Wabah PMK Diduga dari Luar Negeri, Bisakah RI Stop Impor Sapi? 

RI belum capai swasembada daging sapi

Jakarta, IDN Times - Penyakit mulut dan kuku (PMK) telah menyerang hingga 361 ribu hewan di Indonesia. PMK sendiri diduga terbawa dari kegiatan impor sapi.

Meski begitu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta menilai Indonesia masih membutuhkan impor sapi untuk memenuhi kebutuhannya. Pada 2020, Kementerian Pertanian (Kementan) merilis Outlook Daging Sapi yang menunjukkan sekitar 30-40 persen kebutuhan daging sapi nasional dipenuhi melalui impor daging yang didominasi oleh Australia, baik impor daging sapi maupun impor sapi bakalan.

Baca Juga: Riuh Sambat Peternak Sapi Terpukul PMK

1. Vaksin PMK perlu diprioritaskan ke sapi-sapi sehat

Wabah PMK Diduga dari Luar Negeri, Bisakah RI Stop Impor Sapi? Kondisi mulut sapi di Boyolali yang terinfeksi penyakit mulut dan kuku. (Dok URC Disnak Kesian Jateng)

Saat ini, pemerintah telah menggenjot vaksinasi untuk menekan penyebaran PMK. Aditya mengatakan, vaksinasi itu perlu diprioritaskan untuk sapi-sapi yang sehat.

"Pemerintah perlu memprioritaskan vaksinasi anti PMK ke sapi-sapi yang sehat di zona merah dan kuning dengan mempertimbangkan keterbatasan vaksin yang ada. Prioritas diperlukan untuk memastikan vaksinasi yang diberikan bisa bermanfaat untuk menahan laju penularan yang cepat," kata Aditya dikutip dari keterangan resmi, Senin (11/7/2022).

2. Produktivitas sapi perlu ditingkatkan untuk minimalkan dampak PMK

Wabah PMK Diduga dari Luar Negeri, Bisakah RI Stop Impor Sapi? ilustrasi peternakan sapi (IDN Times/Rangga Erfizal)

Selain itu, dia mengatakan produktivitas sapi perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan dampak PMK.

Aditya membeberkan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi ketersediaan sapi dalam negeri, seperti industri pembibitan sapi yang terbatas, rantai distribusi yang panjang, dan transportasi dan logistik berbiaya tinggi karena karakteristik negara kepulauan yang besar.

Menurutnya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sapi nasional. Untuk sektor sapi perah, misalnya, diperlukan perubahan fokus kebijakan peternakan sapi dari peningkatan populasi sapi menjadi peningkatan produktivitas susu. Lebih banyak ternak berarti lebih banyak lahan yang digunakan untuk pakan, padahal keterbatasan lahan sudah menjadi tantangan utama ketersediaan pangan nasional.

Selanjutnya, pemerintah dapat memfasilitasi akses peternak kepada teknologi. Hal ini dapat dicapai melalui beberapa cara. Kementerian Pertanian, dengan dukungan program peningkatan kapasitas dari LSM, swasta, dan donor, dapat memfasilitasi arus informasi pasar yang berkelanjutan antara petani, koperasi, dan perusahaan.

Tak hanya itu, kurangnya informasi pasar telah menghalangi peternak untuk melihat peluang melakukan negosiasi harga yang lebih baik.

Baca Juga: Antisipasi PMK Hewan Ternak, Anies Koordinasi dengan Luhut 

3. Harus ada transfer teknologi antara peternak dan perusahaan

Wabah PMK Diduga dari Luar Negeri, Bisakah RI Stop Impor Sapi? Ilustrasi Peternakan Sapi Perah (IDN Times/Shemi)

Aditya mengatakan, diperlukan juga mendorong transfer teknologi melalui kemitraan antara peternak dan perusahaan. Kemitraan dapat membuka akses peternak kepada pasar dan meningkatkan kualitas, karena adanya kewajiban untuk menghasilkan daging, susu, atau produk turunannya sesuai standar.

Peningkatan produktivitas peternakan juga tergantung pada akses peternak terhadap pakan. Oleh karena itu, koordinasi lintas kementerian, misalnya antara Bappenas dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, perlu dilakukan untuk menyelaraskan aturan tata guna lahan dengan penyediaan pakan sapi yang berkelanjutan.

Pemerintah juga perlu memastikan ketersediaan pakan sapi berkualitas yang dapat diakses dengan harga terjangkau oleh peternak.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya