Menlu AS Pompeo Sampaikan 3 Syarat untuk Investasi di RI

RI undang investasi di Natuna

Jakarta, IDN Times – Amerika Serikat (AS) melibatkan lembaga federal Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional (International Development Finance Corporation/DFC) untuk mendorong lebih banyak investasinya masuk ke Indonesia.

“Kami siap menggunakan sarana Amerika itu untuk mempromosikan investasi di sektor swasta yang dapat mendukung rencana Presiden (Joko) Widodo untuk menanamkan 327 miliar dolar AS untuk lebih dari 250 proyek infrastruktur,” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo saat menyampaikan pernyataan pers virtual usai bertemu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta, Kamis 29 Juni 2020.

Laman ANTARA memuat pernyataan Pompeo yang berkunjung ke Jakarta dalam rangkaian lawatan ke Asia. Mike Pompeo bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor di hari yang sama.

Baca Juga: Bertemu Menlu Pompeo, Jokowi Ingin AS Jadi Sahabat Sejati bagi RI

1. AS janji percepat investasi di sektor infrastruktur, digital dan energi

Menlu AS Pompeo Sampaikan 3 Syarat untuk Investasi di RIPresiden Joko "Jokowi" Widodo ketika bertemu Menlu Mike Pompeo di Istana Kepresidenan Bogor (www.instagram.com/@usembassyjkt)

Mengutip lembar fakta Departemen Luar Negeri AS, DFC yang bertanggung jawab untuk menyediakan dan memfasilitasi pembiayaan proyek pembangunan swasta di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, berjanji akan mempercepat investasi AS di sektor infrastruktur, digital, dan energi di Indonesia.

Penandatanganan perjanjian pembiayaan infrastruktur antara AS dan Indonesia yang dicapai baru-baru ini diharapkan menarik modal sektor swasta untuk memenuhi perkiraan kesenjangan infrastruktur Indonesia sebesar 1,5 triliun dolar AS.

Namun, guna mendukung upaya ini, Menlu Pompeo mengingatkan pentingnya insentif yang tepat bagi pelaku bisnis AS.

“Agenda reformasi Indonesia sangat membantu dalam hal ini, kami harap Anda terus mengambil langkah-langkah untuk menghapus birokrasi yang berlebihan, memberantas korupsi, dan meningkatkan transparansi,” kata Pompeo.

Dalam pertemuan dengan Menlu Retno, Pompeo menegaskan kembali pentingnya kerja sama kedua negara untuk dapat mengejar pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan hukum internasional dan prinsip persaingan yang sehat.

“Kami sepakat bahwa dua negara dengan skala ekonomi seperti kita harus lebih banyak berdagang, bersama-sama ada lebih banyak yang dapat kami investasikan di sini dari AS,” tutur dia.

2. Kemlu AS mengklaim perusahaan negeri itu investor utama perekonomian Indonesia

Menlu AS Pompeo Sampaikan 3 Syarat untuk Investasi di RIMenlu AS Mike Pompeo ketika bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor (www.instagram.com/@usembassyjkt)

Masih merujuk pada pernyataan Departemen Luar Negeri, perusahaan AS adalah investor utama dalam perekonomian Indonesia dan berkontribusi pada pertumbuhan berkelanjutan di berbagai sektor.

Pada Oktober 2020, Kimberly-Clark melakukan akuisisi Softex Indonesia senilai 1,2 miliar dolar AS dengan strategi untuk mendorong pertumbuhan perusahaan melalui pengembangan merek dan inovasi.

Awal tahun ini, Air Products yang berbasis di Pennsylvania mengumumkan investasi sebesar 2 miliar dolar AS untuk membuat fasilitas produksi kelas dunia di Kalimantan untuk metanol, bahan baku kimia.

3. Indonesia undang AS investasi di Kepulauan Natuna

Menlu AS Pompeo Sampaikan 3 Syarat untuk Investasi di RIMenlu AS Mike Pompeo ketika bertemu dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo (www.instagram.com/@usembassyjkt)

Saat bertemu Menlu Pompeo, Menlu Retno Marsudi mengundang AS investasi di Kepulauan Natuna.

"Saya mendorong pebisnis AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, termasuk untuk proyek-proyek di pulau terluar Indonesia, seperti Pulau Natuna," ujar Retno dalam jumpa pers bersama.

AS memang merupakan salah satu investor utama Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi AS ke Indonesia sebesar 279 juta dolar AS pada kuartal III 2020 untuk 417 proyek. Angka itu menempatkan AS di posisi ke-7 negara dengan investasi terbesar.

Terkait dengan klaim sepihak Tiongkok yang mengatakan menguasai 90 persen kawasan perairan Laut China Selatan, Retno mengatakan menolak berbagai klaim maritim di wilayah perairan tersebut. Ia mengatakan konvensi PBB tentang hukum laut atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) merupakan acuan hukum yang harus diterapkan dan dihormati semua negara.

"Oleh karena itu, klaim apapun harus didasarkan tentang prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal termasuk UNCLOS 1982," tegasnya.

Retno juga menyampaikan pemberian perpanjangan fasilitas pengurangan insentif tarif preferensial umum atau Generalized System of Preferences (GSP) dari AS. Ia mengatakan pemberian fasilitas tersebut dapat memperkuat rantai pasokan global dan mempercepat pemulihan ekonomi.

"Berkaitan dengan hal tersebut, saya kembali menggarisbawahi pentingnya fasilitas GSP, yang tidak hanya membawa keuntungan bagi Indonesia tapi juga bagi bisnis AS," ucapnya.
GSP adalah sebagai fasilitas bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima yang diberikan oleh negara maju demi membantu ekonomi negara berkembang.

Selama ini, Indonesia mendapatkan keringanan tersebut dari AS. Namun, awal tahun lalu AS sudah mencoret RI dari daftar negara berkembang.

Saat ini, Indonesia tengah menunggu hasil tinjauan ulang yang dilakukan pemerintah AS melalui United States Representative (USTR) terkait pemberian fasilitas GSP.

Baca Juga: Tanggapi Menlu Pompeo, Tiongkok Tuding AS Bikin Muslim Menderita

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya