan, kita minta datang tapi yang bekerja bukan dia.

30 jenis bisnis, ada yang gagal

Blak-blakan Jusuf Kalla, Kembangkan Kalla Group hingga 70 Tahun Jusuf Kalla (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Dari semua keberhasilan itu banyak juga kegagalan, dari yang kecil sampai yang besar. Saya hitung-hitung dari masa muda sampai sekarang saya kerjakan hampir

30 Macam bisnis. Setengahnya gagal setengahnya berhasil mungkin lebih banyak yang gagal utamanya yang kecil. Mungkin perlu juga dipelajari bagaimana kegagalan itu terjadi.

Suatu hari tahun 1970-an saya baca di majalah sebuah perusahaan di Prancis butuh suling. Mau beli suling. Saya hubungi, dia mau suling bambu. Dia mau 1.000 suling bambu untuk tahap awal nanti akan naik lagi permintaannya. Dia suka suling bambu di Sulawesi yaitu di Toraja.

Saya lalu datang ke Toraja di pusat orang bikin suling dan sampaikan, “Eh saya mau beli suling 1.000 buah.”

Dia bilang, “1.000 pak? Banyak sekali.”

Saya kasi tau dia, “Saya kasi anda waktu dua bulan, nanti berikutnya banyak lagi."

Bikinlah dia suling selama dua bulan. Saya datang periksa, saya tidak tahu main suling yang penting bunyi.

Kirim ke Prancis. Tiga  bulan kemudian dia komplain ke saya bahwa suling anda ini pecah-pecah semua.

Dia minta uang kembali, akhirnya bayar setengah saja. Saya ke Toraja tempat bikin suling dan bilang ke dia, “Eh kau punya suling pecah semua sampai ke Eropa.” Dia jawab, “Iyah bapak minta terlalu cepat akhirnya kita tidak keringkan itu bambu jadi begitu kena cuaca dingin pecah itu.”

Itu ekspor pertama saya gagal karena kena cuaca musim dingin. Ternyata bambu kalau tidak dikeringkan kena cuaca musim dingin pecah.

Pernah juga usaha barbershop, kenapa saya bisnis karena saya cukur mesti ke Jakarta. Karena di Jakarta ada AC, ada air panas, bagus layanannya. Di Makassar semua tukang cukur orang madura. Handuknya mungkin dipakai itu-itu saja selama dua hari. Kita bisa kena panu jadinya, ditambah lagi tidak ada air panas dan sebagainya. Paling dipijit kita sebentar saja selesai.

Karena hal itu bikinlah barbershop, beli kursi dari Jepang. Diresmikan oleh walikota (HM. Patompo) dengan bercukur, jadi peresmiannya dengan bercukur. Sistemnya bagi hasil dengan tukang cukur. Tapi hanya setahun orang cukur dari setiap bulan menjadi enam bulan sekali. Gara-gara Beatles karena Beatles orang jadi ikut-ikutan gondrong, jarang lagi yang pergi cukur, akhirnya saya tutup. Bukan salah saya, tapi salah Beatles.

Kemudian bikin usaha travel, tapi tidak ada uangnya karena banyak kawan, jadi minta utang tiket. Ternyata mereka tidak bayar-bayar maka rugilah akhirnya tutup. Saya juga pernah ekspor daging kambing ke Brunei. Saya datang ke Brunei ketemu keluarga raja, dia minta apa bisa suplai daging kambing.

Saya tanya kenapa daging kambing? Dia bilang di sini ada tentara Gurkha 1 Batalion yang mengawal raja dan makannya cuma kambing. Maka saya memulai pemotongan, dari Makassar kirim ke Jakarta, dari Jakarta kirim ke Singapura dan Singapura baru ke Brunei. Sering terhambat di Singapura atau Jakarta - sampai di Brunei sudah busuk dagingnya.

Marah-marahlah teman saya di Brunei. Tapi yang menarik di Brunei itu, mereka bangun jam 11 malam- malam baru kita bisa bicara. Saya ingat tanda tangan kontrak di Brunei itu di meja biliar jam 2 malam. Dia ajak saya main biliar, saya tidak tahu main biliar terpaksa pura-pura tahu saja. Karena baru mau teken setelah kita main biliar. Tapi karena tadi itu soal pengiriman jadi gagal lagi itu bisnis.

“Alhamdulillah selama 25 tahun Hadji Kalla di Makassar adalah pembayar pajak nomor satu. Pertanyaan saya selalu itu, karena kalau saya tau pajaknya maka saya tau untungnya. Setelah itu berapa zakatmu, itu saja. Karena bagi saya kewajiban kepada negara itu nomor satu. Tetapi negara harus memberikan peluang yang baik kepada kita semua. Itulah cara kita menjadi negara yang besar.”

Baca Juga: Semeja Bareng Jusuf Kalla, Anies Hadiri Acara HUT ke-70 Kalla Group

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya