Perekonomian 2021 Tumbuh 3,69 Persen, Ekonom Sebut 'Kurang Nendang'

Kinerja manufaktur belum maksimal

Jakarta, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian Indonesia sepanjang 2021 tumbuh 3,69 persen. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai angka tersebut kurang memuaskan apabila dibandingkan 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 2,07 persen.

"Pemulihan ekonomi berdasarkan rilis BPS menunjukkan angka yang kurang memuaskan. Dengan pertimbangan basis pertumbuhan tahun sebelumnya minus, seharusnya ekonomi bisa melesat di atas 5 persen sampai dengan 7 persen di 2021," kata Bhima kepada IDN Times, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga: [BREAKING] Ekonomi Indonesia 2021 Tumbuh 3,69 Persen

1. Ekspor komoditas cetak rekor, tapi belum diiringi kinerja manufaktur yang baik

Perekonomian 2021 Tumbuh 3,69 Persen, Ekonom Sebut 'Kurang Nendang'Ilustrasi Ekspor (IDN Times/Aditya Pratama)

Bhima menilai, perekonomian 2021 sangat terbantu oleh kinerja ekspor yang sangat baik. Sepanjang 2021, nilai ekspor Indonesia mencapai 231,54 miliar dolar AS, tumbuh 41,88 persen secara year on year (yoy).

Jika dilihat dari sektornya, nilai ekspor migas pada 2021 mencapai 12,27 miliar dolar AS, tumbuh 48,78 persen secara yoy. Kemudian, ekspor sektor pertanian mencapai 4,23 miliar dolar AS, tumbuh 2,86 persen secara yoy.

Adapun ekspor dari sektor industri pengolahan mencapai 177,12 miliar dolar AS, tumbuh 35,11 persen (yoy). Lalu, ekspor dari sektor tambang dan lainnya senilai 37,92 miliar dolar AS, tumbuh 92,15 persen (yoy).

Bhima mengatakan, kinerja ekspor Indonesia didorong oleh kenaikan harga komoditas. Sayangnya, kinerja ekspor yang baik itu belum diiringi oleh kualitas manufaktur yang baik.

"Sayangnya karena kualitas manufakturnya rendah, dan mengandalkan komoditas primer maupun setengah jadi, akhirnya dorongan pertumbuhan tidak bisa maksimal," ujar Bhima.

2. Pemerintah harus waspada ancaman Omicron dan inflasi

Perekonomian 2021 Tumbuh 3,69 Persen, Ekonom Sebut 'Kurang Nendang'ilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Di sisi lain, dia juga mewanti-wanti pemerintah dengan adanya lonjakan kasus COVID-19 varian Omicron yang bisa mengganggu perekonomian masyarakat di 2022 ini.

"Varian Omicron sangat berdampak terhadap kegiatan konsumsi rumah tangga khususnya di kuartal ke-IV 2021. Masyarakat kembali tertahan untuk lakukan belanja di luar rumah. Inflasi yang mulai merangkak naik gerus daya beli di kelas menengah dan bawah," tutur dia.

Tak hanya itu, Bhima juga mewanti-wanti ancaman inflasi yang berpotensi makin menggerus daya beli masyarakat.

"Jangan main-main dengan naiknya harga di level produsen maupun konsumen. Ketersediaan lapangan kerja masih belum pulih seperti pra-pandemi, yang berarti pendapatan masyarakat langsung habis digerus kenaikan bahan makanan dan energi (LPG non subsidi naik). Ketidakpastian sepanjang 2021 kemarin tinggi, dan diperkirakan masih berlanjut di 2022," kata Bhima.

Baca Juga: BPS: Momentum Pemulihan Ekonomi 2021 Mesti Dijaga pada 2022

3. Penyaluran anggaran PEN harus dimaksimalkan

Perekonomian 2021 Tumbuh 3,69 Persen, Ekonom Sebut 'Kurang Nendang'ilustrasi anggaran (IDN Times/Aditya Pratama)

Pemerintah sendiri sudah menetapkan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 ini sebesar Rp455,62 triliun. Menurut Bhima, anggaran PEN harus direalisasi semaksimal mungkin, sehingga efeknya terasa di masyarakat.

Dia meminta pemerintah belajar dari tahun sebelumnya, di mana penyaluran anggaran PEN belum maksimal.

"Pemerintah juga terbilang gagal dalam akselerasi stimulus PEN sehingga daya serap PEN tidak optimal. Kalau swasta belum confidences untuk ekspansi maka pemerintah yang harus ambil kendali. Sayangnya serapan PEN hanya 88 persen ya, dan masih alami problem klasik seperti data belum akurat, hingga lambatnya Pemda eksekusi anggaran," kata dia.

Baca Juga: Ekonomi RI Tumbuh 3,69 Persen, Kurs Rupiah Keok ke Level Rp14.392

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya