Skenario Terburuk Jika Resesi Global Terjadi Tahun 2023

Bank Dunia ungkap skenario terburuk saat dunia resesi

Jakarta, IDN Times - Perekonomian dunia diprediksi mengalami resesi tahun depan. Kondisi ini pun dinilai membahayakan oleh Bank Dunia.

Lonjakan inflasi di berbagai negara atas gangguan rantai pasok dunia menyebabkan bank sentral merespons dengan kenaikan suku bunga. Tak sedikit negara yang menaikkan suku bunga secara agresif, seperti Amerika Serikat (AS).

Bank Dunia bahkan melihat perekonomian global saat ini mengalami perlambatan paling tajam setelah resesi global tahun 1970-an.

Baca Juga: Waspada Resesi Global, BI Jabar Incar Investasi Sektor Pangan

1. Skenario terburuk jika resesi global jadi nyata pada 2023

Skenario Terburuk Jika Resesi Global Terjadi Tahun 2023Ilustrasi Resesi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pengalaman tahun 1970-an, terjadi stagflasi, yaitu ketika perekonomian dunia melemah, namun terjadi lonjakan inflasi. Kala itu, terjadi gelombang akumulasi utang global hingga ledakan utang di negara-negara berpenghasilan rendah, seperti Amerika Latin.

Bank Dunia sendiri mengkhawatirkan perlambatan ekonomi global saat ini bisa memberikan konsekuensi yang panjang dan menghancurkan negara-negara berkembang.

"Pertumbuhan global melambat tajam dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi. Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa tren ini akan bertahan dengan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan orang-orang di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang,” kata Presiden Grup Bank Dunia, David Malpass, dikutip dari situs resmi Bank Dunia, Kamis (6/10/2022).

Baca Juga: Inflasi AS Turun, Dunia Bakal Selamat dari Resesi? 

2. Kapasitas fiskal terbatas sehingga banyak negara tak bisa beri stimulus

Skenario Terburuk Jika Resesi Global Terjadi Tahun 2023Ilustrasi insentif (IDN Times/Arief Rahmat)

Selama pandemik COVID-19, berbagai negara telah memanfaatkan kapasitas fiskalnya semaksimal mungkin untuk menggelontorkan stimulus sebagai upaya menjaga perekonomian agar tidak jatuh semakin dalam.

Namun, perekonomian global belum terlepas dari krisis dengan adanya lonjakan inflasi dan ancaman resesi. Bank Dunia menyatakan, kondisi ini membutuhkan kebijakan countercyclical untuk mendukung kegiatan ekonomi.

Kebijakan itu membutuhkan kapasitas fiskal lebih. Sayangnya, saat ini kapasitas fiskal berbagai negara sudah sangat terbatas dikarenakan stimulus yang telah diguyur selama pandemik COVID-19. Oleh sebab itu, banyak negara menghentikan pemberian stimulus karena keterbatasan kapasitas fiskalnya.

Baca Juga: Ancaman Resesi 2023 Menghantui, Lampung Punya Potensi Pencegahan

3. Pengetatan moneter dan fiskal bisa memperparah perlambatan ekonomi global

Skenario Terburuk Jika Resesi Global Terjadi Tahun 2023Ilustrasi depresi ekonomi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Wakil Presiden Bank Dunia, Ayhan Kose, mengatakan, pengetatan kebijakan moneter dan fiskal memang bisa membantu menahan laju inflasi. Sayangnya, jika terus diperketat, perekonomian global bisa makin melemah.

"Karena mereka sangat sinkron di seluruh negara, mereka dapat saling memperparah dalam memperketat kondisi keuangan dan mempertajam perlambatan pertumbuhan global. Pembuat kebijakan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang harus siap untuk mengelola potensi dampak dari pengetatan kebijakan yang sinkron secara global,” tutur Ayhan Kose.

Oleh sebab itu, Bank Dunia menyarankan bank-bank sentral di setiap negara untuk mengoordinasikan kebijakan pengetatan moneternya demi mengurangi dampak perlemahan ekonomi lebih tajam.

Sementara itu, di negara berkembang, pemerintah harus terus memperkuat cadangan devisa, dan kebijakan makroprudensial.

Otoritas fiskal juga perlu berhati-hati dalam mengkalibrasi penarikan langkah-langkah dukungan fiskal sambil memastikan konsistensi dengan tujuan kebijakan moneter.

Baca Juga: Tips Mengatur Investasi untuk Antisipasi Resesi Ekonomi

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya