Perppu Ciptaker: 10 Alasan yang Tak Bisa Dipakai Pengusaha buat PHK

Pekerja yang hamil atau menikah tak bisa di-PHK

Jakarta, IDN Times - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengatur tentang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Di dalam aturan tersebut, dilampirkan 10 alasan yang tak bisa digunakan perusahaan untuk melakukan PHK. Misalnya, pegawai yang hamil atau menikah, tak boleh di-PHK. Atau, pekerja yang menikah dengan rekan satu kantor juga tak boleh di-PHK.

Berikut ulasan lengkap 10 alasan yang tak bisa dipakai pengusaha untuk PHK karyawan.

Baca Juga: APINDO Soroti Outsourcing di Perppu Ciptaker: Bukan Cari Pekerja Murah

1. Pengusaha dilarang pakai 10 alasan ini buat PHK karyawan

Perppu Ciptaker: 10 Alasan yang Tak Bisa Dipakai Pengusaha buat PHKIlustrasi PHK. (IDN Times/Aditya Pratama)

Adapun 10 alasan yang tak boleh dipakai pengusaha untuk PHK karyawan tertuang dalam pasal 153 ayat (1), tepatnya di halaman 558 dalam Perppu Cipta Kerja. Berikut bunyinya:

(1) Pengusaha dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Pekerja/Buruh dengan alasan:

a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. menikah;
e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Bunrh lainnya di dalam satu Perusahaan;
g. mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/ Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
h. mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Baca Juga: AHY: Perppu Cipta Kerja Tidak Genting, Cuma Layani Kepentingan Elite

2. Pengusaha wajib mempekerjakan lagi karyawan yang di-PHK dengan alasan tersebut

Perppu Ciptaker: 10 Alasan yang Tak Bisa Dipakai Pengusaha buat PHKilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Jika pengusaha melakukan PHK dengan salah satu dari 10 alasan di atas, maka PHK tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali karyawan tersebut. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 153 ayat (2).

"Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali Pekerja/Buruh yang bersangkutan."

3. Alasan yang bisa dipakai perusahaan saat melakukan PHK

Perppu Ciptaker: 10 Alasan yang Tak Bisa Dipakai Pengusaha buat PHKilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada Perppu ini, pemerintah menyelipkan ketentuan terkait alasan yang bisa dipakai perusahaan saat hendak melakukan PHK. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 154A ayat (1). Misalnya, perusahaan pailit, sedang terlibat dalam proses PKPU,  dan sebagainya.

(1) Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:
a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Bumh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;
b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan Penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan Penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian;
c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;
d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur);
e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. Perusahaan pailit;
g. adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
1. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam Pekerja/ Buruh;
2. membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
3. tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;
4. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/ Buruh;
5. memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
6. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
Perjanjian Kerja;
h. adanya putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf
g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/ Buruh dan Pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;
i. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
j. Pekerja/ Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil
oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
k. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja
Bersama;
l. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
m. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
n. Pekerja/ Buruh memasuki usia pensiun; atau
o. Pekerja/Buruh meninggal dunia.

Baca Juga: DPR Ditantang Berani Tolak Perppu Ciptaker di Paripurna

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya