KRL Commuter Line berada di Stasiun Serpong, Tangerang Selatan (22/9/2021). (IDN Times/Herka Yanis)
Ada empat alasan mengapa BPKP tak merekomendasikan impor KRL bekas yang diajukan oleh KCI. Pertama, BPKP menyatakan rencana impor KRL bekas tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Poin kedua, BPKP menyatakan KRL bekas yang diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 29 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor.
Poin ketiga masuk ke dalam teknis operasi KRL, di mana BPKP menemukan jumlah armada kereta yang dimiliki KCI masih cukup untuk menampung penumpang.
Temuan terakhir dari BPKP ialah terkait perkiraan biaya pengiriman jika melakukan impor KRL bekas dari Jepang. Dari perhitungan BPKP, biayanya akan lebih besar dari yang diajukan PT KAI Commuter atau KCI.
Sebab, KCI hanya menghitung dari harga KRL pada tahun 2018, kemudian dinaikkan 15 persen (akumulasi rata-rata inflasi dalam tiga tahun terakhir).
BPKP menghitung biaya pengiriman kemungkinan lebih tinggi karena berdasarkan hasil klarifikasi dengan Pelindo, kontainer yang tersedia hanya 20 feet dan 40 feet, sehingga pengangkutan dan pengiriman kereta harus menggunakan kapal kargo sendiri.