Garuda Indonesia Dikenai Denda Rp1 Miliar Gara-gara Monopoli

KPPU kenai denda Rp1 miliar terhadap Garuda Indonesia

Jakarta, IDN Times - Kabar buruk datang lagi dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Maskapai pelat merah tersebut dikenai denda oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebesar Rp1 miliar karena melanggar larangan praktik monopoli.

Garuda dikenai pasal 19 huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam perkara dugaan praktik diskriminasi terkait pemilihan mitra penjualan tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah.

"Atas pelanggaran tersebut, GIAA dikenakan denda sebesar Rp1 miliar," Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur dalam pernyataan resmi KPPU, Kamis (8/7/2021).

Baca Juga: Garuda Tutup Beberapa Rute Internasional, Melbourne hingga Osaka

1. Garuda tunjuk langsung 6 mitra penjualan tiket umrah

Garuda Indonesia Dikenai Denda Rp1 Miliar Gara-gara MonopoliIlustrasi Pesawat Garuda Indonesia (IDN Times/Sunariyah)

Perkara yang menimpa Garuda ini diawali dari laporan publik terkait upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh perseroan melalui Program Wholesaler.

Ada 6 PPIU yang ditunjuk oleh GIAA terdiri dari PT Smart Umrah (Kanomas Arci Wisata), PT Maktour (Makassar Toraja Tour), PT NRA (Nur Rima Al-Waali Tour), PT Wahana Mitra Usaha (Wahana), PT Aero Globe Indonesia, dan PT Pesona Mozaik.

2. Penunjukkan 6 mitra penjualan tiket umrah dilakukan secara tidak transparan

Garuda Indonesia Dikenai Denda Rp1 Miliar Gara-gara MonopoliANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Penetapan 6 PPIU dilakukan secara tidak terbuka dan tidak transparan. Pada proses persidangan, Majelis Komisi menilai tindakan tersebut tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler. 

Hal itu membuktikan adanya praktik diskriminasi Garuda terhadap setidaknya 301 PPIU potensial dalam mendapatkan akses yang sama dalam hal pembukuan dan/atau pembelian tiket rute Middle East Area (MEA) milik Garuda untuk tujuan umrah.

Pada September 2020, Garuda sempat mengajukan perubahan perilaku pada September 2020 pada Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Sayangnya, Garuda tidak sepenuhnya melaksanakan pakta integritas perubahan perilaku yang diberikan. Oleh sebab itu, proses persidangan kembali dilanjutkan. 

3. Penetapan denda turut mempertimbangkan kondisi keuangan Garuda

Garuda Indonesia Dikenai Denda Rp1 Miliar Gara-gara MonopoliIlustrasi pesawat Garuda Indonesia. Dok. Garuda Indonesia

Penetapan denda sebesar Rp1 miliar telah mempertimbangkan kemampuan Garuda untuk membayarnya berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2018, Tahun 2019, dan Tahun 2020. 

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisi menilai, apabila dikenakan tingkat denda tertentu, maka Garuda berpotensi tidak dapat beroperasi pada kondisi keuangan tersebut.

Denda tersebut wajib dibayarkan selambat-lambatnya 30 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, Garuda dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda. Denda keterlambatan pembayaran denda ini sejalan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Baca Juga: Garuda Indonesia Pertimbangkan PKPU Meski Ada Risiko Pailit

4. Garuda Indonesia sedang terlilit krisis keuangan

Garuda Indonesia Dikenai Denda Rp1 Miliar Gara-gara MonopoliIlustrasi Utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Saat ini, Garuda Indonesia sendiri tengah terlilit krisis keuangan. Perusahaan tersebut dilaporkan memiliki utang hingga Rp70 triliun.

Bahkan, perusahaan tengah mempertimbangkan pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebagai opsi penyelamatan perusahaan dari krisis keuangan. Opsi itu dipertimbangkan meski ada risiko pailit. Namun, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menuturkan, PKPU bukanlah pernyataan pailit dari perusahaan.

Pada rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI yang digelar 21 Juni lalu, Irfan menjelaskan risiko pailit itu bisa terjadi apabila dalam 270 hari (9 bulan) dari pengajuan PKPU, antara debitur (Garuda) dengan kreditur (pihak yang memberikan pinjaman) tak menemui kesepakatan.

"Hanya saja begitu kita masuk ke PKPU, setelah 270 hari tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, otomatis terpailitkan. Artinya ada risiko selalu untuk bisa jadi pailit ketika masuk ke PKPU," kata Irfan.

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya