Neraca Dagang Surplus Terus, Prestasi RI di HUT Kemerdekaan ke-76?

Neraca perdagangan surplus terus sejak Mei 2020-Juni 2021

Jakarta, IDN Times - Indonesia memperingati HUT kemerdekaan ke-76 dalam kondisi pandemik COVID-19 yang belum usai. Pandemik telah menekan perekonomian Indonesia hingga saat ini.

Pada 2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga 2,07 persen dibandingkan 2019. Lalu, di kuartal I-2021 ekonomi Indonesia masih minus 0,74 persen. Namun, ekonomi Indonesia menunjukkan pemulihan di kuartal II-2021 yang tumbuh positif 7,07 persen.

Di sisi lain, pandemik ternyata memberikan dampak besar terhadap neraca perdagangan Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia hingga Juni 2021 lalu surplus 1,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Artinya, neraca perdagangan terus mengalami surplus selama 14 bulan berturut-turut.

Meski begitu, surplus neraca perdagangan selama berbulan-bulan, terhitung sejak Mei 2020 belum bisa disebut sebagai prestasi Tanah Air yang menginjak usia ke-76 tahun merdeka.Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menilai surplus neraca perdagangan sepanjang 2020 menggambarkan kondisi perekonomian yang tidak sehat.

"Di 2020 saat awal pandemi, surplus malah sampai 21 miliar dolar AS. Tapi, ini lebih disebabkan oleh kontraksi pada impor dari pada dorongan ekspor, dan itu terjadi karena ekonomi domestik sedang sakit akibat pandemik. Jadi surplusnya tidak sehat," ucap Faisal kepada IDN Times, Senin (16/8/2021).

Baca Juga: Neraca Perdagangan Indonesia Juni Surplus US$1,23 Miliar

1. Impor turun bahan baku turun, tanda industri tak sehat

Neraca Dagang Surplus Terus, Prestasi RI di HUT Kemerdekaan ke-76?Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Sepanjang 2020, BPS mencatat neraca perdagangan surplus hingga 21,74 miliar dolar AS. Sementara itu, neraca sepanjang 2019 mengalami defisit 3,2 miliar dolar AS.

Neraca dagang 2020 surplus karena nilai ekspor tercatat sebesar 163,31 miliar dolar AS, sementara nilai impor sebesar 141,5 miliar dolar AS.

Nilai impor sepanjang 2020 itu mengalami penurunan hingga 17,34 persen secara year on year (yoy), didorong oleh penurunan impor baik barang konsumsi, bahan baku/penolong, maupun barang modal. Hal itu menunjukkan sektor industri dalam kondisi yang tidak sehat.

"Penurunan impor utamanya disebabkan penurunan impor bahan baku dan penolong industri karena penurunan kinerja industri manufaktur di dalam negeri," ucap Faisal.

Dia mencatat, 75 persen dari volume impor Indonesia adalah bahan baku/penolong industri. Dia menilai hal tersebut tak bisa disebut sebagai capaian positif.

"75 persen impor adalah bahan baku/penolong," kata Faisal.

2. Neraca dagang RI masih keok dibandingkan Tiongkok

Neraca Dagang Surplus Terus, Prestasi RI di HUT Kemerdekaan ke-76?Ilustrasi ekspor impor (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, di HUT kemerdekaan ke-76 ini, neraca dagang Indonesia masih terus defisit dengan Tiongkok. Meski surplus neraca dagang Indonesia cetak rekor sepanjang 2020, apabila dibandingkan dengan Tiongkok maka neraca dagang Indonesia masih defisit 9,42 miliar dolar AS.

Lalu, di Januari 2021 Indonesia masih mencatat defisit neraca dagang dengan Tiongkok hingga 1,09 miliar dolar AS. Padahal, neraca dagang RI mencatatkan surplus dengan AS, India, dan Filipina.

Kemudian, pada Februari 2021 neraca dagang Indonesia juga masih defisit 968,5 juta dolar AS, Maret defisit 529,3 juta dolar AS, April defisit 652,1 juta dolar AS, Mei defisit 512,5 juta dolar AS, dan Juni juga masih defisit 603,2 juta dolar AS.

Meski begitu, pada Jumat (16/4) lalu, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menilai defisit neraca dagang dengan Tiongkok menurun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Kalau kita lihat trade balance-nya meskipun masih minus tapi kalau kita lihat secara gambling defisitnya itu sudah mengalami perbaikan yang luar biasa," ucap Lutfi dalam konferensi pers virtual.

Menurut Faisal, untuk menekan meraih surplus neraca dagang dengan Tiongkok dibutuhkan upaya keras dari pemerintah. Pasalnya, 90 persen barang yang diimpor dari Tiongkok berupa produk bernilai tambah tinggi. Sementara itu, struktur ekspor Indonesia ke Negeri Bambu tersebut didominasi oleh komoditas dan produk manufaktur bernilai tambah rendah.

"Untuk menekan defisit ini kita mesti betul-betul mendorong industrialisasi dan pengolahan sumber daya alam kita dari yang mentah menjadi produk manufaktur dengan nilai tambah tinggi. Ini butuh konsistensi dan harmonisasi kebijakan," kata dia.

Baca Juga: Impor Turun, Neraca Dagang Indonesia dengan Tiongkok Masih Defisit

3. Pemerintah harus lindungi produk dalam negeri

Neraca Dagang Surplus Terus, Prestasi RI di HUT Kemerdekaan ke-76?Ilustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Faisal mengatakan di HUT ke-76 kemerdekaan ini, pemerintah harus fokus memperhatikan nasib produk dalam negeri agar tak tertindas oleh produk impor, khususnya produk UMKM. Dengan demikian, UMKM juga bisa merdeka di tanah kelahirannya.

Selain menjaga impor produk dari sejumlah negara, Faisal juga meminta pemerintah betul-betul memperhitungkan nasib UMKM ketika meneken perjanjian perdagangan internasional. Dia juga meminta pemerintah memberikan peluang untuk UMKM merambah pasar ekspor, selain harus memperkuat daya saing di dalam negeri.

"Perjanjian perdagangan yang dibuat harus benar-benar dikalkulasi targetnya secara  terukur baik untuk memaksimalkan penetrasi ekspor maupun dalam memitigasi dampak impor terhadap produsen dalam negeri. Kebijakan antar kementerian/lembaga harus sinkron," kata Faisal.

Baca Juga: Wow, Neraca Perdagangan Indonesia Terbaik sejak 2012 meski Pandemik

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya