Ketua Kadin Arsjad Rasjid saat diwawancarai oleh IDN Times pada Selasa (14/12/2021). (IDN Times/Eko Ardiyanto)
Kalau bicara giving back to the society, sekarang ini dikatakan amal ibadah, Mbak, dan sebenarnya yang paling penting yang tadi memang tantangannya. Yang ada pada hari ini kan, boleh dikatakan, tidak pernah ada, dalam sejarah manusia kan ya. Jika bicara soal pandemik, di Kadin saya mengatakan, kita ada dua peperangan. Satu adalah perang melawan pandemik, satu lagi perang ekonomi, yang di mana dua-duanya ini harus kita menangkan.
Nah, selama ini pada tahap awal ini, kita fokus terhadap masalah pandemik, makanya, di Kadin kita terlibat dalam pengadaan tabung dan oksigen, kita bantu untuk vaksinasi, kita juga mendistribusikan vaksin. Jadi, hal-hal tersebut untuk melawan peperangan pandemik tadi, itu yang kita lakukan. Nah, di saat bersamaan juga kita bantu dalam konteks sosialnya, berbagi beras, obat-obatan, semua dan yang menggembirakan bahwa gotong royongnya pengusaha, itu luar biasa. Jadi, dalam waktu singkat ada sesuatu yang dilakukan. Semua dengan cepat mau membantu dan melakukannya.
Satu lagi perang ekonomi ini. Nah, ini yang memang menjadi tantangan besar buat kita. Kadin ini sekarang inklusif dan kolaboratif. Dalam mengartikan inklusif ini, Kadin harus bener-bener dirasakan sebagai rumah dari semua pengusaha, dari mulai besar, menengah, kecil, makro, dan perusahaan mikro. Ke depan Kadin melihat ini proses transformasi diri sendiri juga Mbak.
Makanya kalau bicara empat pilar, yang kami canangkan untuk Kadin ke depan, tiga pilar itu melihatnya ke luar, satu pilar ke dalam. Nah, yang satu ke dalam ini kita namakan sebagai internal organisasi dan regulasi. Jadi, kita harus melakukan transformasi secara organisasi dan juga membereskan regulasi yang ada, tatanan yang ada dan perintah undang-undang terhadap Kadin harus kita lakukan.
Di titik ini, makanya struktur kepengurusan Kadin saat ini mirror the government. Jadi, benar, semacam man to man marking.
Kepengurusan Kadin bagaikan kabinet bayangan tapi dari korporasi swasta. Karena saya melihatnya bahwa kompleksitas yang ada, ini kan masalah roda ekonomi. Roda ekonomi hampir stop dan berbicara bukan hanya di Indonesia tapi seluruh dunia, setiap negara. Nah, di Indonesia sendiri, waktu roda ekonomi juga setop, setiap dampak terhadap industri berbeda-beda. Nah, untuk begitu akhirnya gak ada istilahnya satu obat untuk semuanya. Harus ditangani per industri yang berbeda. Nah, tapi juga dengan kompleksitas keadaan hari ini, di dalam namanya teknologi dan lain-lain, kadang-kadang tidak bisa diselesaikan oleh satu kementerian. Dalam satu permasalahan lintas kementerian, makanya kita bikin mirror, Mbak. Nah, abis itu bukan ke kita aja, ke DPR pun kita lakukan, ada namanya mirror to the DPR juga. Jadi, supaya kita bisa mencari solusi ataupun bagaimana membawa solusi ke depan, kita bisa masuk dalam beberapa pintu, istilahnya.
Nah, sedangkan tiga pilar lainnya, yang pertama itu bicara mengenai kesehatan karena memang ini adalah tulang punggungnya. Kalau kita bicara hari ini kan, kalau kita tidak bisa menyelesaikan masalah kesehatan akan sulit. Tapi, waktu bicara pilar kesehatan ini, kita bicara bukan hanya melihat industrinya, karena kalau kita lihat hari ini kemarin, waktu kejadian ini, kita panik tuh, mau pakai masker aja musti impor. Belum awalnya, Nakes-nya belum siap dan lain-lain lagi, terus belum obat-obatannya, dan sebagainya. Nah, ini harus kita antisipasi, bila ini terjadi ke depan kita gak panik. Soal vaksin, kita hebat, sudah pesan segala macam semuanya di awal, kita bayar. Eh, waktu terjadi sesuatu di India, dan kebanyakan produsen itu mempunyai produksinya di India, vaksin ditahan oleh negara produsen (saat marak varian Delta).
Nah, ini kan bahaya. Kita harus punya perencanaan produksi. Kita cari itu semua. Nah, tapi gak bisa setop disitu, kita harus pikirkan jangka panjangnya, bahwa Indonesia sehat kalau kita bicara biaya BPJS sebagai contoh, itu biayanya teknis loh Mbak. Jadi bagaimana caranya mencari solusi agar beban gak bertambah tinggi. Caranya, ya warga harus sehat. Kita bangun industri agar warga menjadi sehat.
Terus pilar kedua memperkuat ekonomi daerah. Jadi, di sini bagaimana kita berupaya untuk memperkuat ekonomi daerah karena kalau ekonomi daerah maju, nasional dengan sendirinya maju. Nah, ini juga kita melihatnya bahwa, kita harus melihat tidak bisa ada solusi misalnya untuk pengembangan ekonomi, dilihat secara menyeluruh. Tapi, kalau saya tidak salah tiap daerah ada kekuatannya tersendiri, apakah itu dari sisi sumberdaya-nya, kekayaan disana, dan semua itu. Nah, setiap provinsi harus beda-beda. Kabupatennya pun bisa beda-beda, istilahnya kalau ngomong sampai ke desanya pun bisa beda-beda.
Nah, ini yang harus kita perkuat, nah, bersamaan dengan ini dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja, itu kan juga salah satu upaya memperbaiki bagaimana ease of doing business. Kemudahan berusaha. Dengan begitu harapannya investasi akan masuk. Waktu investasi ini masuk, harapan kita, ini gak boleh disia-siakan. Maksudnya waktu investasi masuk, suatu perusahaan besar datang ke suatu daerah, mau misalnya mineral atau yang lainnya, nah, ini dari awal harus kita kawal. Kawalnya bahwa perusahaan besar ini, pemerintah sekarang memberikan insentif, masalah izin-izin udahlah, gak usah khawatir. Sekaran dengan kementerian investasi kan itu semua bisa. Nah, dengan itu kita mengharapkan ada komitmen dari si investor ini untuk membangun ekosistem.
Jadi, bukan hanya suatu tanggung jawab sosial korporasi (CSR) saja, tetapi bicaranya grading ekosistem untuk apakah misalnya itu produk cycle-nya, atau bicara dalam supply chain-nya atau machine-nya disitu, UMKM setempat bisa berjalan di situ, usaha-usaha daerah bisa ini, itu karena gelombang investasi bakalan besar, utamanya revolusi industri 4.0, dengan segala macam teknologi lah baterai, segala macam kendaraan itu, pasti memerlukan bahan baku. Nah, itu ada semua di Indonesia, dan kita punya banyak sumberdaya alam.
Jadi supaya industri kecil juga masuk, UMKM juga bisa hidup, nah ini ekosistemnya yang kedua. Nah, ini satu. Di bawahnya ada pengusaha daerah itu yang kedua. Yang ketiga adalah kita bicara mengenai kewirausahaan dan kompetensi. Nah, di titik ini kalau bicara kewirausahaan, balik lagi kepada Undang-Undang Cipta Kerja, pertama adalah kemudahan berusaha, berbasis risiko dan lebih mudah. Yang kedua adalah menciptakan lebih banyak pengusaha. Kenapa pengusaha harus diciptakan? Karena kalau pengusaha diciptakan, pengusaha lah yang menciptakan lapangan pekerjaan. Karena kan berapa banyak sih yang bisa bekerja sebagai PNS, TNI, Polri, di BUMN, itu gak banyak, akan banyaknya di sana.
Nah, akan tetapi kalau bicara tadi juga, menariknya adalah kontribusi UMKM sebetulnya adalah fondasi, itu penting sekali. Dan sekarang aja itu mungkin kontribusi juga sekitar 60 persen, dan kalau bicara pekerja, 60 persen, kebutuhannya dari situ. Jadi, ini titik penting sekali kita menciptakan lebih banyak pengusaha. Tapi, selain wirausaha itu diciptakan, bagaimana membuat wirausaha ini naik kelas, dari yang mikro jadi kecil, jadi menengah.
Nah, perlu ada intervensi, kalau dalam level pemula ataupun yang mikro, yang kecil, ataupun satu ini. Nah, ini intervensinya bagaimana ini harus dilakukan. Misalnya, kalau berbicara tadi menambah wirausahawan, membawa teman-teman dari informal ke formal aja itu udah susah, sangat besar pekerjaan yang harus dilakukan. Dengan adanya sekarang itu NIB (Nomor Induk Berusaha) itu dan juga plus sekarang bisa buat perusahaan entitas PT untuk UMKM misalnya, ini bisa mendorong nih. Kayak kemarin baru ada sosialisasi bersama kementerian investasi bersama dengan kementerian UKM dan koperasi. Dengan demikian, mereka waktu dapat NIB mereka bisa dapet akses nih, akses kepada namanya modal, seperti BRI lah, PNM (Permodalan Nasional Madani) lah, dan lain-lain. Benar-benar bankable, karena setidaknya harus dimulai, karena selama ini gak ada.
Nah, ini awalnya, terus membuat peningkatan dari situ, mentoring. Mentoring yang paling utama adalah literasi finansial, jadi kan udah legalistiknya dianggap oke, kita juga bantu namanya literasi hukum lah, dengan konteks membikin perusahaan di situ, supaya jadi informal-formal. Lalu, masukkan literasi finansial, pembukuannya jadi ada dan sekarang ini dengan yang namanya cloud to computing dan segala macam, itu bisa bayar Rp200 ribu satu tahun dan ke luar buku. Nah, itu literasi finansial. Kemudian literasi digital juga penting.
Kemudian, literasi digital penting. Teman-teman yang tadi hanya di Pekalongan,misalnya, jualan batik, bisa jualan di nasional, bisa jualan ekspor. Kita masukkan empat pilar itu, dengan tiga ke dalam tadi. Yang saya maksudkan dari sisi kewirausahaan juga kompetensi. Nah, di sisi ini, ini gerakan yang ingin kita pastikan dua hal, karena kita melihat ada dua tantangan dari sisi kompetensi ini, kesatu adalah dengan adanya revolusi industri ini, apalagi dengan pandemik ini, akselerasi registrasi akan lebih cepat, ini industri 4.0 akan lebih cepat, adopsi lebih cepat walaupun sekarang Indonesia secara manufaktur memang baru 20 persen yang sudah adopsi 4.0.
Di luar, semua sektor sudah 50 persen. Tapi, berarti kan perusahaan harus genjot investasi teknologi, tapi yang harus diperhatikan juga, begitu kita investasi di teknologi, kita lebih efisien, efektif, lebih produktif. Di sisi lain apa yang terjadi adalah jumlah pekerja akan berkurang. Nah, ini yang menjadi akan masalah. Di sisi ini lah perlu ada pelatihan kembali, peningkatan kemampuan. Ataupun membantu teman-teman pekerja dan buruh ini, selain meningkatkan keterampilan ataukah memberikan lapangan pekerjaan di luar Indonesia ataupun membuat kesejahteraan, berikan tambahan penghasilan untuk warganya. Contohnya suaminya sudah bekerja, istrinya mungkin jadi UMKM. Ini yang menjadi masalah utama yang kita lihat menjadi tantangan karena kalau gak revolusi industri ini bisa jadi revolusi sosial.