Bali, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo membagikan amplop ke pedagang Pasar Badung, Bali pada Kamis (17/11/2022). Jokowi mengunjungi Pasar Badung setelah selesai dalam kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bali, pada 15-16 November 2022.
"Setelah acara G20, saya ke Pasar Badung. Seperti biasanya saya ingin melihat harga-harga barang, kemudian inflasi yang itu penting dalam hal kita membuat policy dari keadaan-keadaan yang ada di pasar,” ujar Jokowi dalam keterangannya.
Dalam kesempatan itu, Jokowi mengaku rutin mengecek harga bahan pokok ke pasar. Menurutnya, dengan turun langsung ke pasar, dia bisa mengetahui harga bahan pokok yang sebenarnya.
"Saya berdialog langsung dengan pedagang, saya mendengar secara langsung (kondisi harga barang di pasar) dari para pedagang. Kondisinya seperti apa, tantangannya apa, termasuk efek dari terjadinya inflasi,” kata dia.
“Dengan mengunjungi pasar seperti ini, saya lebih memahami apa yang sedang dihadapi oleh masyarakat,” sambugnnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menutup Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali pada 16 November 2022. Dalam konferensi pers, Jokowi menegaskan, KTT G20 Bali berhasil dilaksanakan dengan baik meski awalnya diragukan.
"Kepemimpinan Indonesia telah berhasil menghasilkan deklarasi pemimpin G20, 'G20 Bali Leaders Declaration', yang awalnya diragukan oleh banyak pihak," ujar Jokowi dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (16/11/2022).
Jokowi mengatakan, deklarasi G20 itu menghasilkan 52 paragraf. Menurutnya, poin yang menjadi perdebatan keras ketika membahas sikap pemimpin G20 dalam perang Ukraina-Rusia.
"Diskusi mengenai hal ini berlangsung sangat-sangat alot sekali dan akhirnya para pemimpin G20 menyepakati isi deklarasi, yaitu perang di Ukraina karena telah melanggar batas wilayah, melanggar integritas wilayah," kata dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut, perang di Ukraina mengakibatkan penderitaan masyarakat dan memperberat ekonomi global di situasi pandemik COVID-19.
"Perang ini telah mengakibatkan penderitaan masyarkat dan memperberat ekonomi global yang masih rapuh akibat pandemik, yang menimbulkan risiko terhadap krisis pangan, krisis energi dan potensi krisis finansial," ucap dia.